Mohon tunggu...
Gilang ArifAkbar
Gilang ArifAkbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - saat ini saya sedang menempuh proses pembelajaran sebagai mahasiswa Universitas Muhamadiyah Malang

Saya adalah seorang yang memiliki ketertarikan akan banyak hal, saya sangat suka melakukan apapun hal yang bermanfaat hobi saya adalah membaca sejarah, terutama sejarah islam.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perjalanan Panjang RKUHP: Antara Kepentingan Pemerintah dan Kehendak Publik

15 Agustus 2022   09:30 Diperbarui: 15 Agustus 2022   09:35 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RKUHP atau biasa kita sebut sebagai rancangan kitab undang undang hukum pidana, 6 kata ini dalam beberapa waktu belakangan banyak menjadi bahan perbincangan masyarakat Indonesia. Para akademisi mengupas berbagai paradigmanya sesuai dengan teologi hukum yang mereka anut dan yakini akan arah daripada tujuan pembentukan RKUHP ini. Dalam prakteknya memanglah tak mudah untuk merumuskan suatu undang undang yang baru karena  banyak sekali ke niscayaan yang akan menjadi dialektika hangat di tengah pluralisme masyarakat Indonesia. 

Perlu diketahui bahwa undang undang yang sekarang kita anut merupakan susunan yang berasal dari warisan undang undang belanda atau wet book van starf recht (WVs). Walaupun kita menggunakan undang undang warisan dari belanda akan tetapi tak secara keseluruhan undang undang nya kita gunakan, semisal klausual undang undang yang memang sengaja di bentuk untuk kepentingan jajahan di hapus karena tak relevan dengan negara berdaulat demokrasi yang merdeka. 

Dalam perjalanan nya, masyarakat dengan segala relevansi nya akan berubah seiring perkembangan zaman. Kita tahu bahwa aturan di buat untuk masyarakat bukan masyarakat untuk aturan, jadi status quo saat ini pun harus sesuai dengan perkembangan masyarakat dan khendak masayrakat karena itulah pemerintah hadir dalam narasinya yakni pengesahan RKUHP yang di anggap sebagai kado demokrasi.

Pada tahun 2019 lalu  narasi mengenai pengesahan RKUHP mencuat, pemerintah saat itu memandang bahwa sudah waktunya RKUHP untuk segera di sahkan. Akan tetapi ternyata RKUHP ini di pandang belum siap banyak sekali penolakan dari masyarakat akan rancangan undang undang tersebut. Walau begitu, pemerintah sudah sempat mengesahkan 780 pasal  RKUHP pada tahun 2018. 

Pada era kepemimpinan presiden jokowidodo, beliau di awal periode jabatannya mengeluarkan surat presiden pada tahun 2015 yang berisi kesiapan pemerintah untuk membahas RKUHP. Pembahasan mengenai RKUHP sudah masuk dalam babak diskusi yang amat panjang yakni di mulai pada saat di wacanakan pada tahun 1963 pada acara seminar hukum nasional 1 di semarang usia perancangan RKUHP sendiri sudah masuk ke usianya yang  ke 59 tahun.  

Perlu di ketahui lamanya perjalanan perancangan KUHP ini sebenarnya tidaklah aneh karena tidak satupun negara yang baru lepas dari koloni akan sangat cepat kemudian merancang KUHP baru bagi negaranya.  Kita coba melihat negara Belanda, negara tersebut membutuhkan waktu sekitar 70 tahun untuk merancang undang undang baru setelah terlepas dari jajahan prancis sedangkan kalau melihat dari usia kemerdekaan Indonesia sendiri pembahasan RKUHP sebenarnya masih terbilang masih bisa di bahas ulang. 

Pengesahan RKUHP ini di khawatirkan adanya konklusi yang mendahuli analisa yang berate karena waktu yang sudah lama sehingga harus segera di sahkan, akan tetapi pemerintah harus melihat dari segi materil daripada undang undang ini yang artinya melihat ketersediaan masyarakat menerima RKUHP sebagai undang undang baru (seperti menimbang temuan ICJR terhadap 78 pasal yang di anggap bermasalah)  sehingga agaknya tak perlu lagi mempersoalkan waktu soal sudah lamanya pembahasan RKUHP ini sebagai sesuatu yang sangat beralasan.

Pemerintah merencanakan akan membuka masa sidang pertama pembahasan RKUHP pada 16 Agustus 2022 sampai 4 Oktober 2022 kemudian di lanjutkan masa sidang kedua akan di buka pada awal November sampai dengan pertengahan Desember. Di sini pemrintah menghindari pembahasan sampai tahun 2023 di karenakan  sangat dekat sekali dengan tahun politik sehingga di khawatirkan wacana pengehsahan ini ditarik dengan hal hal yang berbau politik. 

Di sini pemerintah membuka ruang yang luas terkait kritik dan masukan masyarakat juga pemerintah  mengusahakan suara dari LSM agar ikut andil dalam pengesahan ini , hal ini di ungkapkan oleh Wakil mentreri KEMENKUMHAM, Eddy Hiareij. Sebenarnya dalam setiap formulasi Undang undang tak mungkin sempurna seratus persen dalam historisnya akan tetap adanya penolakan terhadap suatu hal yang baru (culture shock) pemerintah pun tak menutup kemungkinan gugatan dengan melapor kepada MK setiap rumusan pasal yang yang di anggap bermasalah. 

Di sini kita melihat bahwa memang perdebatan ini akan terus bergulir akan pendapat masyarakat dan narasi pemerintah, mari  kita lihat apakah bisa hanya dengan anggapan bahwa jika dibawa saja ke MK kalau bermasalah ketika sudah di sah kan ? jelas ini pemikiran yang keliru, Mari kita tilik salah satu contoh pasalnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi. Namun, kini pasal tersebut tetap muncul dalam RKUHP. Dalam RKUHP pasal tentang penghinaan dan penyerangan terhadap presiden dan wakil presiden ada dalam pasal 217-218 RKUHP. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun