Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Reza Artamevia, Antara Spiritual dan Narkoba

4 September 2016   08:42 Diperbarui: 4 September 2016   08:53 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: recoverynavigation.com

Menurut KBBI online (kbbi.web.id), kata "spiritual" merupakan edjektiva yang berarti berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin). Menurut Concise Oxford English Dictionary, spiritual merupakan adjektiva yang memiliki dua sisi arti: (1) berhubungan atau mempengaruhi jiwa manusia, dan (2) berhubungan dengan agama/kepercayaan.

Jadi, jika ada sebutan guru spiritual, kita bisa mengasosiasikannya dengan pengajar ketenangan jiwa (kebatinan) atau dengan seorang ahli agama (ulama) yang mengajarkan agama. Seorang ulama tulen tentunya sekaligus pengajar ketenangan jiwa karena agama jelas mengajarkan ketenangan jiwa.

Namun, tidak berlaku sebaliknya, seorang pengajar kebatinan tidak selalu seorang ahli agama. Karena ketenangan jiwa juga bisa terbentuk dari ketidaktahuan adanya sanksi atau akibat atas setiap perbuatan yang dicarikan pembenarannya. Lalu guru spiritual jenis mana yang biasa "disembah" para artis? Tentu tidak bisa dipastikan sebelum dilakukan penelitian. Hanya bisa diprediksi saja.

Reza Artamevia, penyanyi wanita bersuara khas ini sempat membuat geger dunia pemberitaan setelah menghilang pasca perceraiannya dengan Adjie Massaid (almarhum) belasan tahun silam. Berbagai dugaan termasuk menjadi korban penculikan sempat membuat panik beberapa kalangan. Namun, sekitar seminggu setelahnya biduanita ini terlihat muncul di sebuah padepokan tempat guru spiritualnya, Gatot Brajamusti alias Aa Gatot. Kabarnya Reza berniat menenangkan diri di bawah bimbingan guru spiritualnya itu. Setelah itu tak terekspos lagi aktivitasnya oleh media massa.

Dan, beberapa hari lalu Reza pun kembali menghiasi halaman berita. Sayangnya berita miring. Ia tertangkap bersama dengan guru spiritualnya dan beberapa pihak lain. Barang bukti narkoba ada bersama mereka. Gatot Brajamusti sang guru spiritual dan istrinya terbukti mengonsumsi narkoba. Beberapa media online juga mengabarkan bahwa Reza Artamevia positif menggunakan narkoba. Namun, beritanya jadi simpang siur karena ada televisi yang memberitakan bahwa berdasarkan pemeriksaan, Reza Artamevia dinyatakan negatif narkoba, tapi tetap harus menjalani rehabilitasi narkoba. Lucu, kan? Memang. Artis kalau punya pengacara ya gitu itu, suka "membodohi" orang.

Lepas dari masalah berbaik sangka atau menghargai praduga tak bersalah, menarik untuk mencermati kaitan antara spiritual dan narkoba. Bukan bermaksud bercanda, kedua hal itu memang ada kaitannya.

Dalam dunia spiritual dikenal istilah ekstase (ecstasy), yaitu keadaan di mana seseorang merasa sangat bahagia dan damai sedamai-damainya. Keadaan itu berhubungan dengan trans, yaitu keadan di mana seseorang terputus hubungan dengan sekelilingnya.

Dalam berbagai cerita, keadaan trans dan ekstase dialami dengan berbagai latihan semacam meditasi, olah napas, tafakur, atau semedi. Sebagian di antaranya diiringi mantera atau zikir. Kondisi trans dan ekstase spiritual dicapai dengan lelaku dan olah batin yang sayangnya perlu waktu tak sebentar.

Selebriti biasanya sibuk, untuk lelaku spiritual mungkin tak sempat terjadwalkan. Manajernya jelas tak mau waktu yang berarti uang akan banyak terbuang. Maka dicarilah guru spiritual, atau mungkin lebih tepatnya guru spiritual instan. Karena kendalanya waktu, maka dipilih peralatan atau medium yang dapat menyingkat waktu lelaku spiritual. Sayangnya, peralatan atau medium yang dianggap mampu menyingkat waktu lelaku itu merupakan barang terlarang, karena termasuk keluarga narkoba atau candu (kalau belum masuk dalam daftar narkoba).

Narkoba, termasuk sabu dan ekstasi merupakan jalur singkat untuk merasakan "kegembiraan yang meluap-luap", jalur singkat untuk mencapai pengalaman trans dan ekstase. Hanya saja saya jadi penasaran, samakah pengalaman ekstase para sufi dan pengalaman nge-fly para penikmat sabu dan ekstasi?

Apapun ceritanya, semoga spiritual tidak lagi dijadikan kedok untuk melakukan pembenaran atas penggunaan narkoba. Di bawah pengaruh narkoba, manusia mana yang masih mampu menjaga akhlaknya? Iya, sekalipun ia bergelar guru spiritual? Jadi, kalau ada guru spiritual yang "mengajarkan" penggunaan narkoba dan murid-muridnya mau-mau saja, wajar jika masyarakat menduga-duga kerusakan akhlak macam apa saja yang kemungkinan besar telah terjadi akibat perbuatannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun