Di zaman serba modern seperti sekarang ini, menyampaikan pendapat ataupun uneg-uneg atas ketidakberesan sistem di Indonesia tidak harus selalu dengan turun ke jalan, membawa spanduk dan baliho besar, atau yang sering disebut dengan demo.Memang, bagi sebagian orang demo masih dianggap sebagai cara yang efekif untuk menyuarakan aspirasinya, namun, di tangan orang-orang kreatif, seni pertunjukan juga dapat dijadikan sebagai wadah aspirasi masyarakat, lho!Hal inilah yang dilakukan oleh sebuah komunitas bernama Teater Sastra.
Teater Sastra UI merupakan kelompok teater tertua yang ada di Universitas Indonesia.Didirikan oleh seorang pengajar drama Program Studi Inggris FIB UI, I. Yudhi Soenarto, kelompok teater ini telah mementaskan lebih dari 300 lakon sejak tahun 1984.Teater Sastra selalu identik dengan karya-karya satir yang digunakan untuk menyentil atau menyindir pihak tertentu, bahkan terkadang penonton sendirilah yang merasa tersentil dengan dialog-dialog yang digunakan dalam setiap pementasan Teater Sastra.Seperti pada pementasannya tahun 2010 silam yang berjudul Sketsa Robot ver 2.0.Pada pementasan tersebut, sindiran ditujukan kepada sistem pendidikan Indonesia yang semakin carut marut dengan biayanya yang semakin meroket.
Belum lama ini, tepatnya pada tanggal 25-26 Oktober 2013 lalu, Teater Sastra kembali mementaskan sebuah lakon.Pementasan yang diberi judul Multi-Monolog “Selingkuh” ini merupakan pementasan ke-341 dari kelompok Teater Sastra.Konsep dari pementasan ini agak sedikit berbeda dari pementasan-pementasan Teater Sastra sebelumnya.Jika biasanya Teater Sastra menggunakan banyak aktor dan aktris dalam lakonnya, kali ini hanya terdapat tujuh pemain dalam pementasan ini.Lalu, mengapa disebut multi-monolog? Pada umumnya, teater mempertontonkan para aktor saling berdialog satu sama lain, namun pada pementasan ini, ketujuh pemain hanya duduk sambil masing-masing menceritakan kisahnya sendiri, tidak ada interaksi antara satu tokoh dengan tokoh lainnya.Uniknya, kisah yang diceritakan oleh para tokoh memiliki kaitan satu sama lain.
Pementasan ini bercerita tentang kisah sepasang suami istri yang bernama Zaki dan Ida.Zaki merupakan seorang musisi ternama dan ida adalah seorang karyawati yang kariernya cukup sukses.Zaki memiliki kebiasaan yang cukup aneh, dia mengidap kelainan sadomasokis, dimana dia akan merasa puas berhubungan seksual jika dia berhasil menyiksa pasangannya.Hal ini juga terjadi pada Ida, dia akan mendapatkan kepuasan seksual ketika dia merasa tersiksa.Sebagai musisi, Zaki memiliki jadwal yang sangat padat, seringkali dia tidak pulang ke rumah karena harus menjalankan tur keluar kota.Kesibukan Zaki membuat Ida terkadang merasa kesepian, di tengah kesepiannya ini, muncullah Hendrik, seorang pengusaha sukses yang mencintai Ida.Hubungan Ida dan Hendrik semakin lama semakin dekat.Ida sering pulang hingga larut malam dan hal itu membuat Zaki mulai mencurigai Ida.
Kisah ketiga tokoh di atas, Zaki, Ida, dan Hendrik, dikomentari oleh empat tokoh lain.Keempat tokoh tersebut mengomentari kasus perselingkuhan dalam berbagai kacamata.Ada yang memandangnya dengan kacamata hukum, media, feminisme, dan mistis.Banyak penonton yang tidak sadar bahwa kesetiaan dan perselingkuhan yang digambarkan pada cerita ini bukan hanya sekadar dalam urusan cinta.Namun, ini merupakan gambaran dari realita sosial yang ada di Indonesia.Salah satu tokoh dalam pementasan ini, Vijay Benggali, berkata di penghujung pementasan “Dari Sabang sampai Merauke, negara ini penuh perselingkuhan.”Perselingkuhan yang dimaksud di sini tidak hanya soal cinta, namun juga kesetiaan pemerintah terhadap masyarakat yang belakangan ini mulai luntur.Juga, kesetiaan media terhadap kebenaran yang lama-lama semakin terkikis.
Banyak hal yang dapat kita temukan dalam dunia teater, baik secara tersirat maupun tersurat.Teater berbeda dari tontonan lain yang hanya bertujuan untuk menghibur.Melalui teater, kita diajak untuk melihat reaita yang ada di sekitar kita dari berbagai sudut pandang.Teater mencoba mengajak penonton mengkritisi realita sosial di Indonesia dengan cara yang menyenangkan.Pada lakon Multi-Monolog Selingkuh, kita dapat melihat kecerdikan Teater Sastra dengan menggunakan cerita perselingkuhan dalam cinta, yang digemari banyak orang khususnya kalangan remaja, untuk menggambarkan keadaan sosial di Indonesia.Sehingga, orang awam pun dapat menyadari bahwa ada yang tidak beres di negeri ini.
Gevintha Karunia Maully
Gambar: Koleksi Pribadi