Rintik hujan jatuh perlahan, membasahi aspal yang masih sepi. Senja baru saja berlalu, menyisakan pagi yang kelabu. Angin dingin menyelinap di antara celah-celah bangunan kota, membawa aroma basah yang khas.
Di sebuah halte bus yang sepi, Rama duduk termenung. Matanya kosong menatap genangan air yang beriak setiap kali tetesan hujan menyentuhnya. Sudah tiga bulan ia kehilangan pekerjaan. Tiga bulan pula ia mengelilingi kota ini, dari satu kantor ke kantor lain, hanya untuk mendapatkan penolakan yang sama.
"Maaf, kami mencari kandidat yang lebih muda."
Kalimat itu terus bergema dalam benaknya. Di usia 45 tahun, Rama merasa dunia telah meninggalkannya. Selembar map berisi CV tergenggam erat di tangannya, basah oleh keringat dan sedikit terkena percikan hujan.
"Om, boleh duduk di sini?"
Suara itu memecah lamunannya. Seorang anak perempuan berusia sekitar sepuluh tahun berdiri di depannya. Seragam sekolahnya sedikit basah. Rambut hitamnya yang dikepang dua meneteskan air.
"Silakan," jawab Rama singkat, lalu menggeser posisi duduknya.
Gadis kecil itu duduk dengan riang, seolah hujan dan pagi yang dingin sama sekali tidak mengganggunya. Ia membuka tasnya, mengeluarkan sebuah buku sketsa yang sedikit basah.
"Om sedang menunggu bus juga?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari buku sketsanya.
"Ya," Rama menjawab sekenanya. Matanya masih menatap genangan air.
"Om terlihat sedih. Apa om kehilangan sesuatu?"