Mohon tunggu...
Getha Dianari
Getha Dianari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Tunggu sesaat lagi, saya akan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan dan Renungan Iman

30 Mei 2019   16:24 Diperbarui: 31 Mei 2019   03:34 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Banyak orang-orang takut miskin namun sayangnya orang-orang itu adalah orang-orang kaya yang kelebihan harta. Banyak orang-orang miskin hidup dalam ketakutan, akhirnya meminta-minta, bahkan mencuri supaya cepat-cepat dapat uang. Bukankah Allah menganugerahkan kesehatan berpikir dan kesempurnaan fisik kepada manusia agar mengerjakan hal-hal mulia di muka bumi?

Q.S. Al-Baqarah (268), "Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui."

Kekhawatiran esok tidak bisa makan atau kekurangan rezeki adalah cara setan untuk menggoyahkan keimanan manusia. Orang-orang yang punya kesanggupan untuk berzakat atau bersedekah, lakukanlah tanpa khawatir hartanya akan habis, malah Allah berjanji melipatgandakan harta tersebut. Dalam Q.S. Al-Baqarah (261), "Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui".

Sedangkan orang-orang yang punya kesanggupan lebih sedikit, wajib memenuhi nafkah terhadap dirinya sendiri, istri dan anak-anaknya melalui usaha yang diridhoi Allah. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.", Q.S. Al-Baqarah (286).

Inilah mengapa keimanan membawa ketenteraman. Dengan keimanan, manusia tidak hidup dalam kekhawatiran secara berlebih-lebihan. Keimanan akan membuat hati ikhlas dan pikiran optimis sehingga energi kita bisa dipusatkan untuk melakukan kebajikan dan khusyuk dalam beribadah.

Mengukur Derajat Keimanan

Baru saja kemarin saya menuntaskan novel The Good Earth karya Pearl S. Buck, berkisah soal kehidupan keluarga petani di Cina sebelum masa Perang Dunia I. Dalam sebuah bagian diceritakan pada masa itu terjadi paceklik (musim kekurangan makanan) yang berlangsung sangat lama. Di saat-saat inilah manusia diuji keimanannya, apakah ia tetap berpikir waras atau jadi gila. Gila menjarah harta orang lain, gila membunuh manusia sehingga dagingnya bisa dimakan selagi tak ada lagi makanan yang bisa dimakan, atau gila menjual anaknya sendiri menjadi pelacur-pelacur orang gedongan supaya dapat uang yang cukup untuk bermigrasi atau sekadar membeli makanan di pasar.

Ayah saya pernah berpesan, "Jika datang musibah dan manusia bersabar, maka itu namanya ujian. Jika karena musibah, kesabaran dan ketakwaan kita tak goyah malah-malah semakin bertambah, maka derajat kita bertambah di hadapan Tuhan. Jika manusia tidak bersabar saat ditimpa musibah maka itu namanya azab. Tuhan memberi ganjaran yang pantas atas ketidaksabarannya."

Musibah ditimpa penyakit, ditinggal orang terkasih, difitnah, dilanda kebangkrutan, apapun bentuknya. Manusia beriman akan menganggapnya sebagai ujian yang sengaja dihadirkan Tuhan untuk menentukan derajatnya. Perkara demi perkara dituntaskan dengan sabar dan tindakan positif. Jika sebaliknya, manusia bukanlah apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun