Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Piala Oscar 2016: Supremasi Kulit Putih, Penantian DiCaprio, dan Kita

2 Maret 2016   00:12 Diperbarui: 10 Februari 2020   13:49 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
#OscarSoWhite - ilustrasi: theoscarbuzz.blogspot.com

Leonard DiCaprio Oscar Meme - ilustrasi: randomoverload.org
Leonard DiCaprio Oscar Meme - ilustrasi: randomoverload.org
Namun nampaknya isu ini tertutupi euforia kemenangan Leonardo DiCaprio.

Setelah menunggu 2 dasawarsa lebih, DiCaprio (The Revenant) akhirnya membopong Oscar pertamanya. Dinominasikan sebagai Best Actors, ternyata impiannya menjadi kenyataan. 

Dunia pun bergempita. Meme yang dulu mengolok-olok DiCaprio akhirnya mencapai ejakulasinya. DiCaprio akhirnya mendapat 1 piala Oscar. Filmnya yang dibintanginnya pun menyabet gelar bergengsi untuk The Best Director. Nampaknya DiCaprio benar-benar bisa berbangga hati.

Dunia netizen pun gempar. Tagar #LeonardoDiCaprio plus #Oscar pun menjadi trending. Meme DiCaprio memegang Oscar pun diimbuhi beragam caption. Mulai dari ucapan selamat sampai (kembali) nyinyir atas terpilihnya DiCaprio sebagai aktor, ditulis dalam meme. 

Media dalam dan luar negri pun memberitakan kemenangan DiCaprio dengan 'lebay'. Tak lupa acara gosip di negri kita pun turut rembug kelebayannya memberitakan hal ini. Dan jarang yang benar-benar mengkritisi isu rasisme dibalik Oscar itu sendiri.

Rasisme Oscar dan Kita Orang Indonesia

Sepertinya karena orang Indonesia sudah biasa melihat film bule, yang menang kaum Kaukasus adalah wajar. Jika yang menang orang Afro-American, ya cukup selamat saja. Tidak begitu ngeh kontroversi dibaliknya. 

Pun, banyak yang merasa rasisme di Amerika Serikat tidak berpengaruh banyak ke Indonesia. Tapi tahukah kita, bahwa superioritas kaum Kaukasus dalam film menjadi racun dalam kepala orang Indonesia. Karena film Hollywood begitu wah, hebat, high-tech dengan aktor-aktris 'sempurna', bawah sadar kita begitu teracuni superioritas ras Kaukasus.

Buktinya, lihat saja betapa senang orang kita berfoto dengan 'bule'. Kalau sudah berambut pirang, kulit pucat, dan berbahasa asing, pokoknya minta untuk berfoto bareng. Betapa bangga dan pongahnya orang kita seusai berfoto dengan si bule. 

Disebarlah di sosial media mereka. Walau entah siapa bule tadi. Artiskah? Atau wisatawan biasa? Kalau sudah berfoto dengan bule ada 'kebanggaan' tersendiri. Beda rasanya jika berfoto dengan orang asing yang colored skin.

Inilah superioritas yang begitu subliminal merasuk dalam fikiran kita. USA sebagai negara adikuasa tidak sekadar omong kosong. Dari semua segi, USA memanfaatkan citranya. Dengan film pun demikian. Dengan film yang sulit disaingi negri sendiri, Hollywood menjadi silent weapon khusus. Terutama negara ketiga seperti kita. Supremasi ras tertentu yang dibalut apik dengan hiburan dan bisnis nampaknya tidak terasa. Apalagi isu rasisme didalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun