Mohon tunggu...
Ghulam Falach
Ghulam Falach Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang selalu ingin belajar untuk mensyukuri fungsi akal sehat

Salah satu praktisi di STTKD Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Kebahagiaan dari Kesakitan

25 Juni 2020   10:35 Diperbarui: 25 Juni 2020   10:36 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kebahagiaan yang muncul dari kesederhanaan (foto oleh Dena Aksara diambil dari whatsapp) 

"Orang bodoh mencari kebahagiaan di tempat yang jauh, orang bijak menumbuhkan kebahagiaan di kakinya". (James Openheim)

Berbahagia dalam berkehidupan merupakan dambaan bagi setiap individu. Banyak individu yang rela mencari arti bahagia hingga memporsikannya sebagai tujuan utama hidup. Ruang dimensi pengharapan dan kenyataan akan kebahagiaan dalam diri setiap individu menjadi penuh sesak pada aakarena subjek penentu kebahagiaan adalah masing-masing individu sendiri. Kemudian, apa itu kebahagiaan?, bagaimana cara berbahagia?, apakah kebahagiaan hanya untuk mereka yang sudah terpenuhi kebutuhanya?, atau malah individu yang sedang merasakan sakit, dialah yang berbahagia?

Banyak ditemukan dalam literasi sejarah filsafat Barat tentang kehidupan filsuf zaman Helenistik. Dr. Harun Hadiwijono dalam bukunya yang berjudul "Sari Sejarah Filsafat Barat" secara eksplisit menggambarkan tentang kehidupan filosofic para Helenisme. Diawali oleh pemerintahan Alexander Agung, para Helenisme telah melakukan perubahan pada corak filsafat setelah masa Aristoteles.

Periode Helenisme dicirikan oleh banyaknya kekacauan dan penaklukan wilayah oleh penguasa Makedonia pada saat itu. Gejolak keadaan pada masa itu mempengaruhi corak filsafat yang sebelumnya bersifat teoritis menjadi lebih bersifat praktis. Apabila para filsuf di zaman sebelumnya seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles sibuk untuk mengkonsepkan teori filsafat yang utuh, maka filsuf Helenistik membuat keunikan dengan konsep praktis seperti etika dan bagaimana pengaplikasian dalam berkehidupan.

Salah satu madzhab yang muncul di masa Helenistik adalah madzhab Epicureanisme yang pemikiranya dibangun oleh sosok pesakitan bernama Epicurus. Epicurus sudah terbiasa dengan rasa sakit, dimana sejak dirinya lahir dari keluarga miskin di daerah Samos, warga sekitar juga telah menyematkan ibunya sebagai seorang dukun.

Sepanjang hidupnya Epicurus banyak menghabiskan waktu bersama penyakit yang dideritanya, akan tetapi penyakit ini tidak menutupi semangatnya untuk selalu meraih kebahagiaan melalui filsafat. Sebagai pribadi yang suka bergaul dan aktif dalam pertemanan, ketulusan hati selalu dimunculkan oleh Epicurus. Sebelum ajal menjemput, Epicurus menuliskan surat kepada kawan-kawanya yang berisikan tentang kekuatan keteguhan dirinya meski dia berada dalam pesakitan.

Surat keduanya yang berbunyi " pada hari yang sangat membahagiakan dalam hidupku, saat aku berada diambang maut, aku tuliskan surat ini untukmu. Penyakit yang menyerang kandung kemih dan lambungku kambuh tak kurang parah dari sebelumnya. Namun, aku merasakan kebahagiaan dalam hatiku ketika mengingat percakapan denganmu".

Secara eksplisit surat yang ditulis Epicurus tersebut berisikan tentang etika dan kebahagiaan, yang mana ide dasarnya ia dapatkan dari ungkapan Plato dan Aristoteles dimana kita semua menginginkan kebahagiaan sebagai tujuan itu sendiri, dan semua hal lain diinginkan sebagai sarana untuk menghasilkan kebahagiaan. Tetapi apakah kebahagiaan itu?  

Pendefinisian kebahagiaan baginya dimulai dengan klaim bahwa ada dua kepercayaan yang harus dipaksakan untuk membuat hidup kita tidak bahagia atau penuh rasa sakit. Pertama, kepercayaan bahwa kita akan dihukum oleh para dewa karena tindakan buruk kita, dan kedua, bahwa kematian adalah sesuatu yang harus ditakuti. Kedua kepercayaan ini menghasilkan ketakutan dan kecemasan, dan sama sekali tidak perlu dihadirkan dalam fikiran karena didasarkan pada fiksi.

Oleh karena itu Epicurus membuat perbedaan penting antara keinginan yang perlu dan yang tidak perlu. Keinginan yang diperlukan adalah keinginan yang diperlukan untuk menghasilkan kebahagiaan, seperti keinginan untuk menyingkirkan rasa sakit tubuh, atau menginginkan kondisi ketenangan batin. Epicurus berucap " bahwa hanya ketika kita kesakitan kita merasakan kebutuhan untuk mencari kebahagiaan, suatu kebutuhan yang mau tidak mau hanya menghasilkan rasa sakit yang lebih besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun