Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hoaks Gempa, Menyebalkan Sekaligus Membahayakan

3 Agustus 2019   22:58 Diperbarui: 4 Agustus 2019   06:01 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
People Busy oleh Brian Merrill - Foto: pixabay.com

Prihatin rasanya saat bencana alam melanda ada saja orang yang menyebar berita abal-abal. Apalagi hoaks yang disebarkan juga bernarasi kebencanaan. Orang yang menerima akan merasa jengkel. Dan di sisi lain, hal ini juga berbahaya.

Seorang rekan berkisah kepanikannya diselingi kebohongan saat gempa Yogyakarta di 2006. Saat gempa 5,7 skala richter meluluhlantakkan Yogya dan sekitar selama 57 detik. Tersiar kabar akan datang tsunami. 

Rekan saya tadi dengan sigap segera berlari mencari tempat tinggi. Di sana sini ia lihat orang begitu panik menaiki kendaraan atau berlarian demi mencari tempat amandari tsunami. 

Ternyata kabar tersebut faktanya hoaks. Namun kekacauan yang menimbulkan kepanikan tidak perlu cukup membahayakan. Bayangkan pada saat panik mencari tempat tinggi. Ada orang tertabrak kendaraan. Orangtua kehilangan anaknya. Atau rumah yang tiba-tiba disatroni orang jahat. 

Paska gempa Banten 7,4 skala richter kemarin (02/08/2019), beredar hoaks Bandung Electronis Center (BEC) miring dan runtuh. Video yang viral via WhatsApp menggambarkan orang panik berhamburan keluar dari BEC. Walau faktanya, gedung BEC memang didesain miring dan tidak runtuh saat gempa Banten. 

Kepanikan akibat hoaks bencana juga terjadi di Tulungagung bulan Juli lalu. Akibat viralnya plintiran informasi potensi tsunami dari BNPB di sepanjang pesisir pantai Selatan Jawa. Orang-orang yang sedang menikmati penampilan kesenian tradisional di pantai Sine segera berhamburan menjauh dari bibir pantai.

Selain menyebabkan kepanikan publik yang tidak perlu. Hoaks kebencanaan bisa menyeret orang ke dalam penjara. Menurut laporan Polisi, 12 orang penyebar hoaks paska gempa bumi di Palu, Sulawesi Tenggara telah diamankan pada Oktober 2018. Orang-orang ini ditangkap di beragam tempat seperti di Batam,  Jawa Timur,  Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur

Pada awalnya, mungkin para penyebar hoaks kebencanaan ingin membuat orang lain waspada. Dan mereka mungkin tidak ada niat membahayakan orang lain. Apalagi didorong motif ekonomi untuk meng-klik satu situs atau politis pecah belah.

Salah satu probabilitas orang cepat dan teledor menyebar hoaks kebencanaan adalah dorongan untuk menjadi populer atau eksis. Nantinya ia akan dianggap netizen dan media sebagai 'orang pertama dan berjasa'. Tentunya, hal ini bisa melambungkan nama dan citra diri orang tersebut. 

Namun karena gagap cek fakta, penyebar informasi awal ini malah bisa mungkin dipidana. Dikarenakan ketidaktahuannya dan ketidak mau tahuannya.

Bentuk gedung Bandung Electronic Center oleh Irfan Al-Faritsi - Foto: ayobandung.com
Bentuk gedung Bandung Electronic Center oleh Irfan Al-Faritsi - Foto: ayobandung.com
Di sisi publik yang menerima informasi hoaks kebencanaan juga terasa eksesnya. Saat publik belum memahami panduan kebencanaan. Dan yang paling penting, cara bertahan hidup saat dan paska bencana. Kepanikan akan kematian menghinggap publik secara umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun