Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Banyak Turis Asing di Indonesia Mulai Meresahkan, Harus Ditindak Tegas?

12 Agustus 2019   22:14 Diperbarui: 13 Agustus 2019   09:38 20194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begpacker | Sumber: IST/The Independent

Akhir-akhir ini kita sebagai orang Indonesia menjadi jengah dengan kelakuan turis asing yang bertindak sewenang-wenang baik kepada masyarakat hingga petugas pemerintahan di Bali.

Beberapa kali kita membaca dan melihat video yang diunggah di banyak sosial media terkait tindakan-tindakan para turis yang tidak menghormati budaya Bali bahkan bertindak semaunya sendiri.

Berita yang terbaru yang tersebar di sosial media ada dua orang bule yang melecehkan tempat suci umat Hindu di kawasan objek wisata Monkey Forest, Desa Padangtegal, Ubud, Bali.

Dalam video yang beredar terlihat turis pria yang membasuh pantat turis wanita dengan air yang mengucur pada sebuah pelinggih yang disucikan oleh umat Hindu.

Tidak merasa bersalah, mereka malah tertawa terbahak-bahak akan apa yang sudah mereka lakukan.

Akhirnya kedua turis tersebut membuat video permintaan maaf setelah ada upaya mediasi yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pihak Kepolisian, Imigrasi, Desa Adat dan Honorary Consul Republik Czech.

Tidak lama sebelum kejadian itu, ada seorang bule di Denpasar yang berusaha mencuri sepeda motor milik warga lokal, kemudian berlari kabur dan berusaha menabrakkan diri ke kendaraan yang melintas di jalan.

Tangkapan Gambar Video Bule Ngamuk di Bali | Tribun Bali
Tangkapan Gambar Video Bule Ngamuk di Bali | Tribun Bali

Aksinya itu membuat seorang pengendara motor Scoopy jatuh tersungkur dan motornya ikut terguling dan terseret beberapa meter dari lokasi kejadian.

Bule pria itu juga akhirnya tertangkap dan dibawa kepada pihak yang berwajib.

Masih ada beberapa kejadian lagi yang membuat kita orang Indonesia resah sekaligus jengah dengan tindakan semena-mena dari para turis ini mulai dari turis yang menampar kepala petugas Imigrasi, merusak patung Catur Muka, melarang warga berenang di depan villa, hingga turis yang mengambil banyak barang hotel yang seharusnya dilarang.

Tidak hanya kelakuan para turis-turis yang tidak sopan dan cenderung semena-mena, Pemerintah Provinsi Bali juga sedang menghadapi fenomena "Begpacker" yakni turis mancanegara yang nekat dan miskin datang ke Bali.

Para begpacker ini kerap berlagak menjadi gembel lalu mencari uang di jalanan karena mereka tidak mempunyai uang untuk hidup selama di Bali. Ada juga turis yang mengais-ngais sampah hanya untuk mencari makanan sisa.

Dan ketika pemerintah Indonesia harus dibuat repot menangani masalah ini, lagi-lagi uang dari anggaran negara yang dipakai untuk mengurusi hal ini mulai dari konsumsi, penginapan hingga akomodasi.

Begpacker | Tribun Jogja
Begpacker | Tribun Jogja

Tentu saja hal ini sangat meresahkan membuat kita jengah dan muak, tidak hanya penduduk lokal di Bali tetapi juga sektor pariwisata di Indonesia yang terkesan "melacurkan" diri kepada mancanegara tanpa tahu masalah yang harus dihadapi.

Berdasarkan World's Travel & Tourism Competitive Index (TTCI) yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia menjadi negara paling terbuka dengan turis mancanegara peringkat 17 dunia.

Artinya untuk para turis dari mancanegara bisa dengan mudahnya masuk ke Indonesia tanpa keribetan dari aturan yang ketat, belum lagi fasilitas bebas visa yang diberlakukan di banyak negara.

Padahal buat WNI untuk mengurus visa ke luar negeri seperti negara Uni Eropa dan Amerika kerap kali mengalami kesulitan karena banyaknya syarat yang harus diajukan supaya visa mereka diterima dan bisa pergi ke Eropa.

Beberapa syarat yang penting yang harus dilengkapi oleh WNI seperti harus melampirkan tiket pesawat pergi-pulang, booking hotel, hingga lampiran bukti rekening yang dipunyai.

Sehingga negara-negara maju di Eropa dan Amerika inipun tidak harus mengurusi para "begpacker" yang kehabisan biaya untuk makan dan ongkos pulang ke negara asalnya.

Seharusnya kebijakan serupa juga harus diimplementasikan di Indonesia agar tidak sembarangan turis asing yang bisa masuk ke Indonesia dan berlaku seenaknya sendiri bahkan mengemis di bukan negaranya sendiri.

Kita harus sadar untuk membuang mental inlader kita, bahwa orang-orang bule berkulit putih tidak lebih tinggi derajatnya dari orang Indonesia. Kita tidak lebih rendah dari orang Eropa atau Amerika sehingga mereka bisa berlaku semena-mena terlebih di tempat-tempat sakral.

Selain itu, warisan budaya di era kolonial yang sudah berlalu lebih dari 350 tahun ini harus kita tinggalkan. Kebanyakan dari orang Indonesia menganggap bahwa orang-orang berkulit putih secara otomatis mempunyai uang yang melimpah sehingga tidak merepotkan masalah di kemudian hari. 

Kita sudah melihat fenomena sebagai bukti bahwa orang kulit putih selalu kaya bukanlah hal yang tepat.

Selain itu, banyaknya kejadian ini sebagai refleksi bagaimana pemerintah lewat Kementerian Pariwisata dengan gegabah membuat program-progam yang dinilai tidak dipersiapkan dengan baik dan matang.

Pada tahun 2019 ini Kementerian Pariwisata menargetkan sekitar 20 juta pengunjung dari mancanegara masuk ke Indonesia, namun target 20 juta wisatawan ini diikuti dengan kelonggaran sistem seleksi yang membuat tidak ada saringan bagi wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia.

Jumlah 20 juta wisatawan masuk ke Indonesia memang sebuah target gila dan bisa menambah devisa negara dengan nilai yang sangat signifikan, namun bila hal tersebut menimbulkan masalah negara juga yang akan kerepotan. 

Belum lagi bila mereka sudah mulai mengganggu dan merusak nilai-nilai kebudayaan Indonesia sendiri, itu harga yang tidak bisa dibayarkan dengan hal-hal materil.

Hal ini menjadi tamparan keras sekaligus refleksi untuk dunia pariwisata di Indonesia, bahwa yang terpenting bukan hanya sekadar jumlah wisatawan yang datang dengan melonggarkan aturan-aturan yang sebenarnya penting.

Menjaga legacy, budaya, nilai-nilai serta keutuhan dari Indonesia dan juga sustainability dari tempat-tempat wisata di Indonesia itu lebih penting dari sekadar jumlah devisa negara yang besar namun banyak tempat wisata yang hancur karena over capacity dan juga wisatawan yang tidak menghormati adat-istiadat penduduk lokal.

Indonesia itu mahal, tak elok bila ditawarkan dengan harga murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun