Mohon tunggu...
M. Ghaniey Al Rasyid
M. Ghaniey Al Rasyid Mohon Tunggu... Freelancer - Pemuda yang mencoba untuk menggiati kepenulisan

Orang yang hebat yaitu orang yang mampu untuk mempertahankan prinsip mereka dari beberapa kontradiktif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Spiral Kekerasan di Negara (katanya) Pancasila

20 November 2020   14:13 Diperbarui: 20 November 2020   14:17 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: cnnindonesia.com

Hidup ditengah masyarakat yang heterogen memiliki pelbagai kerumitan tersendiri dibandingkan dengan kondisi sosial yang terkesan homogen. Indonesia yang menaungi beribu suku dan kepercayaan yang berbeda-beda menjadi sebuah keunggulan dan citra yang menarik dibandingkan dengan negara-negara Eropa ataupun Amerika. 

Tidak bisa kita nafikan lagi, bahwasannya berkehidupan akan terjadi sebuah benturan antara pola pikir dari berbagai Individu, toh setiap individu faktanya mempunyai kondisi pola pikir yang bermacam-macam. Kita tidak bisa menyalahkan ataupun mendikte untuk menjadi seperti yang kita inginkan. Bahkan istilah -menghargai tidak asing untuk kita dengar ketika hidupa di tengah negeri yang katanya pancasila.

Pancasila? Masihkah ada? pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para skeptisis terhadap pancasila adalah bentuk kritikan pedas dari negeri ini yang menghambakan hidup di Indonesia dengan tatanan moral berdasar Pancasila. Ada yang merasa terhinakan karena meragukan, ada pula yang merenung dan memikirkan kembali atas relevansi terhadap kehidupan ini. 

Salah satu yang terkandung dalam pancasila -Persatuan indonesia, hari ini relevansinya benar-benar diuji keampuhannya. Gejala sosial yang bergejolak atas nama golongan memberikan amunisi dengan target tujuan persatuan bangsa. Hegemoni ala gramsci dimana pemikiran tertentu mampu mempengaruhi secara besar dan mengakar akan berakibat pada goyahnya sebuah pemahman utama yang sebelumnya mapan. Peranan agitator berpengaruh dalam perihal ini. 

Agitator lebih terkesan sebagai penyampai yang mahir dalam hasut menghasut demi kepentingannya. Peranan agitator akan berhasil apabila objeknya adalah orang-orang empuk -yang minim akan pemahaman pancasila dan humanisme. Sering mereka tergiur dengan Surga dan Neraka akan tetapi lupa membedakan orang-orang surga dan negara. 

Yah, memang kita tidak bisa mendeskriditkan bahwasannya orang halus itu akan benar-benar bisa menikmati surga, toh semuanya itu kehendak pencipta. Akan tetapi minimal, kita bisa berkontemplasi tentang kebaikan dan keburukan. Semua pasti ada timbal baliknya antara tuhan dan manusia. 

Kekerasan sering terjadi di bumi pertiwi. Saklek terhadap pemikiran sejatinya adalah sebuah kekerasan terhadap pluralisme dalam berkehdiupan. Fundamentalis adalah reporduksi dari pemikiran yang saklek. Mengapa demikian? kecacatan dalam berfikir dan kekanak-kanakan dalam memahami Tuhan dan makhluknya -Surga dan Neraka, menjadikan mereka melebihi Tuhan dalam bersikap dan bertingkah laku. Fatal!

Mengilhami agamapun tidak seharusnya mengkotakan dan dicerminkan seperti Islam, Kristen ataupun Yahudi. Kalau anda tahu, Secara esensi agama itu ambil alih dari bahasa Sansekerta A- Anti atau tidak dan Gama yang berarti kekerasan --Anti Kekerasan. Ketika kita sudah mengetahui maksud dari esensi tersebut sudahlah kita tahu dan mudeng retorika dalam menjalankan agama yang sebenarnya-benarnya A-gama.

Masih ingatkah dengan peristiwa kecelakaan kemanusian Poso, Konflik tanjung badai, pengeboman gereja atau bahkan peristiwa kecelakan moral dengan mendoakan tokoh agar berumur pendek? peristiwa tersebut merupakan contoh kegagalan manusia dalam mengilhami sebuah Agama untuk kedamaian hidup. Mereka terpatri jiwa kebencian yang tidak dioleh melalui sebuah nalar sehat yang dijalankan berrdasarkan konsensus bersama.

Pangkat ataupun predikat tidak bisa menjamin kemapanan dalam berfikir dan bersikap. Relativitas diterapkan pada aspek ini, dikarenakan setiap insan mempunyai kesalahan dalam berfikir yang sejatinya tidak bisa kita jauhkan dari baju makhluk Tuhan ini -Manusia. Mengharapkan kepada tokoh yang memiliki pangkat tertinggi adalah salah satu sebuah kesalahan dalam berlogika menjalani hidup ini. 

Fundamentalisme yang bersifat sangat kronis, akan berpengaruh kepada tindak kekerasan secara fisik dengan resiko menyakiti ataupun membuat cacat bahkan mati target yang mereka pilih. Dom Helder Camara menuliskan kausalitas anatara kekerasan yang ditentang dengan kekerasan. Menarik! kekerasan yang terjadi apabila diusahakan untuk diredam dengan kekerasan menciptakan malapetaka yang membangkitkan belenggu hitam kekerasan yang tidak pernah ada ujungnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun