Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memeluk Papua Lebih Erat

22 Agustus 2019   16:36 Diperbarui: 22 Agustus 2019   16:40 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Massa Papua di Jakarta | Twitter/febrofirdaus 

Pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya bukan tidak tahu permasalahan apa yang terjadi di Papua.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 2009 telah melakukan riset selama empat tahun mengenai akar permasalahan di Papua.

Hasil dari riset tersebut itu pun terhimpun dalam jurnal penelitan yang mereka sebut "Papua Road Map" yang menjelaskan empat akar yang menjadi permasalahan utama di Papua yang sampai saat ini tidak ada satupun yang terselesaikan oleh Pemerintah yang seharusnya menjadi rumah untuk menaungi Papua.

Terdapat empat akar permasalahan yang hadir yang menjadi dasar gunung es kerusuhan dan aksi unjuk rasa yang terjadi hingga hari ini:

Pertama mengenai masalah sejarah serta status politik integrasi Papua ke Indonesia, sampai saat ini masih ada orang-orang Papua yang belum merasa terintegrasi ke Indonesia yang dilakukan dengan benar, sehingga butuh pembicaraan panjang dari dua pihak; Pemerintah dan Papua.

Kedua, mengenai kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua sejak tahun 1965 hingga sekarang melalui operasi militer yang tidak ada pertanggungjawaban dari negara Operasi militer ini tentu merugikan masyarakat Papua, dimana banyak sekali yang menjadi korban dari tindakan represif dari aparat.

Terhitung sejak 2014 hingga 2018, setidaknya sudah ada 15 warga sipil dan 14 aparat Indonesia yang tewas menjadi korban dalam berbagai insiden kekerasan bersenjata yang ada di Papua.

Dalam empat tahun terakhirpun, insiden kekerasan bersenjata, baku tembak dan penyanderaan terjadi di empat tempat, yakni Kabupaten Nduga, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, PT Freeport Mile 68 dan Kabupaten Puncak.

Ketiga, perasaan terdiskriminasi dan termajinalkan yang diakibatkan oleh penyingkiran orang-orang papua dalam rumusan pembangunan di tanah Papua. Berdasarkan bentuk tubuh memang orang Papua yang memiliki ras Melanesia memiliki perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan ras Melayu, Jawa, Minang dan ras Indonesia lainnya.

Seorang aktivis Papua Filep Karma dalam tayangannya di Mata Najwa mengatakan bahwa isu diskriminasi ini dirasakan orang-orang Papua yang memiliki ras Melanesia terjadi dari mereka yang berasal dari suku Jawa dan Melayu, yang notabene adalah dua suku terbesar di Indonesia yang sudah seharusnya kita mengambil langkah pertama menghentikan diskriminasi ini.

Akar permasalahan keempat terkait dengan pembangunan di Papua yang dinilai gagal (riset ini dibuat pada tahun 2009 hingga 2013), dimana mengakibatkan efek domino di berbagai sektor seperti pada bidang pendidikan, kesehatan hingga ekonomi rakyat. Hampir di semua bidang Papua memiliki indeks kehidupan yang paling kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun