Kou-luen (I-Tsing:183)
K'ouen-louen (Ferrand, 1919)
Kw'enlun (Alisjahbana, 1971:1089)
Kun'lun (Parnikel, 1977:91)
K'un-lun (Prentice, 1078:19), bahasa Sansekerta yang berdekatan
Yang dimaksud dengan Koen-luen adalah bahasa korespondensi (bahasa yang paling banyak digunakan) di Nusantara, tepatnya Melayu. Dimanfaatkan di Nusantara Pergantian peristiwa dan perkembangan bahasa Melayu tampak semakin nyata dari peninggalan-peninggalan alam Islam, baik sebagai batu ukir, seperti ukiran pada nisan di Minye Tujoh, Aceh, tertanggal 1380 Promosi, maupun akibat yang ditimbulkan. tulisan (ratusan enam belas dan tujuh belas tahun), seperti syair Hamzah Fansuri, Kisah Para Penguasa Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok nusantara bersamaan dengan penyebaran Islam di Nusantara. Bahasa Melayu dengan mudah diakui oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa penghubung antar pulau, antar marga, pedagang, antar negara, dan antar wilayah karena bahasa Melayu tidak mengenal tataran wacana. Bahasa Melayu digunakan dimanapun di Nusantara dan terus berkembang lebih jauh. Bahasa Melayu yang digunakan di daerah-daerah nusantara dalam perkembangannya dipengaruhi oleh budaya provinsi.Â
Bahasa Melayu mengasimilasi jargon dari dialek yang berbeda, terutama dari dialek Sansekerta, Persia, Arab, dan Eropa. Bahasa Melayu juga dalam perkembangannya muncul dalam berbagai ragam dan bahasa. Berkembangnya bahasa Melayu di Nusantara berdampak dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan solidaritas bangsa Indonesia. Korespondensi antar afiliasi yang muncul sekitar kemudian memanfaatkan bahasa Melayu.
Remaja Indonesia yang merupakan individu-individu dari afiliasi pembangunan sengaja mengangkat bahasa Melayu ke dalam bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa solidaritas bagi seluruh nusantara (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan masyarakat telah memberdayakan peningkatan pesat bahasa Indonesia. Tugas latihan politik, pertukaran, surat kabar, dan majalah sangat besar dalam memodernisasi bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 telah mengukuhkan kedudukan dan kemampuan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang tidak dapat dihindarkan. Saat ini, bahasa Indonesia dimanfaatkan oleh berbagai tingkat budaya Indonesia, baik di tingkat fokal maupun teritorial.
Kedudukan bahasa indonesia: