Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lansia Makin Lengah dalam Gempuran Penipuan Digital

16 Januari 2023   23:02 Diperbarui: 17 Januari 2023   09:37 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Elderly oleh Gerd Altmann (pexels.com)

Sebut saja pak Edi, seorang lansia penjual besi bekas di Wonosobo pernah tertipu via chat. Ada oknum, sebut saja Pelor, menghubungi via WhatsApp.

Pelor ingin menjual besi rosok atau bekas partai besar. Besi-besi ini berasal dari bekas mobil yang mengalami kecelakaan. Semua mobilnya kebetulan yang ada di lahan dekat terminal samping pos polisi. Pak Edi cukup membayar  uang 10 juta saja. 

Agar semakin yakin, Pelor juga menyebutkan seoranng anggota Kepolisian, pak Jamal. Karena pak Edi juga kebetulan kenal dengan pak Jamal, tanpa pikir panjang ia transfer 10 juta kepada Pelor. Selesai transfer, pak Edi diminta si penjual langsung ketemu pak Polisi Jamal di pos polisi samping terminal. 

Datang Membawa truknya, pak Edi datang ke pos polisi dekat terminal. Saat bertemu pak Jamal, ia malah mengaku tidak mengenal Pelor. Pak Edi yang bingung segera menghubungi Pelor. Tapi nomor chat Pelor sudah tidak bisa dihubungi. Menyesal, pak Edi pulang dengan tangan hampa.

Kasus pak Edi jelas bukan modus operandi yang asing. Yang berbeda adalah social engineering yang semakin mudah dipahami dari seseorang. Pelor bisa jadi tahu pak Edi adalah penjual besi bekas dari media sosial. Pak Edi pernah menawarkan besi bekas via market place plus nomor kontak yang bisa dihubungi. 

Untuk lebih meyakinkan, Pelor mencoba mencari tahu jejaring penting sekitar pak Edi. Seperti pak Edi yang kenal pak Jamal, seorang anggota Polis. Karena mereka berdua berteman di Facebook.

Dengan menghubungkan titik-titik ini, Pelor lalu membuat wacana menawarkan besi bekas murah dan banyak. Penipuan pun dilancarkan.

Jika dahulu penipuan mungkin menggunakan telepon atau SMS. Model social engineering untuk profiling korban pun mungkin sulit dilakukan. Juga mungkin membutuhkan waktu yang lama. Tapi via aplikasi chat dan media sosial, kasus penipuan semakin sering terjadi. Korban dari lansia pun semakin banyak. 

Penipuan lansia pun semakin variatif. Mulai dari penawaran barang/jasa, perbankan, krisis keluarga, sampai dengan iming-iming modal/dana sering ditemui. Dibumbui wacana dan peyakinan yang mutakhir dan up-to-date, penipuan untuk lansia semakin beragam.

Lansia yang senang karena semakin terhubung via perangkat, akses dan lanskap digital. Di waktu bersamaan akan merasa terasing karena tergagap secara kecakapan. Tapi ironisnya mereka merasa determinisme teknologi dapat membantu komunikasi dan interaksi lansia.

Di usia senjanya, para lansia tentu ingin mendekatkan yang jauh, seperti anak dan cucu. Aplikasi chat tidak hanya mentransfer suara seperti telepon, tapi juga video call. Media sosial semakin mempermudah lansia melihat anak dan cucu dalam keadaan sehat dan bahagia. 

Namun, modus operandi penipuan digital mengincar kerapuhan para lansia. Gaptek tentu terjadi karena adanya pergeseran TIK yang luar biasa. Lansia masuk ke dalam generasi Baby Boomer yang terbiasa dengan perangkat analog. Mereka tergagap karena begitu cepat teknologi analog bergeser menjadi digital.

Lansia bisa percaya jika anaknya ditangkap polisi karena ada oknum yang menelepon dan mirip anaknya. Mereka juga percaya bank akan menerapkan tarif 150 ribu perbulan dan diminta klik link untuk update data pribadi. Oleh oknum berbekal foto Lurah atau Bupati di WhatsApp, para lansia juga tertipu iming-iming bantuan dana desa atau mesjid.

Support system, yaitu keluarga, orang terdekat, teman, dan caregiver menjadi kunci. Mereka adalah penjaga sekaligus teman para lansia menjelajahi dunia digital. Dan lebih penting lagi, benteng pertahanan pertama pada penipuan digital.

Tidak selamanya lansia yang dilepas begitu saja di dunia digital mampu belajar. Information obesity kadang mengaburkan mana informasi asli dan hoaks. Lansia pun bisa lengah dan jengah pada informasi yang begitu banyak dan sering diterimanya via medsos atau aplikasi chat.

Keluarga dan orang yang dikenal pun sebaiknya turut memahami modus, bahaya, dan dampak penipuan digital. Tular Nalar bisa menjadi jendela untuk belajar. Pembelajaran di Tular Nalar mudah dipahami dan diterapkan bagi para lansia. Kalau bukan keluarga dan orang yang dikenal para lansia, siapa lagi yang bisa memperkuat literasi digital mereka.

Salam,

Wonogiri, 16 Januari 2023

11:02 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun