Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perihal "Ad Hominem" dan Berita Bohong

26 Mei 2018   12:30 Diperbarui: 26 Mei 2018   23:25 2423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pejorative Language - ilustrasi: gettyimage.com

Secara kumulatif, ketiga faktor diatas bisa dianut siapa saja. Saat berdiskusi fakta atas satu berita bohong, ketiga faktor diatas menjadi dasar ad hominem dilontarkan. Ditambah bias perspektif dan naive realism bentukan sosmed, semakin terpojoklah pembawa fakta. Memang, kadang sulit membenarkan berita bohong. Namun lebih tidak bertanggung jawab membiarkannya terus menyebar.

Menyadarkan individu dari pengaruh berita bohong bukan suatu yang mudah. Namun bukan berarti usaha dan upaya terus berhenti. Jika kita pribadi tidak mampu memberikan fakta. Ada baiknya bergabung dengan komunitas yang perduli tentang hal ini. Memahami dan menyebarkan literasi digital sebagai panduan para milenials juga patut dilakukan.

Dan mungkin, bisa jadi orang yang sadar akan hoaks bukan yang kita ajak berdebat. Bisa jadi kawan atau sahabatnya. Karena algoritma sosmed memberi influence bahkan orang yang tidak kita kenal.

Salam,

Solo, 26 Mei 2017

12:29 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun