Mohon tunggu...
Gilang Rahmawati
Gilang Rahmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari menjadi kuli tinta.

*** silahkan tinggalkan pesan *** ** http://www.kompasiana.com/the.lion ** #GeeR

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumus Cinta Layla

6 September 2012   07:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:51 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku (Layla)

"mba, pesan satu coklat panas ya"

Persis disebuah sudut café, aku menikmati malam dengan kegelisahan. Band pengiring melantunkan music jazz. Lengkap, malam ini gelisah terselimuti kesayhduan. Aku ingat tadi ada sebuah getaran dari asal sakuku. Ku raba dan mulai melihat layar ponsel. Rupanya Baim tengah mencariku, dengan setengah semangat ku coba merangkai kata.

To: Bang Baim

Ya kang, kenapa? Maaf Neng baru ada pulsa.

Aku kembali terpaksa berbohong. Jujur aku sedang tak bersemangat untuk berbalas pesan dengan Baim. Justru sekarang aku lebih bersemangat mencari perhatian Fathir. Ada sebuah rasa yang tumbuh, terlebih saat aku tahu ia menyukai hal yang sama denganku. Ini adalah bulan kedua, aku mencari celah lampu hijau itu menyala dari Fathir. Sayangnya sekarang kuning masih menyelimuti lampu-lampu pengharapanku.

Ku teguk secangkir coklat panas yang sudah dihidangkan sedari 15 menit yang lalu. Kali ini aku sibuk dengan ponsel, bukan untuk menghubungi siapa-siapa. Aku hanya ingin melihat-lihat dunia maya. Ada adegan apa malam ini bisa ku saksikan, dari lakon-lakon didunia maya. Dunia mayaku bagai panggung teater. Semua mendadak menjadi memiliki berbagai karakter.

Alis mataku tanpa sadar naik, ketika melihat sebuah status. Ya, itu Mayang, perempuan yang ku kenal halus disetiap kata dan tingkahnya. Malam ini tampak ia menjadi perempuan tak kenal tata karma. Seperti tengah dirundung kekesalan, hingga ia lupa untuk berkata-kata. Itulah lakon dunia maya, semua bisa berubah 90 derajat bahkan 180 derajat.

Ketika hati tengah asik bergumam tentang mereka. mataku tertuju pada hal yang membuatku terpaku. Malam ini, gelisah itu runtuh. Semua berubah menjadi tetes air mata. Betapa tidak, aku menyaksikan rasa sakit dari sebuah pengakuan "Fathir berpacaran dengan Mayang".

Mayang? Bukankah tadi aku baru saja mengomentari ketidaksopanannya. Dan kini, aku harus mengomentari bahwa ia telah merebut pujaan hatiku. Dua bulan lama aku menaruh hati, dan kini harus runtuh sia-sia. Disini, ditengah keramaian aku menangis tanpa peduli.

*kriing kring

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun