Mohon tunggu...
Gilar Hadimulya
Gilar Hadimulya Mohon Tunggu... -

25 yo, entry level writer..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kok Bisa Fanatik Sih?

25 Juli 2018   13:56 Diperbarui: 25 Juli 2018   14:01 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 2017 - 2018 ini saya mulai tidak nyaman ber'social media', penyebabnya apalagi kalau bukan  debat kusir para netizen yang hampir terjadi di semua topik khususnya politik. Jujur saya termasuk orang yang bersikap apatis terhadap politik, karena pada intinya tujuan politisi hanya 1, yaitu mendapatkan kekuasaan dengan berpura-pura peduli pada rakyat (yeah you can disagree with this statement all you want). 

Debat kusir sering terjadi apabila terdapat perbedaan pendapat dari 2 orang atau lebih dengan ketidakmampuan masing-masing pihak menilai sesuatu secara objektif, dan ketidakmampuan ini sering kali disebabkan oleh sikap fanatik berlebihan terhadap tokoh atau topik yang didebatkan. Nah, saya tertarik menulis  tentang bagaimana sih sikap fanatik bisa muncul di era digital ini (berdasarkan asumsi dan pengalaman pribadi ya guys), kok kayaknya kemajuan teknologi gak bikin semua orang bisa memanfaatkannya dengan baik (terutama di social media).

Ada 3 poin yang akan saya bahas (berdasarkan asumsi dan pengalaman pribadi) mengapa sih sikap fanatik muncul terutama di era digital ini, :

1. Pemilihan Tokoh/Topik/Ide yang didukung berdasarkan penilaian subyektif.

 Kita bicarakan dari awal, bagaimana sih pada mulanya seorang yang, katakanlah netral, kemudian menjadi berat sebelah karena sikap fanatik. Perlu disadari bahwa tokoh/topik/ide yang kita dukung biasanya kita putuskan secara subyektif berdasarkan intuisi ataupun pengaruh lingkungan sekitar. 

Selama ini banyak yang menganggap sebelum mendukung suatu toko/topik/ide, kita akan memutuskan berdasarkan data dan fakta yang ada dan menilai secara kuantitatif ataupun kualitatif, akan tetapi untuk orang-orang yang cenderung memiliki sikap fanatik saat ini, cenderung mengambil keputusan yang didasari oleh hal subyektif, seperti like and dislike ,saran orang tua, keluarga ataupun tetangga dan hal-hal lain di inner circle kita sendiri, baru setelahnya mencari data dan fakta.

2. Memilih Informasi (information filtering)

Bila di poin 1 sudah dibahasa bahwa sikap fanatik mendasarkan keputusannya untuk mendukung tokoh/topik/ide secara subyektif, step selanjutnya adalah tahapan 'kepo' terhadap tokoh/topik/ide yang sudah didukungnya (secara suyektif tadi ya). Proses 'kepo' di sini berarti kita mencari informasi tetang tokoh/topik/ide yang dapat mendukung opini kita. 

Jadi bukannya mencari Pro & Con nya tetapi hanya kepada informasi yang Pro saja, akibatnya pemahaman kita tentang tokoh/topik/ide menjadi tidak berimbang (ya karena asupan informasi yang kita terima juga tidak berimbang, belum lagi suber informasinya tidak kredibel) dan disinilah sikap fanatik mulai menguat, efek yang ditimbulkan dari tidak berimbangnya pemahaman kita akan membuat kita merasa tokoh/topik/ide yang kita dukung itu superior & tanpa cela. 

3. Mencari Pembenaran bukan Kebenaran.

Pada poin kedua tadi, kita sudah menunjukan sikap fanatik, yup hanya dari 2 hal sederhana kita bisa berubah menjadi fanatik terhadap sesuatu.  Apabila kita sudah melewati tahap kedua, selanjutnya kita secara tidak langsung akan buta terhadap data dan fakta yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun