Mohon tunggu...
Gilang Mahesa
Gilang Mahesa Mohon Tunggu... -

Saat ini terus berjuang untuk membangun peradaban yang lebih baik , ini adalah akun pribadi - | CEO DBInvestment-Dirut Inilah Media Jabar-Komisaris Inilah Digital Media - Football Lover - Persib Salawasna - Socialpreneur - CSR Consultant |

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menghormati yang Telah Pergi dan Terluka, Bisakah Kita Berhenti?

27 Juli 2017   13:16 Diperbarui: 28 Juli 2017   02:21 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya masih ingat malam itu Minggu Tanggal 27 Mei 2012, malam yang dipenuhi oleh rasa kemarahan dan kesedihan ketika mendapatkan kabar meninggalnya pendukung Persib setelah mengalami kekerasaan dan penganiayaan supporter di GBK Jakarta. Marah sebagai bentuk solidaritas saya dan alm Rangga Cipta Nugraha ( korban kekerasan di GBK saat itu ) yg disatukan bukan oleh ikatan darah tapi oleh sebuah kecintaan dan fanatisme klub yang sama, Persib Bandung

Sedih sebagai bentuk rasa kemanusian, karena tidak pantas harga satu nyawa manusia ditukar untuk sebuah fanatisme sempit dalam dunia sepakbola

Segera setelah kejadian tersebut semua orang bicara dengan kalimat yang sama : " semoga ini adalah kejadian terakhir ". Kalimat dari Teguh Riyanto ayah dari Rangga : " jadikan anak saya ( Rangga Cipta Nugraha ) korban terakhir dari suporter. Tdk ada korban lagi setelah ini "- saya highlight dengan tegas di akun Twitter saya dengan kata-kata : remember this !

Tapi seiring berlalunya waktu dan ingatan kita, korban kekerasan dalam sepakbola Indonesia tidaklah berakhir, selalu kembali datang dan kembali kita merepetisi pernyataan kita : " semoga ini yang terakhir "

Lalu 5 tahun berselang, hari ini Senin 27 Juli 2017, saya mendapatkan kembali kabar yang sama , seorang anak muda Richo Andrean yang sangat mencintai klubnya Persib Bandung meninggal karena aksi kekerasan supporter yang sedihnya dilakukan oleh sekelompok supporter yang katanya mencintai klub yang sama 

tragis, ironis, menyedihkan  ....... apa lagi kata yang tepat untuk ini ?

Dalam sepakbola kita memang berkewajiban mewariskan dan menjaga ingatan soal fanatisme dan kebanggaan klub kita pada anak cucu kita, tapi kita tidak diwajibkan mewariskan kekerasan dan kebencian diluar batas nalar kemanusiaan pada generasi setelah kita, karena satu nyawa manusia lebih berharga dibanding satu trophy di lemari klub kebanggaan kita atau bahkan 1 point yg bisa didapat oleh klub kita

Apakah kali ini yang terakhir ? Mengapa ini tidak berakhir  ?

Karena kita semua, siapapun stakeholder di dalam sepakbola Indonesia, tidak pernah benar - benar mengupayakan cara dengan sangat serius supaya ini kejadian yang terakhir. Kita tidak pernah membuat sebuah ketentuan regulasi yang bisa mendorong semua stakeholder sepakbola Indonesia dipaksa berfikir untuk memperbaiki keadaan ini, ketentuan yang ada hanya denda-denda dan hukuman ringan seperti larangan menonton atau menonton tanpa atribut

Pernahkah kita lihat klub mendapatkan hukuman seperti Liverpool  yang diakibatkan oleh prilaku suportenrya ? pernahkah ada hukuman yang keras menghukum kelompok-kelompok supporter yang terus melakukan kekerasan sehingga jatuh korban  ?

Di Swedia, Liga sepakbolanya dihentikan gara-gara ada supporter yang terbunuh karena aksi kekerasan antar supporter, Badan Penyelenggara Liga Prancis (LFP) bahkan pernah jatuhkan sanksi penutupan sebagian tribun penonton Stade Velodrome, kandang klub Olympique Marseille hanya karena rusuhnya supporter klub tersebut, lihatlah apa yang dialami Vasco Da Gama, Riverplate, Mohun Bagan ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun