***
"Lona hamil, laki-lakinya kabur, dan sekarang kamu mau nikahin dia? De, logika kamu di mana, sih?"
Malam itu di salah satu kafe kopi pinggir jalan dekat kantor, Vidya terkejut bukan main ketika tahu bahwa Lona, satu-satunya perempuan yang bisa membuat Radean tergila-gila, ternyata tengah berbadan dua. Masalahnya tidak berhenti sampai sana. Radean dengan gilanya berencana untuk menikahi perempuan itu, bertanggung jawab atas calon bayi yang jelas-jelas bukan darah dagingnya.
"Laki-laki baik hanya untuk perempuan baik, De. Pernikahan juga bukan cuma masalah kita cinta atau enggak. Lagian kamu pikir gampang ngurus anak?" sekali lagi Vidya mengomel.
Radean awalnya hanya diam. Ia membutuhkan sedikit waktu untuk memberikan alasan yang tepat pada Vidya.
"Gini, Vid, kalau bukan aku siapa lagi yang bertanggung jawab atas kehamilan dia? Dia bahkan nekad sampai mau bunuh diri. Ini satu-satunya jalan untuk menyelematkan masa depan dia."
"Menyelamatkan dia dengan mengorbankan diri sendiri. Gitu maksud kamu?"
Sekitar sepuluh menit mereka habiskan hanya untuk berdebat. Dua minuman yang dipesan masing-masing nyaris tidak tersentuh. Radean masih tetap pada pendiriannya, begitu pula dengan Vidya. Semuanya sama-sama ingin menang.
"Aku kecewa lho De sama kamu. Kamu lebih memilih calon bayi yang bahkan belum lahir dibandingkan Sasa, anak aku."
"Maksud kamu?" tanya Radean mengerutkan dahi.
"Sasa itu masih butuh sosok seorang Ayah. Dan selama kita kenal, aku selalu mikir kalau kamu adalah orang yang tepat untuk jadi Ayah Sasa selanjutnya."