Mohon tunggu...
Ibn Ghifarie
Ibn Ghifarie Mohon Tunggu... Freelancer - Kandangwesi

Ayah dari 3 anak (Fathia, Faraz dan Faqih) yang berasal dari Bungbulang Garut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sakola# Khawarij dan Murji'ah

25 Oktober 2010   01:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:08 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harus diakui pasca peristiwa arbitrase di Siffien antara Ali bin Abi Thalib (Abu Musa Al-Asy'ari) dengan Mu'awiyah Ibn Abi Sufyan ('Amr Ibn al-'As) merupakan cikal bakal kemunculan aliran teologi dalam islam. Terjadinya pengangkatan Al-Quran ke atas oleh Mu'awiyah ('Amr Ibn Al-'as) sebagai symbol perdamaian saat terpukul oleh kelompok Ali menjadi salah satu pemicu tumbuh dan berkembangnya pelbagai aliran. Ini dibenarkan Harun Nasution (1986:5-6) Qurra yang di pihak Ali mendesaknya supaya menerima tawaran itu sekaligus dicarikanlah perdamaian dengan mengadakan arbitrase. Sebagai pengantara diangkatlah Abu Musa Al-Asy'ari dari pihak Ali bin Abi Thalib dan 'Amr Ibn al-'As dari utusan Mu'awiyah. Sejarah mengatakan antara keduanya terdapat permupakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka yang bertentanga, Ali dan Mu'awiyah. Tradisi menyebut bahwa Abu Musa al-Asy'ari, sebagai yang tertua, terlebih dahulu berdiri mengumumkan kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Berlainan dengan apa yang telah disetujui, 'Amr Ibn 'Al-As mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan 'Ali yang telah diumumkan al-Asy'ari, tetapi menolak penjatuhan Mu'awiyah. Kejadian ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan Muawiyah. Sikap Ali yang menerima tipu muslihat 'Amr al-'As untuk mengadakan arbitrase, sungguh dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian dari tentaranya. Mereka berpendapat bahwa hal serupa itu tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia. Putusan hanya dating dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) Meski Hasan Ibrahim Hasan (1957: 374 - 375) meragukan kebenaran kisah di atas, seperti mengutip Al-Mas'udi, kedua juru runding itu tidak pernah berpidato menyampaikan hasil perundingan mereka. Mereka memang sepakat mencopot 'Ali dan Mu'awiyah dan menyerahkan kepada permusyawaratan kaum Muslimin untuk memilih Khalifah baru. Ia menyetakan para sejarawan telah menzalimi Abu Musa dengan menuduh kalah cerdik dari 'Amr. Kemungkinan besar pelecehan terhadap kemampuan diplomasi Abu Musa itu, menurutnya, karena pendapat Abu Musa dalam perundingan itu tidak sejalan dengan pendapat 'Ali dan Bani Hasyim. Walaupun sejalan dengan pendapat sebagian besar kaum Muslimin waktu itu Walhasil, perundingan ini tidak berhasil menunda peperangan. Pasalnya, tuntutan Mu'awiyah yang terlalu berat untuk dipenuhi oleh 'Ali. Menurut Nourouzzaman Shiddiqi (1985:36) Mu'awiyah menuntut dua hal; Pertama, Ekstradisi dan penghukuman terhadap para pelaku pembunuhan Amir al Mu'minin 'Utsman ibn 'Afan; Kedua, Pengunduran diri 'Ali dari jabatan Imam (khalifah) dan dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah baru Khawarij Nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Sebutan ini didasarkan atas ayat 100 dari surat al-Nisa; ke luar dari rumah lari kepada Allah dan Rasulnya. Dengan demikian, kaum khawarij memandang diri mereka sebagi orang yang meninggalkan rumah dari kampong halamannya untuk mengamdikan diri kepada Allah dan Rasulnya. (Harun Nasuton, 1986:11) Bagi Muhammad Abd al-Karim as-Syahrastani (1968:144), yang disebut Khârij, adalah siapa saja yang keluar dari (barisan) imam yang hak yang telah disepakati oleh jama'ah, baik ia keluar pada masa sahabat di bawah pimpinan al-Aimmah ar-Râsyiddîn atau pada masa tabi'in atau pada masa imam mana pun di setiap masa. Kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap merdeka, mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits, mereka artikan menurut lafaznya dan haus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman yang tebal, tetapi sempit, ditambah lagi dengan sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walau pun penyimpangan dalam bentuk kecil. Di sinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil serta dapat pula dimengerti tentang sikap mereka yang terus menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka. (Harun Nasution, 1986:13) Selain keturunan Baduy. Dimata M Abu Zahra (1991:77-78) menilai kelompok khawarij memiliki sikap suka menyabung nyawa dalam bahaya. Meskipun tidak ada pendorong untuk berbuat itu. Ironisnya mereka sangat kejam dan sama sekali tidak toleran dengan perbedaan pendapat sesama Muslim, tapi sangat toleran dengan Ahlul Kitab, seperti mengutip kisah kematian putera Khabbab dari buku Al-Kâmil karya Al-Mubarrad sebagai berikut : “Sekelompok Khawarij berjumpa pada suatu saat dengan seorang Muslim dan seorang Nasrani. Mereka membunuh si Muslim tetapi berpesan kepada si Nasrani agar melakukan kebaikan sambil berseru: “Jagalah janji Nabi kalian!” Kemudian ketika itu 'Abdullah ibn Khabab sedang membawa mushaf di pundaknya bersama isterinya yang sdang hamil, berjalan menjumpai mereka. Lentas mereka menegur 'Adullah, dengan mengatakan, “Sesungguhnya apa yang kamu bawa di pundakmu itu menyuruh kami untuk membunuhmu… Bagaimana menurut pendapatmu mengenai Abu Bakar dan 'Umar?” tanya mereka. 'Abdullah menjawab, “Aku memuji kedua beliau itu.” Mereka bertanya pula, “Bagaimana pendapatmu mengenai 'Ali sebelum Tahkîm dan mengenai 'Utsman dalam kekhalifahannya selama enam tahun?” 'Abdullah menjawab, “Aku juga memuji kedua beliau itu” Lalu mereka masih bertanya, “Bagaimana pendapatmu mengenai Tahkîm?” Abdullah menjawab, “Sesungguhnya 'Ali itu lebih tahu tentang Kitab Allah dari pada kalian semua, lebih taqwa dari kalian dalam beragama, dan beliau lebih mengena pandangannya daripada kalian semua.” Maka mereka mengatakan, “Kamu ini tidak mengikuti hidayah, tapi kamu hanya mengikuti mereka atas nama mereka.” Akhirnya mereka menyeret Abdullah ketepi sungai dan menyembelihnya di sana. Setelah itu mereka tawar menawar dengan orang laki-laki Nasrani tentangn pohon kurma. Orang Nasrani itu megatakan, “Ambil saja, pohon kurma itu milik kalian!” Mereka menjawab, “Demi Tuhan, kami tidak mau membawa kurma ini kecuali dengan harga.” Orang Nasrani itu lalu berkata dengan keheranan, “Ini benar-benar aneh, kalian berani membunuh orang seperti 'Abdullah ibn Khabab, tetapi kalian tidak mau menerima kurma kami ini kecuali dengan harga” Perseteruan antara Syi'ah dan Khawarij memang tak kunjung usai. Ajakan Ali untuk menyadarkan mereka tak diterimanya. Sampai-sampai Ali menawarkan kepada mereka untuk kembali bergabung dengannya bersama-sama menuju Syria, atau pulang ke kampung masing-masing. Sebagian memenuhi anjuran Ali; ada yang bergabung kembali dan ada yang pulang kampung serta ada yang menyingkir ke daerah lain. Namun ada sekitar 1800 orang yang tetap membangkang. Mereka menyerang pasukan 'Ali pada tanggal 9 Shafar 38 H yang dikenal dengan pertempuran Nahrawan yang mengenaskan itu. Hampir semua mereka mati terbunuh. Hanya delapan orang saja yang selamat. (Nourouzzaman Shiddiqi, 1985:39-41) Dalam perjalanannya khawarij pun terpecah belah menjadi beberapa sekte, diantaranya; Pertama, Al-Muhakkimah. Golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut Ali. Bagi mereka Ali, Muawiyyah, kedua pengantara Amr Ibn al-As dan Abu Musa al-Asy'ari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir itu mereka luaskan kedalam setiap orang yang berbuat dosa besar. Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut paham ini orang yang mengerjakan zina telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu pun dengan membunuh sesama manusia termasuk kafir. Kedua, Al-Azariqah. Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan kuat pasca kehancuran al-Huhakkimah. Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan Irak dan Iran. Penamaan ini diambil dari Nafi' Ibn al-Azraq. Mereka tidak memakai term kafir, tetapi musyrik (polytheist). Di dalam islam syirik merupakan dosa yang terbesar, lebih besar dari kufr. Semua orang islam yang tak sepaham dengan mereka dikatakan musyrik. Bahkan orang yang sefaham dengan al-Azariqah, tetapi tidak mau berhijriah kedalam lingkungan mereka dapat disebut musyrik. Menurut Ibn Al-Hazm kelompok ini selalu mengadakan isti'rad yaitu bertanya tentang pendapat atau keyakinan seseorang. Siapa saja yang mereka jumpai dan tidak mengaku orang islam yang tak termasuk dalam golongannya mereka bunuh. Ketiga, Al-Najdah. Pengikut Najdah Ibn Amir al-Hanafi dari Yaman dengan pengikutnya semua tergabung dari al-Azariqah soal berhijriah ke dalam lingkunganya; boleh dan halal dibunuh anak istri orang-orang islam yang tak sepaham dengan mereka. Orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam mereka hanyalah orang islam yang tak sefaham dengannya. Dosa kecil baginya bias menjadi besar bila dilakukan secara terus menerus. Keempat, Al-'Ajaridah. Kaum dari kelompok 'Abd al-Karim Ibn 'Ajrad bersifat lebih lunak karena menurut mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai yang diajarkan oleh Nafi' Ibn al-Azraq dan Najdah tetapi hanya merupakan kebajikan. Dengan demikian, doleh diluar daerah kekuasaan dan tidak dianggap kafir. Soal anak tidak bersalah sekaligus tidak musyrik menurut orang tuanya. Kelima, Al-Sufriah. Pimpinan Ziad Ibn al-Asfar yang beranggapan orang sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir. Mereka tidak berpendapat anak-anak musyrik bolh dibunuh. Orang yang dianggap kafir hanya yang melakukan dosa besar. Dalam kufr ada dua kategori; kufr bin inkar al-nimah yakni mengingkari rahmat Tuhan; kufr bi inkar al-rububiah yaitu mengingkari Tuhan Keenam,Al-Ibadah. Golongan ini yang paling moderat dari khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang maemisahkan dari al-Azariqah. Paham modern ini berkenaan; orang islam yang tak sefaham dengan mereka bukanlah mukmin dan musyrik, tetapi kafir. Dengan orang ini kita boleh diadakan hubungan menikah, warisan, syahadat mereka diterima dan membunuh mereka haram. (Harun Nasution, 1986:13-21) Murji'ah Kisruh yang berkelanjutan antara Syiah dan Khawarij ini melahirkan kelompok yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir-mengafirkan. Bagi mereka sahat-sahabat yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercaya dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh kerena itu, mereka tidak mengaluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dan memandang lebih baik menunda (arja'a) penyelesaian persoalan ini kehari perhitungan di depan Tuhan. Orang islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir tetepi tetap mukmin dan tidak akan kekal dalam nereka. Memang golongan ini sangat member pengharapan bagi yang berbuat dosa besar untuk mendapat rahmat Allah. Oleh karena itu, penamaan Murji'ah ini bukan menundakan penuntuan hokum terhadap orang islam yang berbuat dosa kepada Allah kelak, tetapi karena mereka memberikan harapan bagi oaring yang berbuat dosa untuk masuk surga. Nampak penamaan Murji'ah ini berasal dari kata arja'a, yang berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan. Pada umumnya kaum Murji'ah dapat dibagi dua golongan besar, diantaranya; Pertama, Moderat. Orang yang berdosa bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Namun, akan dihukum dulu sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosa. Tokoh model ini al-Hasan Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib, Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Orang yang berbuat dosa tetap disebut mukmin. Kedua, Ekstrim. Orang islam yang percaya pada Tuhan dan menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir. Karena iman dan kufr tempatnya hanya dalam hati. Tokoh ini al-Jahmiah (Jahm Ibn Safwan), Abu al-Hhasan al-Salihi, al-Ubaidilah. Iman adalah mengetahui Tuhan dan Kufr berarti tidak tahu Tuhan. Muqatil Ibn Sulaiman mengatakan perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang dan sebaliknya perbuatan baik tidak akan merubah kedudukan seorang musyrik (politheis). Bagi al-Baghdadi keimanan itu ada tiga; Pertama, Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka, yakni mengakui Tuhan, Kitab, Rasul, kadar baik dan buruk, Kedua, Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan yang melenyapkan nama fasik dari seseorang yang melepaskannya dari neraka, yaitu mengerjakan segala yang wajib dan menjauhi segala dosa. Ketiga, Iman yag membuat seseorang memperoleh prioritas untuk langsung masuk surga tanpa perhitungan, yakni mengerjakan segala yang wajib, sunnat dan menjauhi segala dosa. (Sufyan Raji Abdullah Muhammad, 2003 dan Harun Nasution, 1986:22-29) Proses arbitrase di Siffien antara Ali bin Abi Thalib (Abu Musa Al-Asy'ari) dengan Mu'awiyah Ibn Abi Sufyan ('Amr Ibn al-'As) adalah benih-benih terlahirnya aliran-aliran teologi dalam islam. Khawarij dan Murji'ah merupakan kelompok ilmu kalam yang mempersoalkan kedudukan orang islam yang melakukan perbuatan dosa besaar (berzina, berhijrah) dikategorika kafir, musyrik, atau mukmin. Pustaka Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan (Jakarta:UI Press, 1986) Hasan Ibrahim Hasan, Târîkh al-Islâm, as-Siyâsy wa ad dîny wa ats-Tsaqaiy wal-Ijtimâ'iy (Cairo : Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, 1957) Muhammad Abd al-Karim asy-Syahrastani, Al-Milal wan Nihal (Beirut: Dar al-Fikr, 1968) M. Abu Zahra, Serah Alran-aliran dalam Islam Bidang Politik dan Aqidah, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Shobahussurur (Gontor : PSIA, 1991) Nourouzzaman Shiddiqi, Syi'ah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah (Yogyakarta: PLP2M, 1985) Sufyan Raji Abdullah Muhammad, Mengenal Aliran Islam (Jakarta: Pustaka al-Riyadl, 2003)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun