Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Masihkah Merindukan Kompetisi Sepak Bola Indonesia?

13 Juni 2020   13:12 Diperbarui: 13 Juni 2020   19:23 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Striker Persib Bandung Wander Luiz (kiri) merayakan golnya ke gawang PSS Sleman pada laga lanjutan pekan ketiga Shopee Liga 1 2020 di Stadion Si Jalak Harupat, Kab. Bandung, Minggu (15/3/2020). (DOK. PERSIB)

Dalam beberapa hari terakhir ini, tambahan kasus Corona di RI bertambah secara signifikan. Dua hari terakhir ini misalnya, per Kamis (11/06), Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 menyampaikan 1.027 kasus baru per hari. 

Sementara sehari berselang, grafiknya tak juga menurun, per-Jumat (12/06), terdapat 1.111 kasus baru yang dilaporkan kepada publik sehingga total kasus mencapai 36.406 kasus diseluruh Indonesia sampai artikel ini digarap.

Meningkatnya kasus dari hari per hari beriringan dengan wacana otoritas sepak bola Indonesia (PSSI) melanjutkan kembali kompetisi yang pada bulan Maret silam mangkrak menyusul penyebaran kasus Corona di berbagai wilayah Indonesia. 

Pelbagai opsi pun tengah digodok demi menyikapi urgensi beberapa event Tim Nasional Indonesia ke depan, termasuk Piala Dunia U-20 2021 dan agenda Timnas senior seperti Kualifikasi Piala Dunia 2022 dan yang paling dekat Piala AFF 2020.

Namun demikian, rasanya tak elok bila kita sibuk membicarakan kompetisi disaat kurva tambahan kasus positif masih terus naik. Meskipun dalam sisi tertentu kita mesti sepakat jika semua yang tengah jadi bahan diskusi dalam rapat virtual PSSI dan pihak berwenang menyangkut nasib banyak pihak, baik kehidupan pesepakbola hingga kepentingan nasional.

Penulis juga sepakat bahwa event-event internasional itu sangatlah penting. Tanpa kompetisi apa jadinya sebuah Tim Nasional? 

Toh jika kita melihat persoalan ini berbasis pada pengalaman empiris Tim Nasional beberapa waktu kebelakang dengan catatan adanya kompetisi sebagai bahan persiapan menuju turnamen internasional pun hasilnya belumlah cukup memuaskan atau belum mampu menarasikan barometer kesuksesan.

Maka itu, tak salah bila penulis sedikit pragmatis kala menyikapi situasi dilematis seperti sekarang ini, saya jadi teringat kembali teori manajemen krisis saat bencana yang seyogianya digunakan dalam mengontrol risiko-risiko yang kemudian bisa muncul sebagai bumerang.

Seperti yang mungkin kita ketahui bersama, teori tersebut menyebut bila di kondisi seperti saat ini bukan waktunya mengupayakan mode hidup yang lebih baik melainkan mencegah yang buruk menjadi semakin buruk.

Teori tersebut bisa saja membela manuver yang dilakukan PSSI sekaligus bisa jadi penangkis bahwa apa yang tengah dicanangkan oleh federasi juga mengandung risiko yang tidak kecil di kemudian hari.

Dalam konteks pro terhadap manuver PSSI, mereka bisa saja berkilah bila upaya melanjutkan kompetisi itu demi menghidupkan industri sepak bola yang padam sekaligus kepentingan nasional dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun