Mohon tunggu...
Sugie Rusyono
Sugie Rusyono Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis merupakan ritus keabadian

Hobby menulis, Korda Akademi Pemilu dan Demokrasi Kabupaten Blora

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisasi Bansos Perilaku Korupsi Politik

7 Juni 2020   13:58 Diperbarui: 7 Juni 2020   13:49 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelaksanaan Pilkada yang ditetapkan pada 9 Desember 2020 terus menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Tetapi yang pasti bahwa tahun ini Pilkada akan tetap dilaksanakan di tengah Pandemi Covid-19 yang masih berjalan.  Pertanyaannya siapa yang diuntungkan dengan pelaksanaan Pilkada kali ini?

Sebagai catatan bahwa di tengah Pandemi Covid-19, Pemerintah mengelontorkan banyak bantuan sosial  dalam rangka  mengatasi kesulitan masyarakat dimanfaatkan untuk sosialiasi diri. Bantuan ini saya istilahkan Ngeri-ngeri sedap khususnya bagi calon Petahana. Lantaran petahana akan bisa leluasa membranding dirinya kepada masyarakat.  Satu sisi ini akan sangat menguntungkan bagi Petahana dan merugikan bagi calon lainnya yang bukan berasal dari eksekutif.  

Bantuan sosial Covid inilah yang menjadi catatan oleh Bawaslu sebagai salah satu kerawanan pelaksanaan Pemilihan 2020 dimasa Covid-19. Ini dibuktikan dengan adanya praktik beberapa kepala daerah yang memanfaatkannya. Contoh saja Bupati Klaten yang memasang foto dirinya disalah satu bantuan sosial dari pemerintah.  

Tak heran bansos Covid ini harus menjadi perhatian serius semuanya, tidak hanya bagi penyelenggara pemilu. Tetapi juga pegiat Pemilu dan NGO, agar keadilan Pilkada bisa ditegakkan. Masyarakat tentunya juga harus berperan aktif dalam hal mengawal agar bansos Covid tidak dimanfaatkan oleh petahana ataupun calon yang memiliki akses bantuan covid. Setidaknya dari Ombudsmen sudah meneima sekitar 800 aduan bansos Covid-19. Itu menunjukkan kalau politisasi bansos Covid sangat serius.

Politisasi bansos Covid-19 apakah juga bisa dikatakan sebagai korupsi politik?  Tentu saja bisa dikatakan iya, lantaran apa yang diperlihatkan oleh elite yang memiliki kuasa sangat tidak sangatlah tidak etis dan itu jelas merusak norma  yang ada.

Bansos Covid menjadi semacam alat untuk tetap meneguhkan dan mempertahankan hegemony berkuasa. Melalui sumber daya kekuasaan yang ada disekelilingnya, kekuasaan politik.  Sumber daya itu adalah bansos Covid tersebut.  Itu juga sejalan dengan gagasan politik Gramsci tentang hegemoni. Ketika suatu kelompok telah menjadi dominan, maka mereka akan tetap harus 'memimpin'. Hegemoni itu sejatinya memang tidak bisa didapat begitu saja tetapi diperjuangkan terus menurus.  Itulah yang setidaknya menjadi alasan petahana untuk terus melanggengkan kuasanya.  

Dalam ranah Pilkada, hal itu berpotensi menjadi bentuk pelanggaran. Larangan Kepala Daerah selama tahapan Pilkada, normanya diatur pada pasal 71  UU No 1/2015 sebagaiman diubah terakhir dengan Perppu 2/2020. Khusus Petahana pada ayat (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun