Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Nasib Taksi Berbasis Aplikasi Diiringi Tangis yang Kemarin

17 Maret 2016   01:50 Diperbarui: 27 Mei 2019   14:12 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Project Hyperloop - ilustrasi: newyorker.com

Hangatnya matahari
Membakar tapak kaki
Siang itu di sebuah terminal yang rapi
Wajah pejalan kaki
Kusut mengutuk matahari
Jari-jari kekar kondektur genit
Kau dadahi

Dari sebuah warung wc umum
Irama melayu terdengar akrab mengalun

Diiringi deru mesin-mesin
Diiringi tangis yang kemarin

(Terminal - Iwan Fals & Franky Sahilatua)

Sebuah penggambaran jumudnya terminal di kota besar. Saat semua orang menderu diiringin mesin-mesin. Setiap orang dengan keluh dan upayanya untuk terus hidup berkumpul di terminal. Semua orang mengikuti arus jaman demi dapur ngebul. 

Sebuah deskripsi dalam lirik lagu Terminal Iwan Fals yang coba menggambarkan era industrialisasi. Lagu yang muncul di medio 80-90-an pas sekali menggambarkan nuansa kota besar. Kota yang jantungnya bergerak di pasar, terminal dan pabrik-pabrik. 

Generasi industri ini pun tak luput dari tangis kemarin. Tangis generasi agraria. Generasi ayah-ibu, kakek-nenek dan moyang yang agraris hanya bisa rela melepas generasi baru berpacu di dunia industrialis. 

Sawah warisan ayah pun dijual agar sang anak bisa merantau ke kota besar. Sawah warisan yang nantinya juga akan berganti dengan beton perumahan. Tangis yang tidak bisa dibendung. Bukan keinginan generasi dulu. Namun jaman memang sudah berubah.

Manusia dengan pemenuhan ekonominya akan berevolusi seiring jamannya. Setiap era memberikan manusia cara kreatif dan sporadis guna memenuhi kebutuhannya. Era industrialisasi masih ada. Namun seperti sebuah perjalanan, era ini memasuki senjakala. 

Era industri berganti menjadi era teknologi informasi (era 4.0). Manusia pun bergerak spontan dan serentak menyambutnya. Teknologi dan informasi merangkak masuk diam-diam ke segitiga Maslow paling bawah. Membeli gadget atau gawai menjadi kebutuhan primer. Tanpa gadget, jangan heran ada stigma manusia kuno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun