Mohon tunggu...
Ghea Nevidian
Ghea Nevidian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Give me yuppy, terimakasih telah berkunjung. ✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Inklusif dan Humanis bagi Anak Berkebutuhan Khusus

9 Desember 2022   17:07 Diperbarui: 9 Desember 2022   17:26 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anak merupakan anugerah Tuhan yang dititipkan kepada orang tua untuk dibimbing, dididik, diajarkan, dan dilatih. Tanpa dibeda-bedakan anak berkebutuhan khusus harus diberikan persamaan kelekatan dan kasih sayang untuk dapat beradaptasi di dalam masyarakat. Sesuai dengan hak asasi manusia, didalamnya memuat hak anak yang wajib terjamin oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan negara. Salah satu hak anak adalah mendapatkan jaminan pendidikan dan pengajaran yang bermutu sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan UU  No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

Menurut H. Sudardjo, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang membutuhkan pelayanan pendidikan khusus, yang berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kekurangan sesuatu atau bahkan lebih. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) menurut pada ahli (Heward) dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu ABK yang bersifat permanen (karena anomali tertentu) dan ABK yang bersifat sementara (hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan oleh kondisi atau situasi lingkungan). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) temporer, mereka sangat mungkin menjadi permanen jika mereka tidak menerima perawatan atau intervensi yang tepat dan sesuai dengan ketidakmampuan belajar mereka.

 Pendidikan diharapkan dapat melahirkan generasi Indonesia yang beradab, namun dewasa ini pendidikan justru melahirkan generasi yang tidak beradab. Hal ini terlihat dari jarak penyandang disabilitas dengan masyarakat cukup renggang. Anak berkebutuhan khusus sering dianggap sebelah mata, dan tidak diakui oleh masyarakat sehingga muncul tindak pembullyan, dokrin, dan lain sebagainya. Pendidikan dituding sebagai salah satu faktor utama atas semua kondisi tersebut. Pendidikan telah mengalami disorientasi atau menyimpang dari hakikat sejatinya dan dianggap lepas dari dasar atau nilai yang menopang untuk melahirkan generasi yang memiliki nilai nilai kebajikan seperti spritualitas, jati diri, intelegensia, kebijaksanaan, dan kasih sayang yang dapat digunakan sebagai bekal menjalani aktivitas sehari hari dalam bermasyarakat yang sejatinya nya sosiokultural.

Isu diskriminasi dalam pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sudah ada di Indonesia sejak lama. Sejauh ini pendidikan yang tersedia bagi mereka terbatas pada lingkungan pendidikan tertentu (eksklusif). Ada 3 layanan pemisahan diselenggarakan oleh Pendidikan Indonesia yaitu. (1) Sekolah Luar Biasa yang hanya berfokus pada siswa dengan jenis gangguan yang sama (mis SLB/A, SLB/B, SLB/C dll), (2) sekolah khusus dengan berbagai gangguan (misalnya: SDLB, SMPLB dan SMLB) dan (3) sekolah terpadu yaitu sekolah umum (non SLB) yang menerima siswa berkebutuhan khusus. Dari ketiga layanan pendidikan tersebut, sekolah terpadu merupakan tempat anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama siswa reguler (non-ABK).

Meskipun demikian, siswa berkebutuhan khusus di lingkungan pendidikan ini harus beradaptasi dengan sistem kurikulum yang baik, guru, fasilitas prasarana pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar. Akibatnya, banyak siswa pendidikan luar biasa yang tidak bersekolah di sekolah reguler, tidak naik kelas atau bahkan

gagal ujian nasional, dan dikeluarkan karena tidak dapat beradaptasi dengan sistem yang ada. Berdasarkan masalah pendidikan seperti itu, Indonesia mulai mengembangkan sistem pendidikan inklusif, sistem pendidikan yang dianggap lebih ramah dan bersahabat. Pendidikan ini meminimalisir pendiskriminasian terhadap anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem administrasi pendidikan yang menciptakan kesempatan bagi semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat yaitu dengan mempunyai hak istimewa untuk berpartisipasi dalam pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan di sekolah biasa, bersama-sama dengan siswa biasa, dari pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan sesuai dengan Permendiknas No. 70 tahun 2009 mengenai Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Anak berkebutuhan khusus membutuhkan pendidikan Inklusif untuk mendapatkan pendidikan yang jauh dari diskriminasi dan dapat beradaptasi di dalam lingkungan yang bukan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus perlu diberikan pendidikan humanis agar keberadaan nya dapat diakui oleh masyarakat. Pendidikan humanis adalah pendidikan yang mampu memperhitungkan semua kepentingan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Pendidikan humanis ini dimaknai sebagai pendidikan yang dapat memberikan kenyamanan kepada siswa dan juga kepada guru yang melaksanakan pembelajaran. Pendidikan humanis juga merupakan jembatan untuk memperpendek jarak antara anak berkebutuhan khusus dengan masyarakat.

Tokoh penting dalam teori humanistik adalah Abraham Maslow, yang percaya bahwa orang termotivasi untuk memahami dan mengerti menerima diri nya semaksimal mungkin. Maslow terkenal dengan teori aktualisasi diri. Maslow percaya bahwa ketika kebutuhan fisiologis seseorang terpenuhi, mereka akan beralih ke kebutuhan berikutnya, yaitu ada rasa aman. Rasa aman itu kemudian bertransisi ke kebutuhan berikutnya, yaitu pengakuan dan akhirnya penghargaan baru yang mampu mengaktualisasi diri.1

Terdapat jenis atau ragam anak berkebutuhan khusus yang menyita perhatian orang tua dan pendidik yaitu, kesulitan belajar, gangguan komunikasi, gifted, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, ADHD, gangguan ganda, autisme, dan lamban belajar. Kedua belas jenis anak berkebutuhan ini perlu dibedakan cara penanganan dan pendidikannya sehingga dapat menjalankan aktivitas seperti orang umum biasanya. Kesulitan belajar merupakan gangguan psikologis dasar pada anak berkebutuhan khusus. Kesulitan belajar adalah suatu kesulitan belajar pada anak yang ditandai oleh ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya dan akan memengaruhi hasil akademiknya. Kesulitan belajar ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya akibat gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu/wicara), gangguan penglihatan (tunanetra), kelainan pada kecerdasan (tunagrahita, giffted dan genius), gangguan pada anggota gerak (tunadaksa), gangguan perilaku dan kestabilan emosi (tunalaras), lamban belajar (slow learner), ADHD, atau autis akan memengaruhi proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus sesuai dengan tingkat kesulitannya.

Pada anak berkebutuhan khusus jenis autisme dapat menggunakan pendekatan ABA. Applied Behavior Analysis (ABA) adalah sebuah pendekatan psikologi pendidikan yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran anak- anak dalam spektrum autisme.Terapi ABA bertujuan untuk meningkatkan perilaku yang baik dan mengurangi perilaku yang mengganggu proses pembelajaran pada anak. Pendekatan ABA juga merupakan suatu proses pengajaran/intervensi yang mengaplikasikan perilaku melalui proses analisis. Terapi ABA juga dapat meningkatkan keterampilan sosial, komunikasi dan belajar melalui strategi penguatan.

Pada anak dengan kelainanan. Attention Deficit Hyperactivity disorder (ADHD) harus banyak melakukan kontak fisik karena anak berkebutuhan khusus ini masih polos dan bersih, dengan pendidikan humanis dan inklusif guru atau pendidik hanya dapat tersenyum dan memakai nada tegas sedikit. Anak berkebutuhan khusus perlu dibimbing dan diarahkan bukan dimarahi atau diabaikan. Anak ADHD sulit untuk memusatkan perhatian pada satu hal dalam satu waktu. Anak ini perlu untuk diberikan pelatihan interaksi sosial dan pemahaman mengenai potensi atau kemampuan yang dimilikinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun