Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Rapor Merah Kemenhub di Tangan Budi Karya Sumadi

11 Juni 2019   16:05 Diperbarui: 13 Juni 2019   14:50 3583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi | Kompas/Estu Suryowati

 

Kementrian Perhubungan (Kemenhub) sepertinya sedang mendapatkan rapor merah dari masyarakat terkait layanan mereka. Bagaimana tidak, dari semua permasalahan yang yang harus dihadapi Kementiran Perhubungan tidak menemukan jalan keluar yang win-win solution. Setidaknya banyak pihak yang dirugikan dari beberapa keputusan yang diambil oleh Kemenhub.

Selain itu, Kemenhub juga dinilai terlalu lamban menangani permasalahan yang berdampak secara sistemik dan berakibat banyak pihak dirugikan, khususnya konsumen atau masyarakat Indonesia.

Parahnya lagi, bukannya memberikan penjelasan yang runut dan logis, Kementrian Perhubungan malah memberikan pembenaran yang membuat masyarakat geleng-geleng kepala.

Oleh karena itu, Jokowi selaku pemimpin Indonesia harus meresuffle Menteri Perhubungan yang berada langsung dibawah kendali Presiden. Keputusan ini mengingat Budi Karya Sumadi terlalu lamban menangani permasalahan yang berhubungan dengan kemahslatan masyarakat Indonesia.

Apa saja itu? Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan Kementerian Perhubungan mendapatkan rapor merah.

1. Polemik Tiket Pesawat Mahal



 

Maskapai Penerbangan Indonesia | tribunnews
Maskapai Penerbangan Indonesia | tribunnews

Sampai saat ini, persoalan tiket mahal masih belum menemukan titik temu yang memuaskan baik dari sisi konsumen maupun maskapai pesawat terbang.

Bahkan sejak akhir tahun 2018 lalu hingga tengah tahun 2019 ini, tiket pesawat terbang dari hampir semua maskapai dalam negeri masih tergolong mahal. Keputusan Kemenhub mengatur tarif batas atas pun pada pertengahan Mei lalu pun dianggap tidak mempunyai dampak yang signifikan.

Kenaikan harga tiket pesawat yang tidak masuk akal di masa-masa peak seasons ini tentu saja memberatkan masyarakat Indonesia, terutama mereka yang seharusnya bisa mudik dengan menggunakan moda transportasi udara harus berpikir berulang kali, bila pun jadi menggunakan pesawat, maka anggaran perjalanan menjadi membengkak.

Untuk mengatasi hal ini, Kemenhub menyarankan untuk mengganti moda transpotasi dari udara ke darat maupun laut. Padahal kita semua tahu bahwa Indonesia negara kepulauan yang dengan bentang wilayah yang sangat panjang. Ini artinya perjalanan udara bisa mempersingkat waktu tempuh dibandingkan dengan perjalanan darat maupun laut.

Bila dengan menggunakan pesawat terbang hanya membutuhkan waktu dua hingga tiga jam saja, maka dengan menggunakan bus ataupun kapal laut bisa menghabiskan waktu delapan hingga belasan jam.

Hal ini membuat waktu tempuh menjadi tidak efisien.

Akibatnya, masyarakat yang menggunakan moda transportasi pesawat terbang pun berkurang secara signifikan. Jika dibandingkan dengan Lebaran tahun lalu jumlah pemudik yang menggunakan pesawat terbang turun hingga 33 persen.

Berdasarkan data dari Kementrian Perhubungan dari H-7 hingga H+4 Lebaran 2019, angka kumulatif keberangkatan penumpang tercatat 2.700.995 keberangkatan, sementara pada tahun lalu mencapai 3.899.278 keberangkatan.

Kemudian tiket pesawat yang mahal tentu akan membuat penumpang menjadi semakin sedikit, salah satu yang dirugikan dari hal ini adalah para maskapai penerbangan.

Diketahui beberapa maskapai penerbangan di Indonesia terlihat sedang berdarah-darah, contohnya Lion Air Group diketahui meminta penundaan pembayaran jasa kebandarudaraan kepada PT Angkasa Pura I (Persero).

Jasa kebandarudaraan yang harus dibayarkan oleh Lion Air (yang diminta penundaan untuk pembayarannya) meliputi sewa check-in counter, parking fee hingga baggage handling.

Tidak hanya itu, maskapai penerbangan Air Asia juga diketahui sedang merugi hingga Rp 1 triliun, begitu yang diucapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan, Plana B Pramesti.

Hingga saat ini pemerintah melalui Kementrian Perhubungan masih memantai laporan keuangan dari berbagai maskapai penerbangan di Indonesia tersebut.

Kerugian juga dialami oleh pihak pengelola bandara dalam hal ini di bawah naungan Angkasa Pura, beberapa bandara yang merugi karena sepinya penumpang pesawat terbang ini seperti Bandara Aceh yang rugi hingga Rp 42 miliar.

Kemudian Bandara Internasional Kualanamu Medan diketahui rugi sekitar Rp 2 miliar per bulannya, Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang juga disebut rugi hingga Rp 3 miliar perbulan dan Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru juga merugi hingga Rp 12 miliar.

2. Macet di Arus Balik Lebaran

Kemacetan di Tol Cikampek (Antara)
Kemacetan di Tol Cikampek (Antara)
Usai arus mudik, terbitlah arus balik. Usai berbondong-bondong mudik ke kampung halaman, secara berbondong-bondong juga para pemudik kembali dari kampung halaman. Perbedaannya bila mudik dilakukan secara bertahap, sedangkan untuk balik kembali dilakukan hampir serentak. Akibatnya banyak yang terjebak dalam kemacetan.

Bahkan akibat dari kemacetan ini, waktu tempuh menjadi dua kali lipat dari waktu tempuh normal, ada dari Purwokerto menuju Jakarta yang seharusnya membutuhkan waktu tempuh 7 jam, harus terjebak dan memakan waktu sekitar 15 jam.

Ada juga pemudik dari Tangerang menuju Bandung kota yang secara normal membutuhkan waktu 3 -3,5 jam harus menempuh waktu hingga 10 jam, karena pemberlakukan sistem one way oleh pihak terkait.

Tentu saja hal ini menjadi pembelajaran tidak hanya bagi pemudik, tetapi juga pemerintah khususnya Jasa Marga dan Kementrian Perhubungan, bahwa rekayasa lalu lintas ini membuat kekagetan yang sistemik sebagai gejala bahwa pemerintah tidak terlalu siap menghadapi arus balik kali ini.

3. Aturan Penghapusan Diskon Ojek Online

Demo Driver Ojek Online (23/4/2018) | Kompas/Andreas Lukas Altobeli
Demo Driver Ojek Online (23/4/2018) | Kompas/Andreas Lukas Altobeli
Dan yang terakhir adalah tentang bagaimana Kementrian Perhubungan menangani persoalan Ojek Online.

Kementrian Perhubungan berencana akan menerbitkan aturan terkait larangan pemberian diskon oleh transportasi online, namun hal ini masih dalam kajian dan apabila hal ini benar dilakukan maka bulan Juli mendatang tidak ada lagi diskon untuk pengguna ojek online.

Budi Karya Sumadi sediri mengatakan bahwa Kemenhub menerbitkan beleid untuk melindungi pengemudi, selain itu agar perusahaan penyedia aplikasi tak saling mematikan dalam persaingan.

Padahal pembeda paling mendasar dari aplikator ojek online adalah aplikator dan kerjasama fintech di masing-masing perusahaannya.

Persaingan seharusnya akan tetap ada dan diawasi supaya tidak merugikan dan membohongi baik dari penyelia layanan, driver maupun pengguna ojek online itu sendiri.

Bila hal ini dilakukan oleh Kemenhub, maka bisa dipastikan customer ojek online akan turun karena keputusan ini tentu saja merugikan pihak pengguna layanan ojek online.

Selagi driver, aplikator, customer dan pihak ketiga tidak dirugikan dengan adanya promo, kenapa hal semacam ini harus dibatasi oleh Kemenhub itu sendiri? Bukannya Kemenhub bertugas mengawasi bukan membatasi, persaingan ojek online biar bertarung di pasar mereka masing-masing.

Rencana Kemenhub membuat beleid ini dipandang tidak masuk akal dan merugikan konsumen.

Padahal pada awal bulan Mei dahulu, Kemenhub juga menerbitkan peraturan terkait tarif baru yang tentunya akan menjadi lebih mahal dari sebelumnya dan ini sangat merugikan para customer.

Padahal permasalahan terkait aturan Ojek Online ini masih seperti labirin yang perlu diselesaikan, tapi nyatanya pihak Kemenhub selalu mengurusi hal-hal yang tidak terlalu fundamental.

Rapor merah yang didapatkan oleh Kemenhub ini menjadi bukti bahwa Budi Karya Sumadi tidak mampu mengorganisir lembaga sebesar kementerian yang perlu penanganan kompleks karena berhubungan dengan banyak hal di beragam sistem.

Oleh karena itu, sudah seharusnya polemik dan permasalahan di bidang perhubungan semestinya diselesaikan dengan cepat karena kita masih mempunyai beragam masalah yang harus dihadapi.

Bila pemimpin pada tingkatan tinggi suatu divisi dalam organisasi dinilai telah gagal mengatasi suatu masalah, maka jalan terakhir adalah dengan menggantinya dengan yang lebih berkompeten.

***

*Update

Kemenhub membatalkan rencana mengatur kebijakan promo ojek online. Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi Rabu 12 Juni 2019.

Buda mengatakan, "Promo kalau memang nanti ada usulan baru kita bahas. Itu adalah usulan dari para stakeholder, bukan kita yang mau ngatur-ngatur," ujar dia di Jakarta.

Pernyataan tersebut merevisi ucapan Menhub Budi beberapa waktu lalu, yang sempat melarang adanya pemberian diskon ojek online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun