Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu-Ibu Militan dan Hoaks Door-To-Door

26 Februari 2019   11:28 Diperbarui: 26 Februari 2019   12:10 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola Filter Bubble - Ilustrasi: ted.com

Mari sejenak kita fahami bersama fenomena hoaks door-to-door oleh tiga ibu di Karawang. Berdasar preferensi politik, penyebaran hoaks door-to-door ini nyatanya memiliki potensi konflik sosial. Walau latensi hoaks online kini mungkin sudah terpolarisasi nyata dan tumbuh subur di sosmed atau grup chat.

Apa yang dilakukan 3 orang ibu-ibu 'militan' ini dianggap sebagai kampanye hitam. Dengan mengetuk pintu beberapa rumah di Karawang. Ibu-ibu ini menyampaikan kabar dalam bahasa Sunda yang terjemahannya kurang lebih:

Kalau Jokowi menang, suara azan akan dilarang. Perempuan dengan perempuan akan menikah. Lelaki dengan lelaki pun begitu.

Apa yang disampaikan ketiga ibu tadi sebenarnya hoaks. Dan ada yang menarik dari model persebarannya secara offline atau door-to-door ini. Dari fenomena ini sebenarnya bisa kita tarik beberapa proposisi:

  1. Hoaks politik sudah menggerakkan relawan secara offline
  2. Terbentuk hiperpolarisasi partisan yang nyata saat Pilpres
  3. Latensi bahaya hoaks bernuansa politik  secara online
  4. Literasi media dan digital berada pada titik kritis

Beberapa poin diatas hanyalah proposisi atau asumsi saya semata. Dengan tidak mendiskreditkan salah satu kubu Pilpres. Poin-poin di atas bisa terjadi baik pada kubu 01 atau kubu 02. Maka poin terakhirlah yang kini harus menjadi perhatian kita maupun pemerintah.

Pergerakan door-to-door relawan ibu-ibu di Karawang tadi adalah contoh poin pertama. Bisa jadi fenomena ini hanya satu diantara model kampanye hitam yang banyak terjadi di masyarakat. Dengan kata lain, ini adalah fenomena gunung es.

Apa yang dinarasikan 3 orang ibu relawan militan tadi bukan sekadar kampanye hitam. Namun lebih cenderung pada disinformasi. Dan informasi soal pelarangan azan atau legalisasi perkawinan sejenis pernah dicek faktanya.

Narasi tidak berkumandang azan sudah pernah dicek fakta di Forum AFHH, dari Mafindo. Seperti tangkapan layar dibawah:

Tangkapan Layar Hoaks Tentang Pelarangan Azan - Forum AFHH Facebook
Tangkapan Layar Hoaks Tentang Pelarangan Azan - Forum AFHH Facebook
Pada posting diatas, akun Jolie Kartika menyebar disinformasi soal isu pelarangan azan. Dari pengecekan fakta, foto yang digunakan merupakan demo simpatisan PDIP yang dipimpin FX Hadi Rudyatmo tahun 2012. Demo ini menyoal penolakan kenaikan BBM. Sedang blog yang dicatut dalam posting tersebut tidak ada. 

Sedang pada isu legalisasi perkawinan sejenis, juga sudah dicek fakta di FAFHH. Seperti tangkapan layar di bawah:

perkawinan-sejenis-fafhh-5c74aaf7bde57517ee787d50.jpg
perkawinan-sejenis-fafhh-5c74aaf7bde57517ee787d50.jpg
Foto yang digunakan adalah benar seorang profesor dari UIN Hidayatullah, Siti Musdah Mulia. Namun ia bukan politisi PDIP. Narasi yang diciptakan adalah pembelokan isi dari Kitab Hukum Perkawinan. Sedang isi laporan ini membahas tentang akad perkawinan, menimbang isu poligami, dan isu penghapusan wali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun