Mohon tunggu...
gijenal
gijenal Mohon Tunggu... Administrasi - hearer

ingin menjadi pendengar yang baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jualan Halal

2 Februari 2019   16:51 Diperbarui: 2 Februari 2019   21:26 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 2016 lalu terjadi fenomena strategi marketing yang cukup menarik. Alih-alih sebagai sebuah keharusan, saat itu makin banyak produsen yang menjadikan kehalalan sebagai nilai jual produk.
Di tahun 2016 silam, Majelis Ulama Indonesia memang mengusulkan sertifikasi halal untuk produk sandang yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, namun apakah hal tersebut dapat dikatakan sebagai alasan dibalik gencarnya iklan-iklan yang mengusung kehalalan sebagai keunggulan produk? 
Faktanya, mantan wakil direktur LPPOM MUI Osmena Gunawan menjelaskan alasan pihaknya mencetuskan ide tersebut, menurutnya MUI justru mendapat masukan dari para produsen, "Jadi bukan LPPOM MUI yang mencari-cari kerja" katanya dalam perbincangan bisnis yang diadakan oleh PASFM Radio Bisnis Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Menariknya, strategi pemasaran produk-produk tersebut dibawa lebih jauh lagi dengan narasi seolah-olah mempertanyakan kehalalan produk pesaing dan menggiring pasar agar hanya mengkonsumsi produk tersebut dengan cara menebar ketakutan, apakah selama ini konsumen memakai produk haram dan lantas berdosa. 
Masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan penganut agama islam memang merupakan pangsa pasar yang menggiurkan. Selain kehalalan, public figure yang identik dengan kesan islami kerap kali dijadikan bintang iklan dan menjadi salah satu strategi kunci marketing baik dari kalangan selebriti maupun pendakwah.
Ada pula strategi pemasaran yang mengesankan produk sebagai penunjang gaya hidup islami, yang banyak ditemui pada produk-produk yang menyasar perempuan, terutama kosmetik.
Teori kognisi sosial menjelaskan, dalam memutuskan sesuatu atau melakukan sebuah tindakan, setiap orang memiliki pertimbangan dan perasaan yang berbeda untuk sebuah obyek. Saat mendapat stimulus manusia tidak langsung memutuskan suatu respon/tindakan atas stimulus tersebut, melainkan melalui proses kognisi sosial dalam prosesnya.
Pertimbangan-pertimbangan atau perasaan-perasaan inilah yang mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang. Umat muslim tentu mempunyai pertimbangan yang sesuai dengan aturan/hukum agama dalam memilih suatu barang konsumsi.
Disinilah strategi marketing produk yang mengusung konsep islami memanfaatkan kognisi sosial masyarakat Indonesia yang menganut agama islam - yang jumlahnya mencapai ratusan juta dan merupakan pangsa pasar yang besar; Bahwa dengan mengkonsumsi produk mereka yang halal, direkomendasikan public figure muslim, serta penunjang gaya hidup islami; maka lengkap sudah alasan mengapa para konsumen muslim ini memutuskan untuk membeli bahkan bergantung pada produk-produk tersebut.
Sekilas tidak ada yang salah dengan fenomena marketing tersebut, namun jika kita kaji lebih dalam lagi terdapat sesuatu yang janggal, yang terjadi dalam proses pengambilan keputusan konsumen ataupun ilusi yang dijual produk-produk ini yakni; "imaji kesalehan".
Dengan membeli produk yang sekali lagi halal, direkomendasikan public figure muslim, serta dapat menunjang gaya hidup islami, konsumen menjadi saleh dan telah mengamalkan gaya hidup islami (atau lebih jauh lagi berilusi bisa masuk surga). Contohnya dapat kita lihat dari produk susu 'Hilo Soleha', yang dimana sangat dominan dijelaskan dalam kandungan susu tersebut terdapat vitamin D yang sangat tinggi, yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kesalehan yang menjadi judul besar produk tersebut.
Ada pula lemari es bersertifikasi halal yang dirilis tahun lalu, atau detergen cair halal 'Almeera' dari merk 'Total' yang nampaknya berupaya menerapkan unsur islami meskipun agak maksa. 
Pada kenyataannya, kita hanya menjadi konsumen yang setia, dan tidak ada sama sekali jaminan bahwa produk-produk ini selaras dengan gaya hidup islami. 

. 

Jakarta, 02 Februari 2019

Oleh : Regina, dalam rangka memenuhi tugas dari dosen terasik, bapak Naufal Umam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun