Mohon tunggu...
Gilang Rahmawati
Gilang Rahmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari menjadi kuli tinta.

*** silahkan tinggalkan pesan *** ** http://www.kompasiana.com/the.lion ** #GeeR

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[Kampret Jebul 3] Dua Ogoh-Ogoh Diarak Keliling Kota Palangka Raya

20 Maret 2015   21:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:21 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak kalah meriah dengan perayaan di Bali, Kota Palangkaraya pun juga tampak sibuk menggelar berbagai kegiatan menyambut Hari Raya Nyepi. Di Kota Cantik ini, tidak hanya umat Hindu Bali saja yang merayakan. Melainkan, masih ada umat Hindu Kaharingan yang notabene masyarakat dayak.

[caption id="attachment_374011" align="aligncenter" width="448" caption="(foto milik pribadi)"][/caption]

Meski ada beberapa perbedaan, namun kedua umat hindu ini tetap menggabungkan perbedaan dalam satu wadah. Seperti pada upacara adat Tawur Agung Kesanga yang digelar di Bundaran Besar. Bagi umat Hindu Kaharingan, upacara tersebut lebih dikenal dengan Mamapas Lewu. Nama yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama. Yakni, untuk membersihkan alam semesta dari pengaruh jahat.

Upacara tersebut dilaksanakan di Catus Pata atau perempatan. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalteng, I Nyoman Sudyana. Pemilihan tempat tersebut agar umat Hindu selalu dapat menempatkan diri di tengah. Serta, selalu ingat akan posisi dan jati diri.

“Perempatan merupakan lambang tapak dara. Serta, lambang keseimbangan agar umat hindu selalu menjaga keseimbangan dengan Tuhan, Alam, dan sesama manusia,” ungkapnya menceritakan.

Upacara yang digelar saat matahari berada tepat di atas kepala mengundang perhatian warga Kota Palangkaraya. Ada beberapa sesajen yang diletakan tak jauh dari area sembahyang. Sesajen tersebut terdiri dari daging babi dan ayam. Adapula beberapa jenis kue. Dimana sesajen itu dimaksudkan untuk diberi kepada leluhur mereka. Perbedaan dari umat Hindu Bali dengan Hindu Kaharingan dapat dilihat dari tempat meletakan sesajen. Kemudian, seluruh sesajen itu dilarung ke Sungai Kahayan.

14268624121440262771
14268624121440262771
(foto milik pribadi)
1426862634253017386
1426862634253017386
(foto milik pribadi)

Sehari sebelum upacara adat ini, digelar Melasti. Yakni sebuah ritual membersihkan segala peralatan di pura. Jika biasanya dilakukan di tepi pantai lantaran laut sebagai hal yang paling penting. Tetapi, mengingat Kota Palangkaraya jauh dari pantai. Maka, sebagai sumber mata air dipilihlah Bukit Tangkiling.

Beralih kembali pada upacara adat Tawur Agung Kesanga. Setelah upacara tersebut selesai, tepat pukul 16.00 WIB diadakan pawai ogoh-ogoh. Di sinilah kemeriahan jelang Hari Raya Nyepi terasa. Karena, tidak hanya umat Hindu saja yang menikmatinya. Melainkan seluruh warga kota dapat ikut menyaksikan.

1426862769567544215
1426862769567544215
(foto milik pribadi)

1426862828556319878
1426862828556319878
(foto milik pribadi)
142686288434731603
142686288434731603
(foto milik pribadi)

Meski hanya ada dua ogoh-ogoh saja yang diarak keliling kota. Masyarakat tetap penasaran untuk melihat dari dekat. Terlebih ketik ogoh-ogoh tersebut berjalan dari Jalan Bukit Hindu tepatnya dari Pura Pitamaha menuju Bundaran Besar dan melintas di Jalan Yos Sudarso. Serta, kembali menuju Pura Pitamaha.

14268629491803753007
14268629491803753007
(foto milik pribadi)

****

Mohon maaf jika ada istilah yang salah.

Terima Kasih.

*selamat membaca dan selamat merayakan Hari Raya Nyepi bagi yang merayakan*

(GeeR)

****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun