Mohon tunggu...
Ges Saleh
Ges Saleh Mohon Tunggu... Buruh - Menulis supaya tetap waras

Bercerita untuk menasihati diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pria Bulan

20 September 2020   19:43 Diperbarui: 21 September 2020   17:49 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bilam kembali tertawa, cukup keras untuk membuat mereka menjadi pusat perhatian.
“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” tanya Bilam.

“Aku mulai memikirkan untuk berhenti kerja dan memulai lagi dari awal. Atau, aku hanya akan melakukan yang kau bilang, mencari lawan yang lebih mudah kukalahkan.”

“Yah, yang mana pun, kuharap itu yang terbaik untukmu. Oiya, kapan kau akan kembali ke sana?” Bilam memberi isyarat dengan mengangkat cangkir.

“Seminggu setelah lebaran.”

“Kuharap kita masih bisa bertemu sebelum kau berangkat lagi.” Bilam memeriksa jam di tangan krinya, “Sudah malam. Aku takut tidak dibukakan pintu istriku,” tambahnya.

“Betapa dunia kian berubah. Bilam yang begitu disegani di kampus, kini takut pada istrinya,” ejek Cukisno.

“Tunggu saja giliranmu,” jawab Bilam santai.
“Aku sangat menunggu waktu itu,” balas Cukisno, “Kau duluan. Aku masih suka di sini.”

Jabat tangan dan gerakan mengadu bahu jadi penutup pertemuan mereka. Cukisno masih di mejanya, berteman kopi ketiganya dan obrolan samar di meja sebelah.

Pemuda itu mengarahkan wajahnya ke langit. Ada bulan yang menyambutnya dengan senyuman tipis, seolah sedang merayu Cukisno untuk datang padanya. Atau mungkin itu adalah sebuah mata yang sedang menatap licik ke arahnya.

Seperti seekor serigala yang tengah memberi muslihat dan menunggu waktu yang tepat untuk menyergap mangsanya. Seketika Cukisno merasa mual. Teringat olehnya akan kembali ke sana. Tempat yang membuatnya harus meninggalkan semua orang yang dikenalnya, ditinggalkan orang yang dicintainya.

Beberapa hari lagi Cukisno akan kembali ke perantauannya. Menempuh ratusan ribu kilometer, menembus atmosfer. Menghabiskan setahun ke depan di tanah tandus bernama bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun