Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lato-Lato, Bukan Sekadar Mainan Viral

6 Januari 2023   23:54 Diperbarui: 8 Januari 2023   12:45 4782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual latto-latto di Kota Lhokseumawe, Rabu (4/1/2023).| SERAMBINEWS.COM/ SAIFUL BAHRI

Lato-lato atau clackers sempat tenar di tahun 80-an. Dimulai dari video TikTok yang viral, lato-lato kembali hits. Anak-anak dengan gempita menyambut mainan baru ini. 

Orang tua pun dengan mencoba dan pamer via posting medsos, bermain dengan antusiasnya. Para 'master' lato-lato zaman dulu pun 'turun gunung' menampilkan keahliannya.

Clackers, klakers, klik klaks, lato-lato pada awalnya diadaptasi dari senjata. Senjata ini berasal dari Argentina yang dikenal sebagai boleadoras atau bolas. Bolas ini digunakan para gauchos atau koboi ala Argentina untuk menjerat kaki hewan. Bolas akan dilemparkan ke kaki hewan untuk menghentikan larinya.

Pada tahun 80-an, clackers sempat booming di Amerika Serikat sebagai mainan anak-anak. Walau pada akhirnya clackers ditarik peredarannya dan dilarang dijual ke anak-anak. Konon kabarnya clackers yang dimainkan pecah dan melukai anak-anak. Bahan-bahan clacker pada waktu itu masih berasal dari akrilik dan kaca.

Kini lato-lato, nama yang digunakan untuk mereferensi clackers, sangat digandrungi. Hampir di setiap tikungan, pos ronda, samping sekolah, dan lapangan, bunyi tak tak tak menggema. Tak jarang di dalam rumah pun, orang dewasa asyik mencoba mencari bunyi tak tak tak yang konstan itu.

Fenomena lato-lato bukan sekadar mainan yang kembali viral. Di era medsos, viralitas trend memiliki ciri khas. Misalkan deman Citayam Fashion Week di medio 2022 kemarin. 

Berbaris-baris orang datang dan berlenggok di zebra cross kawasan Dukuh Atas. Tapi tren viral fashion CFW tidak bertahan lama. Tidak semua orang berkenan dan bisa meniru hype CFW.

Clacker (curiosando708090.altervista.org via pinterest.com)
Clacker (curiosando708090.altervista.org via pinterest.com)

Ada 5 fenomena lain yang muncul dari demam lato-lato. Pertama, lato lato mengembalikan anak ke dunia nyata. Pas saat momen liburan anak akhir tahun kemarin, untung lato-lato viral. 

Jadi alih-alih anak terpaku di layar smartphone bermain gim online. Lato-lato mengembalikan esensi bermain yang melibatkan fisik, emosi, dan komunikasi antar anak-anak sepermainan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun