Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menikmati Mie Instan Buatan Zlatko Dalic

15 Juli 2018   14:03 Diperbarui: 15 Juli 2018   14:23 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: AP Photo/Frank Augstein)

Secara hierarki, Ibu Presiden Kolinda Grabar-Kitarovic patut berterima kasih kepada Ketua umum HNS (PSSI-nya Kroasia), Davor Suker, karena Timnas Kroasia yang membanggakan hari ini bernaung dibawah federasi tersebut. Setidaknya basa-basi politis yang diberikan oleh orang nomor satu di negara yang merdeka pada tahun 1991 itu mampu membuat nama HNS dibersihkan dari segala kontroversi yang telah berlalu.

Seperti pada tahun 2014 saat 30.000 lebih masa turun ke jalan di Split. Mereka melayangkan protes terhadap federasi dan para pemimpinnya. Demo tersebut di inisiasi oleh supporter Hajduk Split yang kadung resah terhadap isu-isu korupsi di komisi wasit, match fixing, hingga aksi serangan fisik kepada manajemen Hajduk.

Alih-alih membereskan masalah tersebut, ketum HNS sebagaimana dilaporkan The Guardian. Malah pergi ke pesta ulang tahun Worawi Makudi, yang diketahui sebagai salah satu pimpinan federasi sepak bola Thailand. Kontroversi tak hanya tumbuh di masa awal Davor Suker dilantik sebagai ketua HNS saja. Setahun berselang Ia terlibat konflik dengan para jurnalis yang hendak meliput kongres HNS.

Itu kenapa Kroasia tak pernah dijadikan destinasi favorit studi banding negara sepakbola lain yang ingin mencari tahu tentang sistem pembinaan yang tepat. Meskipun mereka pernah melahirkan generasi emas pertama di tahun 1998, yang membawa negara sapihan dari Yugoslavia itu duduk di posisi empat Piala Dunia 98.

Tampaknya Ibu Megawati-nya Kroasia (Kolinda Grabar-Kitarovic) mesti berpikir dua kali untuk mengucap terima kasih kepada orang-orang di HNS terutama Davor Suker. Karena tidak ada terobosan yang cemerlang-cemerlang amat dari organisasi pimpinan Suker itu. Bahkan tidak ada yang bisa ditiru. Fasilitas, pembinaan, dan stakeholder lainnya di sepakbola Kroasia bisa dikatakan paling tertinggal dari ketiga semifinalis lainnya. Belgia, Perancis, atau Inggris.

Tidak Adanya Cetak Biru

Pada 1918, tidak ada nama Kroasia. Karena negara dengan populasi penduduk 4.292.095 jiwa ini merupakan bagian dari Kerajaan Yugoslavia (1918-1943) dan Republik Federal Sosialis Yugoslavia (1946-1992) bersama Bosnia Herzegovina, Serbia, Slovenia, Makedonia, Montenegro, dan Kosovo. Prestasi Timnas Yugoslavia memang dapat diperhitungkan dikancah sepakbola dunia. Mereka kerap mendapatkan tiket Piala Eropa dan Piala Dunia dengan mudah.

Berbeda dengan Kroasia yang menjadi negara kemarin sore di belantika sepakbola dunia. Namun status anak baru lahir mereka nikmati di Piala Dunia edisi Perancis, mereka berhasil meloloskan diri ke fase semifinal. Torehan tersebut menjadi sejarah serba pertama. Dalam hal keikutsertaan dan prestasi. Untuk pertama kalinya Kroasia mengikuti hajatan terbesar sepakbola dunia, untuk pertama kalinya pula mereka menembus semifinal.

Banyak yang mengira jika generasi emas 98 sulit diulang dikemudian hari karena pesepakbola muda Kroasia tidak punya wadah yang terprogram. Talenta yang terlahir di Kroasia hanya berharap pada satu akademi, yakni akademi dari tim kenamaan Dinamo Zagreb. Pun dengan fasilitas. Lalu dengan modul yang bagaimana mereka melahirkan generasi emas jilid dua? Tidak ada cetak biru, modul, model sistem pembinaan, kurikulum, atau resep khusus.

Bahkan kita bisa melihat dua sisi kesamaan antara Kroasia dan Indonesia. Dalam hal fasilitas tadi dan pembinaan. Berbicara pembinaan tentu saja selaras dengan kesabaran. Belgia yang mendapatkan peringkat ketiga di Piala Dunia kali ini adalah buah kesabaran Michael Sablon dalam menggarap cetak biru sepakbola di negerinya.

Direktur teknik Timnas Kroasia, Romeo Jozak, menjadi korban dari ketidaksabaran mereka. Pada Maret 2017, Ia tengah menyusun program jangka panjang untuk pengembangan sepakbola Kroasia, sejalan dengan apa yang dilakukan Sablon di Belgia pada medio 2000-an. Sialnya baru 120 hari bekerja Romeo dipecat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun