Mohon tunggu...
Ghia Syifa
Ghia Syifa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi

Saya Ghia Syifa, 20 tahun, saya mahasiswa aktif UNJ 2018

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pulihkan Perekonomian, Bank Indonesia Tetap Menerapkan Suku Bunga Acuan Rendah di 2021?

15 Desember 2020   21:40 Diperbarui: 15 Desember 2020   21:51 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Untuk melihat berkembang atau majunya suatu negara dengan cara melihat dari tingkat perekonomiannya. Negara yang dikategorikan sebagai negara maju dilihat dari dimana negara tersebut mampu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan juga menjaga stabilitas perekonomiannya. Hal ini berarti, bahwa negara tersebut sudah berada pada titik kemandirian ekonomi, demikian sebaliknya.

Hal yang dapat mempengaruhi sektor ekonomi adalah salah satunya dilihat dari faktor internal maupun dari faktor eksternalnya. Jika dibandingkan antara kedua faktor tersebut, faktor internal cenderung lebih mudah diantisipasi dan diatasi daripada faktor eksternal. Hal ini dikarenakan yang termasuk dari faktor eksternal, seperti mekanisme pasar, permintaan pasar, dan juga persaingan antar pasar akan sulit untuk dikendalikan. Maka dari itu, di suatu negara, khususnya di Indonesia, memiliki dua kebijakan yang bisa dilakukan untuk menjaga stabilitas perekonomian, yaitu dengan adanya kebijakan fiskal dan juga kebijakan moneter.

Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan fiskal merupakan salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah guna untuk mengelola dan juga mengarahkan perekonomian agar tetap bergerak ke arah yang lebih baik atau bergerak sesuai dengan yang kita inginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur penerimaan di sektor pajak dan pengeluaran pemerintah untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian khususnya di Indonesia. Sementara jika kita lihat dalam kebijakan moneter sudah kita pahami bahwa kebijakan ini dilakukan sebagai langkah-langkah yang dilakukan oleh bank sentral untuk mencapai dan memelihara stabilitas nilai mata uang dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar dan juga penetapan suku bunga.

Jika perekonomian di suatu negara mengalami penurunan, kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter akan mengambil peran, yaitu dengan cara menurunkan atau mengurangi pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah, maka dari itu perekonomian perlahan akan membaik, selain itu juga sebagai bank sentral dapat menurunkan suku bunga guna menarik minat investor untuk menambah penanaman modal.

Jika kita lihat kondisi perekonomian pada saat ini, hampir disemua negara di dunia ini sedang mengalami masa redup, dimana tingkat pengangguran menjadi lebih tinggi dan juga daya beli masyarakat juga berkurang atau rendah. Hal ini dikarenakan dengan adanya pandemi Covid-19 yang telah mencul bahkan meningkat dibulan Maret 2020 kemarin, dan menyebabkan beberapa pelaku bisnis mengalami penurunan pendapatan, dan juga terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dibanyak tempat, khususnya di Indonesia. Segala upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah guna menstabilkan perekonomian dinegaranya masing-masing, karena jika dibiarkan begitu saja secara terus-menerus, maka perekonomian di negara tersebut bisa semakin memburuk hingga mengalami krisis.

Guna memperbaiki perekonomian selama pandemi, Bank Indonesia selaku bank sentral, dimana Bank Indonesia sebagai lembaga yang berhak menentukan dan menetapkan kebijakan moneter di Indonesia, akan melakukan untuk mempertahankan suku bunga acuan rendah pada tahun 2021 dengan cara melonggarkan kebijakan moneter dalam upaya untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional dan juga mempertahankan stabilisasi nilai tukar rupiah di tahun depan.

Asisten Gubernur Bank Indonesia, Aida Suwandi Budiman, mengatakan bahwa bank sentral akan melihat beberapa kondisi agar nantinya dapat dilakukan normalisasi kebijakan, salah satunya adalah laju inflasi. Hal ini berarti bahwa sukubunga masih akan terus rendah selama kondisi perekonomian atau kondisi inflasi di Indonesia masih rendah dan juga belum menunjukkan perbaikan.

Beliau mengatakan bahwa Bank Indonesia harus melihat inflasinya terlebih dahulu, dan menentukan apakah itu permanen atau temporer, karena komponen inflasi itu ada dua, ada inflasi inti dan juga inflasi komponen bergejolak (volatile food). Inflasi Inti merupakan komponen inflasi yang cenderung persisten (persistent component) atau menetap di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti: lingkungan eksternal (seperti nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang), interaksi permintaan-penawaran, dan terakhir adalah ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Sedangkan yang dimaksud dengan inflasi komponen bergejolak (volatile food), merupakan inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti gangguan alam, panen, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional. Beliau mengatakan kalau benar inflasi inti, nanti dilihatnya tergantung dari demand, barulah Bank Indonesia akan mulai menaikkan suku bunganya.

Lalu, Bank Indonesia juga akan tetap menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sebab, menurut Aida, selaku asisten Gubernur Bank Indonesia, kurs yang terdepresiasi juga nantinya akan memberikan dampak ke inflasi. Jadi hal tersebut tidak lurus saja kedepan, model tersebut membantu kita dalam melihat kondisi ekonomi. Tetapi hal itu saja tidak cukup, kita harus memperhatikan lagi dari berbagai macam hal, dan beliau mengatakan bahwa Bank Indonesia juga masih punya pilihan lain dan akan melakukan dengan hati-hati.

Selain itu juga Bank Indonesia telah menempuh bauran kebijakan melalui pelonggaran kebijakan moneter, juga mengakselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan, menjaga kecukupan likuiditas di sistem keuangan, makroprudensial serta sistem pembayaran untuk memperkuat stabilisasi di pasar valuta asing, mendorong fungsi intermediasi perbankan. Hal tersebut guna untuk merespons dampak negatif dari pandemi Covid-19, dengan didukung oleh diterbitkannya UU No 2/2020 yang memberikan penguatan kewenangan kepada anggota KSSK untuk dapat melakukan respon melalui langkah-langkah luar biasa dalam rangka pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

Sedangkan sejumlah langkah-langkah dibidang mikroprudensial guna untuk mengawal institusi keuangan dalam memitigasi risiko akibat dampak Covid-19 telah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hal ini juga termasuk dalam kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit. Dan kedepannya, sistem stabilisasi keuangan akan diperkirakan semakin terjaga sejalan dengan berkurangnya tekanan pada sektor rill yang telah berdampak positif pada kinerja sektor keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun