Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Domino Effect Naiknya Harga Tiket Pesawat dan Bagasi Berbayar, Pemerintah Mau Gimana?

12 Februari 2019   13:22 Diperbarui: 14 Februari 2019   01:23 3568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: kontan.id

Naiknya harga tiket pesawat dan keputusan bagasi berbayar ow Cost Carrier (LCC) berimbas kepada banyak pihak, Lalu Pemerintah mau ngapain?

Pada bulan November 2018 hingga menjelang momen natal dan tahun baru yang lalu, kita dibuat heboh dengan kenaikan harga tiket pesawat yang dirasa tidak masuk di akal. Indonesia Air Carrier Association (INACA) mengakui bahwa rata-rata kenaikan harga tiket pesawat sebesar mulai dari 40 bahkan hingga 120 persen.

Bahkan ada beberapa warganet yang mencoba cek harga tiket pesawat ke luar negeri justru jauh lebih murah daripada di dalam negeri, fenomena terjadi ketika permintaan pembuatan paspor di Aceh meningkat karena rute Aceh-Malaysia-Jakarta lebih murah dibandingkan rute Aceh-Jakarta itu sendiri.

Sebelumnya juga ramai diperbincangkan ketika salah seorang di dunia maya mengunggah capture an harga tiket pesawat Papua-Jakarta lebih mahal dibanding dengan rute Papua -- Singapura transit di Jakarta. Dengan seperti itu bisa dianalogisan lebih baik membeli tiket pesawat rute Papua-Singapura namun setelah transit tidak melanjutkan perjalanannya lagi, cukup sampai di Jakarta saja.

Setelah riuh kenaikan harga tiket pesawat sampai pada puncaknya, akhirnya maskapai penerbangan kembali menurunkan harga tiket pesawat, namun bila dibandingkan dengan harga awal sebelum naik, tetap terjadi kenaikan harga tiket pesawat yang cukup besar kendati tidak sebesar sebelumnya.

Bagasi Berbayar

Tak lama setelah riuh kenaikan harga tiket pesawat mereda di permukaan, secara mendadak maskapai penerbangan berbiaya murah (LCC) memutuskan untuk menerapkan bagasi berbayar yang sontak saja membuat banyak pengguna pesawat terbang ini kaget terheran-heran.

Sebenarnya, keputusan terkait bagasi berbayar ini tidak menyalahi aturan. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) no 185 tahun 2015, kelompok penerbangan full service seperti Garuda Indonesia dan Batik Air tidak dikenakan biaya bagasi maksimal 20 kg, sedangkan kelompok medium service seperti Trigana Air, Travel Express, Sriwijaya Air, NAM Air, dan Transnusa Air bagasi gratis maksimal 15 kg.

Dan khusus Low Cost Carrier seperti Lion Air, Wings Air, Indonesia AirAsia, Indonesia AirAsia Extra, Citilink, dan Susi Air diperbolehkan untuk dikenakan biaya tambahan.

Sejak 8 Januari 2019 lalu, maskapai penerbangan Lion Air dan Wings Air tidak lagi menerapkan bagasi gratis. Sebelumnya Lion Air menerapkan bagasi gratis 20 kg per penumpang, sedangkan Wings Air bagasi gratis maksimal 10 kg per penumpang.

Sedangkan Maskapai Citilink, merencanakan akan menerapkan sistem bagasi berbayar pada 8 Februari 2019 lalu, namun pihak Citilink masih menunda penerapan bagasi berbaya tersebut hingga waktu yang belum bisa ditentukan.

Karena keputusan dari masing-masing pihak maskapai tersebut, bila kamu ingin tidak dikenakan biaya bagasi maka maksimal berat yang masuk ke dalam kabin pesawat sebesar 7 kg, lebih dari berat itu akan dikenai biaya tambahan.

Proses penghitungan tarif biaya bagasi ini pun bermacam-macam mulai dari berat bagasi hingga lama durasi penerbangan, setiap maskapai penerbangan punya mekanisme sistemnya masing-masing.

Pada Maskapai Penerbangan Lion Air, bagasi kabin tetap gratis apabila berupa satu buah tas jinjing dengan ukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm dengan berat tidak melebihi 7 kg.

Berdasarkan laman resmi Lion Air, harga bagasi ini memiliki harga 10kg Rp 310 ribu, 15 kg Rp 465 ribu, 20 kg Rp 620 ribu, 25 kg Rp 755 ribu dan 30 kg Rp 930 ribu.

Tentu saja dengan kenaikan harga tiket pesawat ditambah dengan penerapan bagasi berbayar bagi para maskapai penerbangan berbiaya murah ini sangat memberatkan bagi para pengguna transportasi pesawat terbang.

Namun ternyata, keputusan yang terlihat sangat memberatkan penumpang ini tidak semata-mata menguntungkan para prilaku industri penerbangan.

Kenaikan harga tiket pesawat yang melonjak tajam dan keputusan penerapan dari bagasi berbayar untuk maskapai penerbangan berbiaya murahini dikarenakan adanya biaya operasional pada industri penerbangan yang sangat tinggi yang mengharuskan para perusahaan penerbangan ini survive demi melakukan efisiensi dan operasional masihbisa berjalan tanpa harus merugi.

Pasalnya, Moda transportasi pesawat terbang adalah satu jenis transportasi yang membutuhkan banyak pihak yang bekerja jadi ada beberapa komponen yang menentukan harga tiket pesawat. Komponen tersebut seperti harga dasar (basic fare), asuransi IWJR (Iuran Wajib Jasa Raharja), Pajak, Airport Tax hingga Airnav Charge.

Belum lagi labilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar juga pengaruh dari harga minyak dunia. Diakui atau tidak industri ini mempunyai keruwetannya tersendiri yang tidak bisa asal main memutuskan apalagi salah langkah.

Maskapai Penerbangan yang Merugi

Keadaan yang terjadi sekarang ini adalah, banyaknya maskapai penerbangan di Indonesia yang masih merugi.

Sriwijaya Air 

Bedasarkan laporan keuangan Garuda Indonesia pada September 2018 lalu, Sriwijaya Air masih memiliki utang jangka panjang sebesar 9,33 juta dolar AS atau sekitar Rp 135 miliar (kurs Rp 14.600).

Selain itu, Sriwijaya juga mempunyai kewajiban kepada Garuda Indonesia sebesar 6,28 juta dolar AS dan Rp 119,77 miliar (setara dengan 8,7 juta dolar AS).

Untuk membantu permasalahan finansial yang dialami oleh Sriwijaya Air, maka pada akhir 2018 Garuda Indonesia melalui anak usahanya Citilink mengambil alih operasional dan pengelolaan finansial Sriwijaya Air Group termasuk Nam Air

Ambil alih pengelolaan finansial dan operasional Sriwijaya Air Group ini melalui kerja sama operasi (KSO). Kendati demikian tidak ada perubahan struktur dalam kepemimpinan di Sriwijaya Air beserta kepemilikan sahamnya.

Garuda Indonesia

Sementara itu, Maskapai Penerbangan plat merah, Garuda Indonesia pada semester pertama di tahun 2018 mencatatkan kerugian sebesar 116 juta dolar Amerika atau lebih dari 1,5 triliun rupiah.

Kerugian tersebut yang dialami Garuda Indonesia tersebut lebih rendah dibandingkan pada periode yang terjadi di tahun sebelumnya yang mencapai 281,92 juta dolar Amerika.

Air Asia

Sedangkan berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan perseroan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Indonesia AirAsia menderitarugi Rp 639,162 miliar di kuartal III 2018.

Rugi itu membengkak 45 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp 440,497 miliar.

Lion Air

Pada tahun 2017 lalu, Lion Air Group mencatatkan pembukuan kerugian yang dialami oleh Lion Air.

Meskipun pihak manajemen enggan menyembut angka kerugian secara spesifik, Lion Air Group mengaku kerugian yang dialami tersebut meningkat bila dibandingkan dengan tahun yang sebelumnya.

Kerugian ini akibat dari pelemahan daya beli yang terjadi pada saat itu.

Meskipun demikan, Lion Air Group tetap berupaya melebarkan sayapnya dengan membeli 50 pesawat Boeing 737 MAX 10 yang merupakan generasi terbaru di industri penerbangan.

Demi mendapatkan 50 pesawat ini Lion Air merogoh kocek US$ 6,24 miliar atau sekitar Rp 84,2 triliun.

Domino Effect yang Dirasakan Langsung Akar Rumput

Efek dari kenaikan harga tiket pesawat dan juga penerapan bagasi berbayar ini langsung berimbas pada turunnya jumlah penumpang yang menggunakan pesawat terbang. Hal ini tingkat kepadatan di beberapa bandara seperti Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, Bandara Hang Nadim, Batam, Bandara Kualanamu, Medan hingga Bandara Soekarno-Hatta dilaporkan menurun.

Penurunan jumlah penumpang berimbas juga dengan banyaknya penerbangan yang dibatalkan, Di Bandara Hang Nadim, Batam, pada hari kamis (7/2/2019) mencatat ada 14 pembatalan penerbangan diantaranya adalah Lion Air dengan 9 penerbangan, Wings Air dengan 3 penerbangan, Garuda dengan 1 penerbangan dan Citilink dengan 1 penerbangan.

Selain turunnya jumlah penumpang pengguna pesawat terbang karena naiknya harga tiket pesawat, penerapan bagasi berbayar juga memberikan efek yang tidak main-main juga.

Beberapa pihak terkena imbasnya seperti para porter bandara dan juga supir taksi. Karena bagasi berbayar ini banyak orang yang lebih mengirimkan barang bawaannya melalui jasa ekspedisi dibandingkan masuk di dalam bagasi, karena harga yang ditawarkan melalui jasa ekspedisi jauh lebih murah.

Sehingga mereka yang menggunakan pesawat terbang  hanya membawa tas ransel kecil yang dirasa lebih praktis dan juga hemat, namun hal ini justru merugikan porter yang menawarkan jawa untuk membawakan barang-barang berat di bandara.

Supir taksi pun juga ikut terkena efek dari hal kejadian ini. Biasanya penumpang menggunakan jasa taksi karena mereka membawa banyak barang dan beberapa koper kini bila hanya membawa satu tas ransel kecil mereka lebih memilih menggunakan jasa ojek online yang jauh lebih murah.

Berimbas pada Pariwisata dan Usaha UMKM

Selain itu, sektor pariwisata dan usaha umkm juga turut terkena dari dampak ini, efek domino dari naiknya harga tiket, mengakibatkan menurunnya jumlah penumpang juga menurunnya jumlah orang yang menginap di hotel. Hingga sektor pariwisata akan menjadi terganggu.

Selain hotel, beberapa pihak terkait yang masuk dalam sektor pariwisata juga pasti akan terkena efek ini, seperti UMKM yang sebagian besar adalah usaha produk-produk yang bisa dijadikan oleh-oleh bagi para pengunjung di suatu tempat tertentu. Sehingga mereka berpikir dua kali untuk membeli banyak barang.

Selain itu, banyak orang-orang yang mulai beralih daripada berkunjung ke berbagai tempat di dalam negeri dengan harga tiket yang mahal dan bagasi berbayar lebih memilih pergi ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan beberapa negeri lainnya.

Dibanding harus direpotkan dengan harga tiket pesawat tujuan dalam negeri yang tinggi, belum lagi penerapan bagasi berbayar yang cepat membuat menambahnya biaya yang harus dibayarkan. Pilihan untuk berlibur ke luar negeri menjadi alternatif yang lebih menjanjikan lagi.

Lalu apa yang akan dilakukan oleh pemerintah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun