Mohon tunggu...
Humaniora

Tanggapan Ketiga Saya atas Artikel Saudara Hefiful Hadi Sunliensyar

20 Februari 2018   14:20 Diperbarui: 20 Februari 2018   14:37 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saudara Hafiful dalam tulisanya yang terbaru ini mengganggap bahwa tanggapan saya  yang kedua adalah final oleh sebab itu tidak akan menimbulkan tanda tanya lagi. Oleh karena banyaknya hal-hal yang perlu dikonfirmasi ulang dalam tulisan-tulisan tersebut sebagai "tanggung jawab" penulis. Maka saya turunkan pula tulisan ketiga ini sebagai catatan atas kumpulan tulisan-tulisan tentang Gunung Kerinci tersebut.

Tampaknya saudara hafiful tidak membaca dengan baik apa yang telah saya jabarkan pada tulisan sebelumnya. Saya telah menuliskan dengan jelas interpretasi saya pada tulisan sebelumnya atas penamaan Gunung Kerinci berhubungan dengan adanya dua Gunung berapi di dataran tinggi sumatera, satunya adalah Gunung Berapi di Pariangan dan satu lagi Gunung Berapi di Kerinci.

Pertanyaan saya kepada saudara hafiful dan pembaca, letak Gunung Berapi di Kerinci  apakah disebelah mudik atau disebelah hilir jika dibandingkan dengan Gunung Marapi Pariyangan Padang Panjang ?  Seterusnya saudara Hafiful berpendapat bahwa masalah hulu dan hilir berhubungan dengan sungai lantas mempertanyakan sungai mana yang berhulu di Marapi dan berhilir ke Gunung kerinci ? Terminologi ini dapat kita terima jika ditilik dari asal usul penamaanya, tapi bertolak belakang jika status mudik dan hilir dipergunakan untuk penunjukan wilayah.

Apakah saya menolak nama Gunung kerinci sebagai Gunung Berapi atau Gunung gadang ? Jawaban saya tidak, tampak pada tulisan tanggapan saya yang pertama digunakan untuk memberikan tanggapan dan sisi lain atas penamaan Gunung Kerinci di masa lampau.  Saudara penulis juga menulis sebagai berikut,  "Kemudian Giovani mengemukakan Tambo yang berbunyi"Laras Koto Piliang iyalah sehingga Tanjung Padang Mudik, hinggak guguk sikaladi mudik, hingga lawik nan sedidih, hingga gunung berapi hilir".  

Giovani sama sekali tak menyebut sumber dari kutipan teksnya ini. Yang jelas kevalidan dan kualitas tambo berada di bawah Naskah Piagam (agaknya Giovani perlu membaca tulisan-tulisan arkeolog dan filolog terkait mengkategorikan kualitas sebuah naskah, ada naskah/prasasti yang ditulis sezaman dengan peristiwa berlangsung, ada naskha/prasasti yang ditulis kemudian hari, ada naskah sifatnya legenda/fiksi dll). Di sisi lain, yang dimaksud Gunung Berapi dalam tambo ini adalah Gunung Berapi/marapi yang ada di wilayah Minangkabau bukan Gunung Berapi di Kerinci. Jadi Gunung Berapi Hilir dalam konteks ini adalah wilayah sehiliran sungai yang berhulu ke Gunung Marapi. "

Untuk ini saya jawab, saudara hafiful dapat melihatnya pada transliterasi naskah Undang-Undang Adat Minangkabau (Nurana, Zulyani Hidayah, Syamsidar) atau pada disertasi Dr Edwar Djamaris di sini . 

Perkataan yang menyangkut bahwa Tambo-Tambo itu hanyalah dongeng adalah sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, saya melihat sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dalam diri penulis, yang bersangkutan mengutip banyak tambo-tambo kerinci bahkan persoalan "YDP Marajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah" yang tidak jelas naskahnya secara spesifik menuliskan demikian juga dikutip. Setahu saya ahli-ahli Tambo Minangkabau semacam Dr. Edward Djamaris dan Dr. Jane Drakaard tidak sekalipun menyebutkan Tambo itu adalah dongeng.  

Pada tulisan ini saudara hafiful menuliskan sebagai berikut :  "Menariknya adalah gelar YDP Marajo Bungsu (yang dalam Tembo Kerinci --bukan dalam naskah piagam --disebut dengan tambahan Gelar Bagumbak Putih Bajanggut Merah) merupakan gelar yang digunakan di rantau XII Koto seperti dalamDe talen en letterkunde van midden-sumatra, 1881 (p. 160). "

Menariknya pula,  hingga tulisan saya yang ketiga ini sumber dari "yang dalam Tembo Kerinci --bukan dalam naskah piagam --disebut dengan tambahan Gelar Bagumbak Putih Bajanggut Merah" ini masih belum dapat dikemukakan oleh saudara penulis. Saya masih menunggu informasi spesifik di Tambo Kerinci yang mana tertuang kata-kata "YDP Marajo Bungsu Bagumbak Putih bajanggut Merah" tertera secara jelas.  

Saudara penulis juga menuliskan YDP Maharajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah dalam tulisanya seolah link-link dari mozaikminang (milik-zulfadli) dan bandalakun itu secara spesifik menyebutkan "YDP Maharajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah" padahal tidak ada, itu jelas adalah hasil pendapat penulis yang tidak berdasar saja dengan menghubung-hubungkan "YDP Maharajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah" dalam naskah kerinci (yang sampai sekarang belum disampaikan sumbernya" dengan gelar bagombak putih dalam link-link di atas.

Saya juga berharap saudara penulis sudi kiranya turun sendiri ke Rantau XII Koto dan Sungai Pagu sehingga ketidaktahuan yang bersangkutan akan negeri-negeri itu bisa dipenuhi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun