Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal BYOD dan Peluang Penerapannya dalam Pendidikan Indonesia

21 September 2017   11:49 Diperbarui: 22 September 2017   08:53 3760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BYOD - ilustrasi: sites.google.com.au

Belum banyak yang mengenal BYOD. Bahkan saya sendiri baru tahu setelah belajar wacana ini di Australia. Dan tulisan ini sebisanya menyajikan secuil tentang BYOD dan peluangnya diterapkan dalam pendidikan Indonesia. Walau masih dalam taraf perspektif tentatif, mungkin sudah ada beberapa sekolah yang menerapkan, eksplisit maupun implisit.

Pertama, BYOD adalah singkatan dari Bring Your Own Device seperti ilustrasi diatas  atau dengan kata lain membawa alat sendiri. Alat ini bukan perkakas atau instrumentasi lain. Melainkan gadget atau instrumen teknologi yang kita punya. Bisa berupa laptop, tablet, smartphone, atau bahkan PC stick. Wacana BYOD sendiri sudah ada di awal abad 21. Di mana smartphone dan tablet mulai diperkenalkan.

Beberapa sekolah di US, Eropa dan Australia sudah dan mulai menerapkan BYOD. Bahkan saat ini, beberapa sekolah di Jepang, Tiongkok, Korea Selatan dan beberapa negara maju di Asia juga menerapkan BYOD. Sekolah merekomendasi siswanya untuk membawa tablet ke dalam kelas. Dengan kata lain, mereka membeli spesifikasi tablet yang diminta oleh sekolah.

Di kelas, tablet mereka pun menjadi media belajar bukan media hiburan. Beberapa aplikasi pendukung siswa untuk belajar pun diperkenalkan oleh guru. Guru pun sebelumnya sudah diberi pelatihan menyoal operasional aplikasi/software. Ada banyak sekali aplikasi/software/situs pendukung KBM, contohnya dalam situs c4lpt.co.uk. Ada yang berbayar dan ada pula akun basic/free. 

Beberapa manfaat dari BYOD sudah didapatkan dari beberapa riset. Pertama, memudahkan interaksi dan monitor kemajuan siswa dalam belajar. Di dalam dan diluar kelas, guru bisa memonitor peningkatan siswa dalam satu mapel misalnya. Kedua, membuat belajar lebih personal dan menyenangkan. Belajar dengan personal device, seperti smartphone, membuat belajar menjadi dekat dalam genggaman. Ketiga, guru lebih berperan sebagai admin dan manajer. Guru mengatur sesi diskusi forum seperti dalam situs Moodle.

Namun hambatan dalam BYOD pun dijumpai dalam riset yang lain. Pertama, infrastruktur yang tidak mendukung. Akses dan bandwidth internet yang tidak bagus, sebagai contoh. Kedua, perbedaan spesifikasi device yang bisa dibawa siswa. Tidak semua siswa mampu membeli iPad misalnya, tapi memilih tablet Android yang lebih murah. Beberapa aplikasi pun tidak didukung OS yang berbeda. Ketiga, kebingungan dan keengganan guru menerapkan BYOD. Hal ini dikarenakan tidak semua guru melek tekno dan mau bersusah payah memahami device/software/situs yang ada.

Nah, bagaimana dengan penerapan BYOD di Indonesia? Bagi banyak kita akan memiliki perspektif negatif tentunya.

Pertama, karena infrasttruktur teknologi dan ICT yang memang tidak merata di Indonesia. Kedua, tidak semua siswa juga mampu membawa device yang mungkin compatible dengan software/aplikasi terbaru. Ketiga, mungkin tidak banyak sekolah yang mau berinvestasi pada software/aplikasi pendukung KBM. Keempat, ketakutan orang tua dan guru yang membiarkan anak membawa dan bermain gadget mungkin juga timbul. Dan terakhir, rentang demografis usia guru yang kebanyakan dari generasi non-milenial juga bisa menjadi penghambat. (Baca artikel saya Apa Kamu Digital Natives?)

Namun tidak bisa diingkari juga, bahwa dalam 5 sampai 10 tahun lagi BYOD akan menjadi bagian dari pendidikan. Karena toh saat ini sudah banyak MOOC atau Massive Online Open Course ditawarkan. Semua mata pelajaran, subjek, jenjang pendidikan pun kini ditawarkan secara online atau dengan aplikasi. Di Indonesia pun telah banyak situs yang menawarkan bimbel online. Dan menghindari distraksi fokus belajar siswa untuk ranah yang lebih formal, BYOD menjadi salah satu caranya, karena belum tentu apa yang ditawarkan diluar sekolah bisa sesuai dengan kurikulum dan assesment yang diminta oleh sekolah. 

Ditambah, interaksi di dunia digital akan menjadi bagian hidup generasi milenial. Akan sangat berbahaya jika dunia maya atau social media tidak dijadikan media belajar. Banyak dari kita yang tahu gadget yang kita punya bisa menjadi sumber belajar. Namun tidak banyak yang tahu bagaimana mengaplikasikan/mengoptimalkan sumber yang ada ini. Dan gurulah yang harus menjadi pioneer sekaligus gatekeeper dari cara belajar generasi milenial ini. BYOD adalah salah satu metode belajar ala generasi Z saat ini.

Salam,

Wollongong, 21 September 2017

02:49 pm 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun