Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengikis "Something Wrong" Timnas U-22

12 Februari 2019   21:28 Diperbarui: 12 Februari 2019   21:31 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Timnas U-22 kembali gagal memenangi pertandingan uji coba ketiganya jelang keberangkatan ke Kamboja untuk AFF U-22, 18 Februari sampai Maret 2019 mendatang. Kali ini giliran Madura United yang menahan tim asuhan Indra Sjafri dengan skor 1-1 di Stadion Gelora Bangkalan, Madura, Selasa (12/2) sore. Meski secara skor dikatakan 'gagal meraih hasil positif' (kemenangan, red), namun di meja taktikal rasa-rasanya Indra Sjafri telah mendapatkan hasil terbaik.

Mengapa demikian? Banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut. Lebih lagi, jika acuannya skor maka hasil imbang ini masih bisa dimaklumi sebab laga tersebut hanya berstatus uji coba strategi sekaligus seleksi pemain bagi staff kepelatihan Timnas U-22. Lawatan ke Pulau Garam jadi deadline Coach Indra untuk menentukan 23 pemain yang akan diboyong ke Kamboja. Artinya, ada enam dari 29 pemain yang mesti tersingkir setelah mengikuti seleksi berjalan selama dua bulan terakhir ini.

"Uji coba lawan Madura United ini terakhir bagi kami dan yang paling penting sebagai finalisasi evaluasi akhir sebelum menentukan 23 pemain yang akan dibawa ke Kamboja," pekik Coach Indra dalam McM (Match Commisioner Meeting) sebelum pertandingan. Seperti dinukil dari Harian Topskor.

Di laga kali ini Garuda Nusantara tertinggal lebih dulu lewat gol sundulan Slamet Nurcahyo. Hal ini tentu berbeda dengan dua laga sebelumnya, Nadeo Agrawinata cs sempat dua kali leading atas lawan-lawannya. Di Malang (10/2), mereka unggul lebih dulu lewat gol Hanif Sjahbandi pada menit ke-74, namun kemudian mereka gagal mempertahankan skor setelah Roberto Lima mencetak gol pada menit ke-87.

Pun ketika mengadapi Bhayangkara FC di Bekasi (6/2), mereka sempat memimpin lebih dulu lewat gol Andy Setyo di menit ke-58 dan Gian Zola Nasrulloh menit ke-62. Tetapi Garuda Nusantara kecolongan dua gol di akhir pertandingan. Ilham Udin [73'] dan Mahir [81'] mencetak gol dari luar kotak penalti.

Menarik dicermati dua hasil yang bertolak belakang itu -- sempat leading di dua laga awal dan sempat juga tertinggal lebih dulu di laga terakhir -- karena hal demikian jadi narasi masih ada permasalahan serius yang menerpa tim ini.

Persoalan Transisi-Positif 

Coach Indra mengawali laga ini dengan formasi natural 4-3-3. Menempatkan Dimas Drajat, Beny Oktaviansyah, dan Rival Lastori di grup serangan. Sedangkan untuk grup bertahan duet bek tengah baru antara Andy Setyo-Bagas Adi ditopang Fredyan di bek kanan serta Firza Handika di bek kiri. Tiga poros gelandang diisi oleh M. Luthfi Kamal, Rafli, dan Hanif Sjahbandi.

Ditilik dari materi pemain tentu ini menjadi style of play berbeda dengan laga sebelumnya yang banyak menurunkan pemain bertipikal bertahan, khususnya di laga kontra Arema. Coach Indra ketika itu menginginkan timnya memeragakan deep-defending atau pertahanan yang lebih dalam. Sedangkan di laga ini, Timnas U-22 cenderung bermain terbuka.

Hal demikian bak dua mata pisau bagi Coach Indra, saat menerapkan deep-defending memang zona pertahanan mereka minim peluang berbahaya dari Arema oleh sebab itulah mereka berhasil leading meski masih ada beberapa celah yang menghasilkan shot on target. Namun saat menginginkan permainan terbuka dengan menurunkan mayoritas pemain berkarakter menyerang Coach Indra sadar betul resiko kebobolan yang rentan.

Keseimbangan masih jadi persoalan serius tim ini. Sejak lawan Arema, transisi positif -- dari bertahan ke menyerang -- kerap mandek. Banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut, terutama minimnya playmaker kreatif sehingga setiap serangan yang dibangun mudah putus ditengah jalan. Beberapa kali counter attack hanya berujung re-build up, kecepatan para pemain sayap pun dalam hal ini belum sepenuhnya jadi solusi.  Artinya, bukan berarti kemampuan Billy, Witan, dan sayap lainnya yang minim.

Tetapi menyerang lewat sayap biasanya lebih mudah ditebak dibanding menyerang lewat tengah (playmaker). Sebab, serangan yang datang lewat kaki playmaker sulit diantisipasi oleh para pemain bertahan lawan. Serangan jenis ini lebih variatif sebab serangan bisa dipindahkan secara tiba-tiba ke ruang kosong di sektor sayap kiri/kanan.

Berbicara pemain nomor 10, Gian Zola dan Todd Ferre menjadi dua opsi utama yang dimiliki Coach Indra. Namun pada implementasinya, keduanya masih belum bisa memerankan alur serangan yang diinginkan eks pelatih Bali United itu. Kita perlu membuka kembali rekam jejak kepelatihan Coach Indra, ketika melatih Timnas U-19 generasi Hansamu cs, Ia memiliki playmaker kreatif yang bisa memainkan skenario serangan, pemain tersebut adalah Evan Dimas Darmono.

Evan kerap memainkan peran yang tinggi dalam bangunan serangan Timnas U-19 pada masanya. Produktivitas golnya juga jadi bukti jika pemain asal Surabaya ini mahir menempatkan posisi, ini yang belum dimiliki oleh stok playmaker Coach Indra di timnya saat ini. Visi permainannya pun mampu menopang sayap-sayap berkecepatan tinggi. Pemain yang identik dengan nomor punggung enam ini masih jadi acuan relevan sebagai dalang serangan yang dibutuhkan Coach Indra dalam skemanya.

Babak Pertama

Jika di pertandingan sebelumnya kontra Arema, Coach Indra betul-betul menguji pola Deep-Defending atau pertahanan yang dalam sejak menit awal. Kali ini strategi tersebut tak sepenuhnya diperagakan. Lini tengah lebih cair memainkan passing pendek ke area final third.

Permainan offensive tim racikan Dejan Antonic agaknya jadi pertimbangan Coach Indra menurunkan pemain-pemain bertipikal menyerang. Sebagai contoh Firza Handika di posisi bek kiri diturunkan sejak menit awal, penetrasinya di sisi lapangan dibutuhkan pasukan Garuda Nusantara untuk meredam juga mengancam Marckho Sandy Meraudje dan Andik Vermansyah di sisi kanan serangan Laskar Sappe Kerap.

Meski pada perjalanannya Madura lebih dominan mendikte pertahanan Andy Setyo cs. Di lini tengah Hanif Sjahbandi dan Luthfi Kamal beberapa kali sempat bisa menurunkan tempo serangan lewat ball possession namun bola hanya berkutat di lini tengah dan belakang saja. Grup serangan Timnas U-22 masih terisolir sebagaimana di pertandingan sebelumnya, kontra Arema.

Hal tersebut membuat Indra Sjafri melakukan pergantian lebih cepat, Beni Oktaviansyah dan Rafli digantikan oleh Todd Ferre dan Billy Keraf ketika laga masih berusia 20 menit. Namun pergantian tersebut masih belum mengubah keadaan, justru 10 menit berselang Madura berhasil membuka keunggulan lewat tandukan Slamet Nurcahyo.

Memanfaatkan kelengahan Firza Handika yang masih belum sepenuhnya siap di posisi bek kiri. Andik Vermansyah merangsek kedepan dan melepas umpan terukur ke area kotak 16. Reaksi Andy Setyo maupun Bagas Adi dalam mengantisipasi arah bola dan para pemain Madura dianggap menjadi penyebab gawang Nadeo nirbobol di babak pertama.

Preseden buruk terkait antisipasi bola atas bukan lagi masalah utama timnas kita. Artinya postur tubuh tak lagi relevan untuk dijadikan alasan para pemain belakang Timnas kalah duel. Faktanya ini hanya soal reaksi para pemain, setinggi apapun striker lawan jika diganggu dalam duel minimal arah bola hasil sundulan tersebut tidak akan tepat sasaran atau punya kans melenceng.

Sebagai contoh Sergio Ramos yang posturnya tak jangkung-jangkung amat berhasil membuat timnya jarang kebobolan lewat bola udara. Sebab reaksi Ramos dalam mengantisipasi arah bola dan juga pemain lawan sangat baik atau pernahkah kita melihat seorang Bambang Pamungkas kerap memenangi duel lawan bek-bek timur tengah bahkan Eropa. Sudah berapa gol yang dihasilkan Bepe dalam mengelabui bek-bek jangkung lawan lewat udara? Ini soal reaksi.

Babak Kedua

Pada babak kedua, dalam rentang waktu yang berbeda-beda Timnas U-22 mengubah pola permainan dengan memasukan Witan Sulaiman, Asnawi Mangkualam, Marinus Manewar, Samuel Christianto, Rahmat Irianto, Dandi Maulana, Nurhidayat, Riyandi, dan Gian Zola Nasrulloh.

Namun, posisi ujung tombak yang kini diisi Marinus belum lebih baik ketika ditempati oleh Dimas Drajad, artinya Zah Rahan Kranggar, Andik Vermansyah, Aleksandr Rakic, dan Slamet Nurcahyo masih lebih efektif dalam melancarkan serangan. Betapa tidak, tim asuhan Dejan Antonic bisa menciptakan peluang dan menyelesaikan peluang hanya dengan 3-4 pemain saja di area defense lawan.

Dalam dua uji coba ini sebenarnya baik Madura United maupun Arema tidak melakukan pressing ketat terhadap para pemain Timnas U-22. Namun taktikal grup di zona serangan kerap kandas begitu saja. Hal itu terjadi karena para pemain lini tengah dan depan masih sering melakukan kesalahan elementer seperti: error passing dan salah penempatan posisi.

Namun demikian, ada perkembangan positif dari para pemain Timnas U-22 ini yaitu bagaimana tim tidak frustatif dengan ketatnya pertahanan lawan. Berkali-kali ketangguhan empat kuartet bertahan Madura United yang diisi Jaimerson, Fachrudin, Marckho, dan Rendika selalu bisa menetralisir serangan balik cepat yang dirancang anak-anak U-22 sejak babak pertama.

Kesabaran tersebut berbuah manis pada menit ke-91 menjelang pertandingan berakhir. Berawal dari kesalahan grup bertahan yang dipimpin Jaimerson, Nurhidayat mengirim bola datar ke kotak penalti dan bola jatuh tepat dikaki Marinus yang tak terdeteksi oleh para bek tangguh lawan. Pemain asal Papua tersebut mengubah skor 1-1 lewat sontekan pelannya.

Kesimpulan

Meski masih ada beberapa persoalan yang menerpa tim Garuda Nusantara atau cara Coach Indra Sjafri menyikapi hal ini dengan kata something wrong. Justru kesalahan demi kesalahan yang terkuak di tiga laga terakhir jadi bahan evaluasi berharga tim pelatih. Apalagi ditilik dari kacamata taktik secara menyeluruh, para pemain sudah bisa mengejewantahkan apa yang diinginkan oleh pelatih dengan baik. Hanya saja tim pelatih masih menyembunyikan materi utama (baca: line up) yang bisa menopang strategi tersebut.

"Dua laga uji coba, dua kali unggul lebih dulu tapi gagal menang, tentu ini ada something wrong di timnas Indonesia U-22 yang harus dibenahi. Masih ada yang harus perbaiki lini belakang dan lini depan tim. Jujur seperti ada peran yang hilang. Saddil tidak bisa gabung, kami masih tunggu Osvaldo," pekik Coach Indra sebelum pertandingan melawan Madura United. Seperti dikutip dari Harian Top Skor.

Bagaimana pun menilik pernyataan yang diungkapkan Coach Indra, kita perlu menyadari jika dalam tiga laga terakhir Timnas U-22 belum sepenuhnya menampilkan kekuatan terbaiknya. Sebab secara kerangka tim ini masih fluktuatif. Artinya, kekurangan yang nampak di taktik seperti Deep-Defending atau kelemahan transisi positif yang menyebabkan pola serangan kurang greget bukan berarti Garuda Nusantara tak pernah belajar dari uji tanding satu ke pertandingan lainnya.

Justru tim pelatih tengah mencari berbagai kemungkinan terburuk dalam formasi yang diterapkan seraya mencari solusi terbaik atas permasalahan yang muncul. Kita perlu optimis akan hal itu.

"Tentu motivasi kami dalam melakukan uji coba ingin mencapai hasil yang lebih baik. Tapi itu sudah saya rasakan. Sejak pertandingan melawan Bhayangkara kemudian Arema, kami sudah menunjukan perkembangan positif," ungkap Coach Indra selepas pertandingan, seperti dinukil dari laman resmi PSSI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun