Mohon tunggu...
Ion Sustriono
Ion Sustriono Mohon Tunggu... Swasta -

Kadang sayang kalo ada ide cuma di kepala doang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Darsih

2 September 2017   09:59 Diperbarui: 2 September 2017   10:38 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

DARSIH 

Udara dingin musim kemarau pukul lima pagi terasa amat menusuk tulang rusuk Darsih. Dibuka matanya,pandangannya masih seperti kemarin,kemarinya lagi dan kemarinnya lagi.Tidak ada siapapun dan tak akan ada siapapun.Darsih bangun dari pembaringannya, duduk ditepi dipan lalu menggelung rambutnya.Kokok ayam jantan terdengar sayup-sayup,berpadu nadadengan cicit burung-burung sikatan dibelakang rumahnya.Tiupan asapkereta api yangmelintas dipersawahan,menjadikan aromaharmoni pagi semakin sedap di kampungDarsih.Setiap subuh,kereta itu selalu melintas persawahan tidak jauh dari kampung. 

Setelah gelungannya dirasa nyaman di kepala, Darsih berajak dari dipan bertikar daun pandannya. Dipakainya sandal jepi yang minggu kemarin dibeli di warung Lik Tirah. Sebelum memasuki pintu dapur,dibukalah gorden benang wol pintu kamar sebelah kamarnya,dua bocah tidur berselimut jarit meringkuk kedinginan di atasdipan mereka. Naryo dan Naryan, dua bocah kembar yang lahir tujuh tahun yanglalu. Desiran dada terasa mengelus jauh di hati Darsih. Merekalah yang selalu menguatkan tekadnya untuk tidak seperti perempuan-perempuan dikampungnya yang merantau ke kota, atau bahkan ke luar negeri menjadi TKI. Darsih inginbisa selalu membelai rambut dua anak kembarnyasetiap malam. 

Setelah lampu minyak di dapur dinyalakan, dimasukannya beberapa batang kayu bakar dan segenggamdaun-daun kering yangDarsih kumpulkan sore kemarin. Daun-daun kering itulah yang akan menjadi nyala api pertama untuk membakar kayu-kayu bakar ditungku atau pawonnya. Sebuah panci berisi air hampir penuh telah ia letakkan di pantat pawon. Sambil menunggu airnya mendidih, Darsihmencuci beras yang akan ia masak.Menirisnya,lalu meletakkan ditepi pawon tanah liat itu. 

Dirasa perutnya mulas, Darsih meninggalkan dapurnya dan pergi ke kakus di belakang rumahnya. Cukup lama Darsih membuang hajat. Tiba-tiba, terdengar teriakan Karsiwen, tetangga sebelah Darsih. "Kebakaran, kebakaran....!!!!" 

Darsih buru-buru menyelesaikan hajatnya. Bagai tersambar petir disiang hari, Darsih kalang kabut berlari menghampiri dapurnya yang menyala-nyala.Debaran jantungnya memporak-porandakan nyalinya untuk masuk ke dapur. 

Karsiwen dan beberapa tetangga,laki-laki maupun perempuan berlarian menghampiri dapur Darsih.Mereka sudah membawa emberdan seadanya untuk menyiram api dengan airsumur. 

Darsih berteriak,memaki api yangkian melumpuhkan dapurnya.Naryo dan Naryan menangis penuh takut diatas dipan mereka. 

"Biyung.....biyung....biyung..... "ratap bocah-bocah itu. 

Tangis Darsih meledak seketika mendengar suara anak-anaknya. 

" Kang,Naryo karo Naryan nang njero, Kang.... "rengek Darsih pada Ginosalah satu tetangga nya. 

"Iya,Sih.Nyong krungu.Nyong arep mlebu kiye.Koe kene bae.... "gugup dan ragu Ginomasuk ke Dapur.Mencari celah untuk bisa masuk kamar Naryo dan Naryan. 

Api semakin merambat, asapmengepul menghitamkan langit pagi diatas rumah Darsih. 

Bapak-bapak dan bujangan terus saja menyiram api dengan air.Ibu-ibu berlarian membawa emberpenuh airdari sumur belakang rumah Darsih.Mereka berteriak riuh rendah membahasakan kepanikan masing-masing.Darsih duduktersimpuh, airmatanya terus menderas.Mulutnya hanya melontarkan gumaman nama Naryo dan Naryan,bergantian. 

***** 

Darsih berjalan pelan namun pasti menyusuri tegalan persawahan.Tangan kanannya menenteng bungkus plastik hitam.Angin pagi semilir menyibak jarit yangditapihkannya.Helai-helai rambut diluar gelungannya berayun tenang,memberi pesan pada hangatnya matahari pagi bahwa Darsih tetap Darsih. 

"Arep tilik Naryo karo Naryan,Sih...? "tanya Karso saat berpapasan dengan Darsih. 

"Iya, Kang.Njujugna sarapan kiye...." Jawab Darsih pelan. 

Karso hanya mengangguk-angguk tanda mengerti. 

Bukan hanya Karso yangmengangguk mengerti,dipagi-pagi sebelum dan setelahnya setiap kaliDarsih menyampaikan jawaban itu, orang-orangsudah tidak perlu lagi bertanya seharusnya.Tapi,mereka seakan tidak punya pertanyaan lainselain menanyakan tujuan Darsih dipagi itu. 

Bagi Darsih,pagi adalah bagian dari hari yangmemberi nyawa tersendiri pada hidupnya.Dia memulai hari dengan menggelung rambutnya,memasak,membersihkan rumah berikut halamannya dan akan berakhir dengan bercakap-cakap dengan Naryo dan Naryan,dua putra kembarnya. 

Pagi-pagi itu terus berulang,entah sudah berapa ratus ribu kalipagi yangDarsih lewati dan tetangga-tetangga nya punsangat hafal pagi-pagi milik Darsih. 

"Sih,wis lah aja tilik Naryo karo Naryan bae.Melasi tulih...... "nasehat Karsiwen suatu hari. 

"Kas,nek udu nyong singnjujugna sarapan,Naryo karo Naryan arep sarapan apa?Koe mbok ngerti, mungnyong tok biyunge bocah-bocah lola kae.Nyong mungmelas,nek bocah-bocah kae pada kencoten,Kas. "ungkap Darsih pelan. 

"Iya,pancen bener biyunge mungkoe thok.Tapi wis lah,ikhlas na bae.Gusti Allahtulih lewih ngerti sing palingapik nggo anak-anakmu. "Karsiwen sesekali mengelus pundak Darsih. 

Terkadang Darsih hanya diam tak mengungkapkan apapun saat tetangga-tetangganya menasehatinya.Mukanya menunduk,menutupi airmatanya yangjatuh membelah sesak dadanya.Isakannya semakin menghancurkan kerasnya hati janda berusia 50tahun itu. 

Apalagi bila Martini,Giyat,dan Kasno datang berkunjung ke rumahnya.Darsih hanya dudukdiam berpandangan kosong melihat tiga teman bermain Naryo dan Naryan saat kecil dulu.Darsih masih sangat ingat saat mereka berlima bermain dihalaman belakang rumahnya.Darsih masih jelas mendengar tawadan teriakan suara masakecil mereka.Masih jelas merasakan kebahagiaan mereka bermain gobak sodor.Saat ini punDarsih masih bisa merasakannya,meskipun hanya sebatas angan-angan berbentur rindu. 

" Yung.Nyong,Giyat karo Kasno mau barkang kuburane Naryo karo Naryan.Sarapan singrika jujugna mau esuk,wis gari wadaheh tok Yung.Apa rika ngerti sapa singmangan sarapanne Naryan karo Naryo??? " Tanya Martinisaat bertemu Darsih dipekarangan rumahnya. 

Darsih cuma diam menggeleng. 

Tamat 

***** 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun