Selama satu setengah tahun, nasi goreng dijajakan Samidin dengan gerobak miliknya di pinggir jalan di halaman sebuah ruko yang sudah lama tidak digunakan. Berbicara mengenai tempat berjualan, biaya sewa lebih murah apabila ia berjualan di pinggir jalan ketimbang harus menyewa tempat.Â
Tepat di depan ruko tersebut, pengunjung di Nasi Goreng Papua dapat menikmati makan sambil duduk lesehan atau menggunakan kursi plastik yang diletakkan di samping gerobak.Â
"Ini baru jam segini (ketika itu pukul 18.30 WIB) coba nanti malem lagi pada sampai sana itu duduknya," kata Samidi sembari menunjuk ruko sebelah yang ketika itu belum dipasang tikar untuk lesehan. Semakin malam, pesanan nasi goreng tak kunjung henti. Satu per satu pengunjung datang memesan menu favorit, nasi goreng.
Samidin juga mengatakan bahwa ia berjualan hanya berdua, dengan sang istri. "Saya jualan cuma sama ibu (istri) aja, cuma berdua, sampai dagangan habis," kata Samidin.Â
Bahan baku untuk nasi goreng dan menu lainnya yakni bakmi goreng, bakmi godog, bihun goreng, bihun godog, capcay goreng, dan capcay rebus juga selalu tak bersisa setiap harinya. Padahal, penulis menyaksikan sendiri betapa penuhnya wadah yang berisi bahan baku sayur-mayur yang diletakkan Samidin di gerobaknya.