Mohon tunggu...
Germanus Loy Teku
Germanus Loy Teku Mohon Tunggu... Lainnya - Segala Sesuatu Ada Waktunya

Roger That

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Heran Aku Sama Sembako. Sebenarnya Apa Sih Isinya?

8 Mei 2022   15:00 Diperbarui: 8 Mei 2022   22:09 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aku masih tinggal di pelosok negeri ketika pertama kali mengenal istilah Sembako.  Istilah itu datang dari berita di TV dan Radio. Waktu itu kumembayangkan enak sekali jadi orang kota, orang Jawa secara umum.

Berita-berita didominasi kabar dari seputaran Jawa saja. Tentu saja termasuk kabar tentang sembako, harga sembako, dan bantuan sembako. Melalui kabar-kabar itu kutahu beberapa isi bantuan pokok itu terdapat barang kategori "enak"

Kami yang masih duduk bangku SMP, masih rada-rada anak kecil, ngiler lihat di TV orang yang terima sembako ada beberapa bungkus Indomie, kecap. Itu barang langka di kamar makan asrama kami. Cuma hitungan jari siswa yang bisa beli Indomie tiap hari. Tiap meja yang anggota mejanya siswa dalam kategori ini adalah beruntung. Sebungkus mie goreng bisa dibagi berenam. Itupun masih dibagi ke meja tetangga, tergantung keakraban dan jasa baik.

Saat kuliah akhirnya saya dimasukan dalam daftar penerima bantuan ini oleh bapak RT. Senang bukan kepalang. Tapi saya kecewa. Idealisme mahasiswa semester awal berontak karena jumlah bantuan tak sampai sembilan. Saya menolak menyebutnya Sembako. Bagaimana bisa bilang sembako kalau yang  kudapatkan adalah beras, mie instan dan gula. Apanya yang sembako, sementara sembako sendiri merupakan singkatan dari Sembilan Bahan Pokok

Setelah bekerja kabar tentang sembako semakin intens kudengar, tetapi nyaris tak kebagian. Beberapa kali malah dibagi oleh orang yang dapat paket sembako dari orang dalam. Untungnya saya tidak begitu idealis lagi. Bodo amat. Apalagi tinggal di rantau yang mengharuskan KTP dari tempat tersebut.

Istilah sembako sendiri mulai meluas penggunaannya sejak tahun 1998, atau mungkin saja sebelumnya kalau di kota-kota besar. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 115/MPP/Kep/2/1998 tanggal 27 Februari 1998 yang termasuk dalam Sembilan Bahan Pokok adalah sebagai berikut :

  1. Beras
  2. Gula Pasir
  3. Minyak Goreng dan Mentega
  4. Daging
  5. Telur Ayam
  6. Susu
  7. Bawang
  8. Gas (LPG) dan Minyak Tanah
  9. Garam

Sebagai acuan, daftar ini sudah sangat jelas menunjukan bahwa Sembako berorientasi pada pemenuhan kebutuhan makanan sehat yang bisa dimasak bersama bumbu sederhana, dengan kompor yang ada bahan bakarnya. 

Tetapi saya merasa masih kurang. Keputusan ini tidak memasukan sayuran dalam daftar. Bagaimana bisa sayur tidak dimasukan padahal daging dimasukkan? Daging maupun sayur sama-sama mudah busuk. Kalaupun daging bisa dibekukan, memangnya sayur tidak bisa? Banyak kok bahan makanan yang awet yang bisa dimasukan dalam kategori sayur selain dedaunan.

Dalam konteks 1998 lalu, beberapa daerah bahkan tidak bisa pakai LPG atau kompor minyak tanah. Persedian kayu bakar melimpah ruah. Saya paham mengapa sebagian orang pada awal-awal bantuan sembako berpendapat lebih baik semua item Sembako diberaskan saja.

Namun melihat peningkatan akses penduduk Indonesia akan gaya hidup modern kian tinggi jika dibandingkan tahun 1998, kupikir daftar sembilan bahan pokok di atas sudah relevan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi masyarakat sekarang kian cerdas soal kuliner. Bahan sederhana sudah bisa disulap jadi masakan bercita rasa tinggi.

Saya sangat senang ketika pihak swasta juga bagi-bagi sembako. Syukur saja jika jumlah dan isinya tidak sesuai dengan keputusan menteri perdagangan. Bahkan jika datang dari personal tertentu, dengan item tertentu,untuk kepentingan politik tertentu, saya tidak peduli. Kalau bisa menghemat uang belanja, mengapa tidak. Waktu pemilihan nanti itu lain soal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun