Mohon tunggu...
Vensca Virginia
Vensca Virginia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku bukan penulis. Aku hanya butuh kanalisasi untuk mengaktualisasikan diri.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Jadikan Korban Narkoba Sebatas Data Statistik

30 April 2015   15:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:31 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hanya catatan kecil yg ingin saya tulis. Catatan kecil mewakili keluarga-keluarga Indonesia yang anaknya, saudaranya, orang tuanya, menjadi korban keganasan dari narkoba. Catatan kecil yang menjadi ungkapan isi hati pribadi, dan kemarahan teramat dalam atas pengaruh narkoba yang “menjajah” kakak lelaki saya, teman-teman saya, saudara teman-teman saya, pun orang-orang yang berada di sekitar saya.

Kakak lelaki saya pengguna pil ekstasi sejak usia SMP. Tunggu, saya belum sempat minta izin darinya untuk menulis kisah kelamnya di media ini. Semoga ketika dia membacakannya, nyawaku tidak akan “diambil” olehnya, sahabat kompasianer!

Kakak lelaki saya terkenal sebagai anak yang pendiam di keluarga kami. Entah bagaimana ceritanya, dia bisa menjadi pengguna pil ekstasi. Dia pun tidak menceritakannya kepada kami. Rupanya kakak lelaki saya ini seorang penyimpan rahasia ulung, dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, sehingga dia tidak menceritakan dari mana, atau siapa yang telah memberikan pil-pil terlarang itu untuk dikonsumsi.

Mulai saat itu, kami melihat perubahan yang sangat drastis terjadi padanya. Mentalnya ambruk. Suka menghayal, dan tentu saja ku pikir pil-pil itu telah merusak semua jaringan sarafnya, sehingga dia hilang kendali. Menjadi pribadi yang rapuh, sering kebingungan, depresi, paranoid, cemas yang berlebihan, dan tentu saja prestasi sekolahnya anjlok. Itu adalah saat-saat terburuk yang dialaminya, dan kemudian dirasakan pula oleh kedua orang tua kami. Dan yang paling terguncang atas peristiwa ini, tentu saja adalah Ibu.

Kakak lelaki saya bisa diselamatkan dari ketergantungan. Setelah perjuangan keras dilakukan. Kami bersyukur dia dapat meninggalkan obat-obatan terkutuk itu, dan menjalani kehidupannya dengan normal, walau dampak bagi mental dan otaknya masih ada.

Cerita terbalik dengan adik lelaki dari teman saya. Dia pengguna heroin yang sulit diatasi. Nyawanya tidak tertolong diusianya yang baru beranjak 16 tahun. Masih muda! Masih punya jalan yang panjang untuk cita-cita dan masa depannya. Keluarga begitu terpukul dan meratap. Lalu masih banyak lagi kisah-kisah tragis dari korban narkoba lainnya di belahan nusantara ini.

Mungkin saat saya menulis catatan ini, ada lagi keluarga-keluarga yang sedang berduka atas kematian anggota keluarga mereka akibat barang terkutuk itu. Ironisnya, saat keluarga-keluarga korban narkoba menangis histeris karena kematian orang-orang tercinta, saat yang sama para aktivis berteriak dengan lantang untuk membebaskan pelaku pengedar narkoba. Coba bayangkan, dimana letak sisi kemanusiaannya?

Para aktivis itu, mereka tidak merasakan apa yang kami rasakan. Mereka tidak merasa kehilangan anggota keluarga yang dicintai akibat narkoba. Mereka tidak merasa bagaimana pilunya ibu-ibu yang akhirnya harus mondar-mandir ke penjara, panti rehabilitas, merasakan betapa tersiksanya berjuang bersama anak-anak mereka untuk terbebas dari narkoba, atau bahkan sedang tersungkur di batu nisan anak dengan air mata dukacita.

Tolong punya sedikit rasa simpati dan empati kepada korban dan keluarga-keluarga korban. Ini sebuah tragedy kemanusiaan yang telah merenggut HAK HIDUP sebagian besar generasi bangsa ini. Tidak ada seorang pun yang menginginkan hukuman mati. Tapi jangan berlebihan juga untuk mendukung pelaku kejahatan itu, dengan menciderai hati keluarga-keluarga korban.

Kenapa teman-teman aktivis tidak bikin gerakan anti narkoba besar-besaran saja untuk selamatkan generasi bangsa ini? Kenapa tidak bikin sesuatu yang lebih produktif kepada masyarakat, dibanding teriak-teriak di jalanan/media sosial (kumpulkan netizen) menentang pemerintah untuk bebaskan para kriminal internasional itu?

Coba teman-teman bayangkan, jika Mery Jane lolos dengan barang terkutuk itu di Yogyakarta, bayangkan saja berapa banyak generasi muda Yogyakarta akan kena dampak dari perbuatannya? Apakah Australia, Brazil, Prancis, Filipina bahkan PBB akan begitu peduli jika nasib generasi bangsa ini rusak, atau lebih kronis lagi; MATI karena barang terkutuk itu? Apa teman-teman aktivis bisa mengembalikan lagi nyawa-nyawa korban yang melayang akibat narkoba itu? Bisa?

Maka menutup catatan ini, saya ingin sampaikan: tolong jangan jadikan korban hanya sebatas data-data statistik yang menjadi materi talkshow atau materi berita di media-media nasional. Ini sebuah tragedi kemanusiaan! Bahwa korban narkoba juga punya HAK HIDUP dan hak untuk menggapai cita-cita. Bahwa korban narkoba juga layak untuk dibela atas nama HAM!

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun