Mohon tunggu...
Humaniora

Menyongsong Kebangkitan Nasional

17 Mei 2017   03:08 Diperbarui: 17 Mei 2017   03:57 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BANGKITKAN HATI NURANI PEMERINTAH!

Oleh : Gilang Guntur Pamungkas

Wakil Ketua BEM Politeknik Negeri Jakarta

Pada kesempatan 109 tahun kebangkitan nasional negara kita, mari kita coba melihat kembali sudah sejauh mana bangkitnya negeri ini setelah menjalani semua fase gelombang dari penjajahan hingga gelombang pasca kemerdekaan sampai kehidupan global seperti saat ini. Dalam rangka menyongsong harkitnas, patut kita jadikan momentum bagi rakyat Indonesia untuk membangunkan hati nurani pemerintah Jokowi-JK untuk mewujudkan produk nawacitanya.

Tiga kali perayaan harkitnas  sudah terlewati di masa kepemimpinan rezim jokowi-jk. Tiga kali juga dalam perayaan hari kebangkitan nasional, kondisi bangsa tidak mengalami perubahan yang baik. Justru muncul kegaduhan yang semakin menjadi. Tiga kali perayaan ini terlewati di rezim ini, rakyat bukan semakin optimis, namun semakin pesimis karena kehidupan semakin mencekik hingga ingin menjerit.

Dalam masa pemerintah saat ini, berbagai masalah kerap terjadi. Memunculkan stigma penurunan kepercayaan publik kepada pemerintah. Pemerintah dianggap gagal untuk mewujudkan nawacitanya. Sektor ekonomi, kesejahteraan & pendidikan manusia Indonesia patut kita koreksi.

Pada sektor ekonomi, pada kuartal pertama di tahun ini sebesar 5.01% (sumber: Badan Pusat Statistik). Angka yang baik, namun kita bisa melihat bahwa kesenjangan sosial menjadi lebar. Menjadi tugas besar pemerintah pada sektor ini. Ketimpangan-ketimpangan ini dapat menjadi beban APBN apabila masalah ini tidak menjadi prioritas utama pemerintah.

Klaim pemerintah yang menyatakan perekonomian negara di tahun ini yang membaik, sehingga daya beli masyarakat pun ikut baik. Namun, klaim tersebut benar apabila kita menilik pada masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah ke atas di masyarakat perkotaan. Apabila kita melihat kepada masyarakat dengan tingkat perekonomiannya menengah ke bawah di pedesaan, ini tidak berbanding lurus dengan klaim tersebut.

Karena berpedoman terhadap klaim seperti ini, sehingga pemerintah mengurangi subsidi yang diberikan kepada masyarakat. Dari subsidi BBM hingga subsidi tarif dasar listrik (TDL). Pencabutan subsidi dan kenaikan tarif dasar listrik 900VA yang terjadi menjadi sebuah ironi. Pasalnya, pelanggan listrik 900VA adalah masyarakat yang memiliki perekonomian yang cenderung menengah ke bawah.  

Langkah pemerintah yang terkesan mempermainkan rakyatnya dengan kebijakan penghapusan pemakaian listrik 450VA menjadi 900VA. Ketika masyarakat menambah daya listriknya menjadi 900VA, subsidi dicabut dan TDL naik terus menerus hingga 30%. Dengan dicabutnya subsidi dan naiknya TDL ini, mengakibatkan naiknya harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Karena listrik adalah hal yang vital. Faktor ini juga dapat menyebabkan terhambatnya sektor kesejahteraan masyarakat Indonesia. Terutama yang tingkat ekonominya rendah. Alangkah baiknya untuk mengembalikan kembali subsidi TDL 900VA kepada masyarakat yang ekonominya rendah dengan pengawasan dan pelayanannya yang baik.

Sektor pendidikan, menjadi tolak ukur pembangunan peradaban masyarakat Indonesia dalam menyongsong kebangkitan nasional ini. Pendidikan yang terjamin dan dapat dienyam oleh seluruh masyarakat menjadi penting. Karena mempengaruhi pola pikir dari bangsa tersebut untuk membangun negaranya.

Namun, seiring waktu permasalahan di sektor pendidikan pun kerap kali merepotkan. Terutama di sektor pendidikan tinggi. Biaya UKT yang naik, beasiswa bidikmisi & PPA yang bermasalah, komersialisasi pendidikan di atas etika nirlaba, revitalisasi politeknik yang harus dikontrol dan lainnya.

Anggaran pendidikan yang sebesar 20% dari APBN 2017 seharusnya dapat mengatasi persoalan kebutuhan manusia Indonesia di sektor ini. Namun, tidak ada perubahan yang signifikan dengan anggaran tersebut. Maka manajemen pendidikan di negeri ini haruslah diperbaiki.

Masih banyak terdengar kabar, elemen masyarakat yang ingin mendapatkan jaminan pendidikan masih belum merata. Dan, persiapan penyerapan tenaga kerja dari pemerintah kepada masyarakat pasca pendidikan masih belum terlihat dengan jelas. Ini menjadi tantangan yang sangat besar bagi pemerinta untuk menstimulasi penciptaan lahan kerja baru supaya pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya terus bertambah. Pengangguran muda yang kebanyakan mereka yang baru lulus kuliah adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan yang cepat.

Tingkat tingginya pendidikan yang terjamin dari pelaksanaan hingga pasca pelaksanaan menjadi perhatian yang seharusnya serius oleh pemerintah. Mengingat pengangguran yang cukup tinggi dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun. Mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi dan siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar kerja nasional. Ditambah lagi, konsekuensi MEA harus dihadapi. Maka persaingan pun semakin ketat. Maka kembali lagi, pemerintah pun tidak hanya mempersiapkan kondisi pas pendidikan saja. Namun, pasca pendidikan itu pun juga perlu.

Maka, perlu diperhatikan dalam rangka menyongsong kebangkitan nasional butuh adanya sebuah sikap yang tegas dari masyarakat untuk mengingatkan pemerintah. Bahwasanya, tantangan di 109 tahun kebangkitan ini semakin sulit. Maka, jangan membuat masyarakat tambah sulit karena ketidakseriusannya pemerintah dalam mengelola ini semua. Momentum ini sebagai pengingat bagi pemerintah untuk membangun kembali hati nuraninya kepada rakyatnya.  Jangan sampai ada tindakan-tindakan dari rakyatnya yang kecewa dengan performa pemerintah sekarang yang sudah merayakan ketiga kalinya hari kebangkitan nasional.

Masyarakat menuntut kepada pemerintah untuk melaksanakan program nawacitanya. Jangan sampai program ini hanyalah mimpi belaka. Karena masyarakat menilai pemerintah Jokowi-JK selama ini hanya menepati janji-janji sebatas kepada partai pendukungnya saja. Tapi kepada rakyatnya belum semua ditepati. Masyarakat menunggu janji itu ditepati. Namun, apabila tidak ditepati, masyarakat yang terlanjur kecewa dapat berbuat tindakan yang “menganggu” tahta pemerintah karena sudah tidak percaya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun