Mohon tunggu...
Geno
Geno Mohon Tunggu... Pengembara Cerita

Seorang pejalan biasa di lorong-lorong kata, peramu makna dari serpihan realitas. Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang yang mencatat detik-detik kehidupan. Kata-kata adalah perahuku, menyeberangi arus waktu, menelusuri riak-riak kisah yang sering terlewatkan. Aku menulis bukan untuk dikenang, tetapi agar ingatan tidak lenyap begitu saja bersama senja. Dari kota kecil, aku mengamati dunia. Dari hal-hal sepele, aku belajar memahami yang besar. Aku percaya, setiap cerita layak didengar, dan setiap detak jantung kehidupan punya artinya sendiri. Bukan penguasa kata, bukan juga penyair megah. Hanya orang biasa yang menemukan kebebasan dalam merangkai kalimat, mengukir jejak dalam sunyi, berharap ada yang membaca dan merasa tidak sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bisikan Hujan di Pagi yang Sunyi

4 April 2025   12:52 Diperbarui: 4 April 2025   14:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: ilustrasi pribadi

Rintik hujan jatuh perlahan, membasahi aspal yang masih sepi. Senja baru saja berlalu, menyisakan pagi yang kelabu. Angin dingin menyelinap di antara celah-celah bangunan kota, membawa aroma basah yang khas.

Di sebuah halte bus yang sepi, Rama duduk termenung. Matanya kosong menatap genangan air yang beriak setiap kali tetesan hujan menyentuhnya. Sudah tiga bulan ia kehilangan pekerjaan. Tiga bulan pula ia mengelilingi kota ini, dari satu kantor ke kantor lain, hanya untuk mendapatkan penolakan yang sama.

"Maaf, kami mencari kandidat yang lebih muda."

Kalimat itu terus bergema dalam benaknya. Di usia 45 tahun, Rama merasa dunia telah meninggalkannya. Selembar map berisi CV tergenggam erat di tangannya, basah oleh keringat dan sedikit terkena percikan hujan.

"Om, boleh duduk di sini?"

Suara itu memecah lamunannya. Seorang anak perempuan berusia sekitar sepuluh tahun berdiri di depannya. Seragam sekolahnya sedikit basah. Rambut hitamnya yang dikepang dua meneteskan air.

"Silakan," jawab Rama singkat, lalu menggeser posisi duduknya.

Gadis kecil itu duduk dengan riang, seolah hujan dan pagi yang dingin sama sekali tidak mengganggunya. Ia membuka tasnya, mengeluarkan sebuah buku sketsa yang sedikit basah.

"Om sedang menunggu bus juga?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari buku sketsanya.

"Ya," Rama menjawab sekenanya. Matanya masih menatap genangan air.

"Om terlihat sedih. Apa om kehilangan sesuatu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun