Mohon tunggu...
Ghum Miller
Ghum Miller Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang lain yang telah memberikan pelajaran berharga kepada saya. Saya adalah jelmaan dari seribu pemikiran banyak orang untuk menciptakan sebuah perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebodohan Pemerintah Sektor ESDM

22 Juni 2013   12:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:36 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Daftar Hak Kepemilikan Pengelolaan Migas Indonesia :
Chevron (44%)
Total E&P (10%)
Conoco Phillips (8%)
Medco Energy (6%)
China National Offshore Oil Corporation (5%)
China National Petroleum Corporations (2%)
British Petroleum (1%)
Vico Indonesia (1%)
Kodeco Energy (1%)
Pertamina (16)

Hasil survei teknologi global menunjukan Indonesia berada diposisi 113 dari 143 negara di Asia dalam pengelolaan migas. Bahkan di Oceania Indonesia lebih buruk dari Timor Leste.

Sejak tahun 1976 pemerintah Indonesia sudah dipaksa untuk tidak ikut campur dalam konsumsi dan distribusi barang. Kaum koorporasi begitu berkuasa. Adam Smith pernah menganjurkan agar pemerintah jangan ikut campur dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Teori Smith itu seakan membuat semuanya terasa indah.

Kebodohan pemerintah dalam mengelola kemeperintahan republik Indonesia sungguh tercermin dari bagaimana mengatur persentase hak kepemilikan pengelolaan migas, harusnya seluruh kegiatan pengelolaan migas di Indonesia dikelola sepenuhnya oleh BUMN, perusahaan asing hanya menanam saham saja didalamnya itupun totalnya harus tidak lebih dari 40%, jika ditengok dari sisi perusahaan dalam mengelola saham para investornya, perusahaan tidak melepas sahamnya lebih dari 40% karena akan berimbas pada suara yang menentukan kebijakan arah kegiatan perusahaan kedepan, begitupun disektor pemerintahan.

Sekarang mau bagaimana lagi ? apakah pemerintah mampu membeli seluruh hak kepemilikan yang telah dilepas keperusahaan asing tersebut ? dari mana duitnya ?

Menurut saya, solusi paling tepat adalah merefisi seluruh program dan kegiatan yang dibebankan pada APBN setiap tahunnya, dilihat dari kasus yang pernah saya pelajari dari APBD, bahwasanya APBD tidak efisien dalam menentukan program dan kegiatan, biasanya hanya copy & paste saja dari daftar nama APBD tahun sebelumnya, misalnya program dan kegiatan study banding keluar negeri, atau program dan kegiatan perjalanan dinas, dll jika semua program dan kegiatan dapat ditekan sesuai Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) pasti tidak akan kebobolan.

Ironisnya BBM menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam menangani pembengkakan APBN sedangkan setelah dinaikkan harganya APBNP (APBN Perubahan) justru ada penambahan nominal dan penambahan program dan kegiatan, kenapa tidak diefaluasi terlebih dahulu nominal pada program dan kegiatan, mana yang menjadi prioritas dan mana yang dapat dipanding untuk tahun berikutnya ? Tidak bisakah Indonesia berhenti sejenak dalam program pembangunan daerah/negara dan mengalihkan alokasi dananya hanya untuk prioritas utama seperti gaji pegawai, pengadaan ATK dan kebutuhan regulasi kepemerintahan setiap hari, sedangkan pembangunan gedung, pembangunan tempat olah raga, pembangunan transportasi dll itu dihentikan sejenak ? dengan demikian pasti alokasi APBN tidak akan membengkak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun