Mohon tunggu...
Niko Nababan
Niko Nababan Mohon Tunggu... Guru - Manusia biasa yang berproses menjadi seorang guru

Temukan saya di: http://nikonababan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Rahasia Gerbong Kereta Api "Medan"

7 November 2017   17:17 Diperbarui: 9 November 2017   10:14 3307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang Kereta Api Medan - Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=124438683

"Naik kereta api tut...tut...tut...., siapa hendak turut ?"

Itulah lagu yang terlintas di pikiran kita saat mendengar kata "kereta api". Lagu yang sudah dikenalkan sejak masa balita oleh orang tua, televisi maupun buku-buku pelajaran di taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Lagu ciptaan Ibu Soed yang sangat populer bagi anak-anak era 90-an ini sudah sangat jarang sekali terdengar. Dahulu, lagu ini sering dinyanyikan oleh sekelompok anak yang sedang bermain bersama teman-teman sebayanya. Namun belakangan "kids jaman now" (begitu orang-orang menyebutnya) lebih senang menyanyikan lagu-lagu yang nge-hits pada era yang dipimpin oleh bapak presiden Jokowi. 

Kemajuan teknologi, perkembangan sistem informasi membuat semua orang menjadi lebih mudah untuk berselancar di dunia digital. Sehingga anak zaman sekarang dengan mudah mengetahui apa yang sedang populer pada saat ini dari seluruh penjuru dunia. Untuk tingkat kesulitan pengucapan kata, mungkin kata-kata dalam lirik lagu despacito lebih sulit dari pada lagu naik kereta api, namun tidak sedikit anak-anak indonesia yang menyukai lagu despacito meskipun dengan bahasa yang berantakan.

Namun pada tulisan ini saya tidak sedang ingin membahas "kids jaman now" walaupun keberadaannya saat ini sedang viral di media sosial. Kali ini saya akan membahas tentang keseruan ketika melakukan perjalanan menaiki kereta api. Kenapa kereta api ? karena kalau kereta artinya berbeda lagi. Bagi beberapa orang sumatera khususnya Medan, kereta berarti sepeda motor. Jadi intinya agar tidak ada kesalah pahaman saja.

Saat libur kuliah tiba, saya lebih memilih menggunakan transportasi umum yaitu: kereta api untuk pulang ke kampung halaman saya. Saya kuliah di salah satu kota besar di Indonesia yaitu Medan yang sekaligus merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara. Alasan saya memilih menggunakan kereta api antara lain:

  1. Lebih Nyaman dan Bersih(karena untuk semua kelas penumpang kereta sudah menggunakan ac)
  2. Lebih Murah dan Ekonomis (terlebih ketika libur panjang, kenaikan harga tiket kereta api tidak sebesar kenaikan harga tiket bis cepat)
  3. Lebih Aman (mengingat tingginya angka kecelakaan di kota medan, membuat saya berpikir dua kali untuk menaiki bis cepat)

Namun dari semua alasan itu adalah satu alasan mengapa saya lebih suka menaiki kereta api, yaitu karena saya dapat berbicara dan berbagi cerita dengan orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Hal ini karena untuk setiap kursi penumpang (dalam cerita ini: kelas ekonomi) merupakan kursi panjang untuk 3 seat dan saling berhadapan untuk setiap kursinya. Tentu saja setiap penumpang di satu kursi akan selalu bertatapan dengan penumpang kursi lain hingga akhir perjalanan. Adanya kursi yang berhadapan merupakan kesempatan bagi saya untuk dapat berbagi cerita dengan penumpang yang lain. Bagi sebagian orang memilih tidur ataupun mengenakan earphone adalah beberapa kegiatan yang di lakukan untuk mengisi kebosanan selama perjalanan. Ditemanani beberapa pemandangan yang hijau dari kaca kereta dan beberapa makanan atau minuman yang dijajakan oleh para pedagang saat kereta berhenti di satu stasiun. 

Sungguh kesempatan yang amat disayangkan kalau kita tidak menjalin komunikasi antar sesama penumpang kereta api yang ada di hadapan kita "begitu saya berfikir". Saya tidak pernah memandang siapa orang yang duduk di sebelah saya ataupun di hadapan saya. Tua, muda, sebaya, cantik, jelek apapun jenis kelaminnya saya dengan senang hati berbicara dengan mereka. Saya percaya setiap orang punya ceritanya masing-masing, punya pengalaman yang menarik untuk di dengarkan. Hanya masalahnya, "maukah kita menjadi pendengarnya dan bersediakah kita jadi pembicaranya ?".

Ketika dikatakan: "kan sulit mencari orang yang nyambung berbicara dengan kita, dan tidak semua bisa sepaham dengan kita." 

Maka saya berkata: "yang sulit bukan mencari orang yang nyambung berbicara dengan kita, yang sulit adalah mengikuti alur pembicaraannya."

Coba saja semua orang berkata demikian untuk memberikan alasannya. Lalu bagaimana dengan kakek dan nenek kita, bagaimana cara kita berkomunikasi dengan mereka saat mereka telah menginjak usia rentan mereka. Bukankah kita yang berusaha mengikuti alur pembicaraanya sehingga terjadilah komunikasi. Intinya saat kita mau mengikuti alur cerita seseorang, sedikit banyaknya kita pasti paham apa yang mereka ceritakan.

Saya pernah berbicara dengan seorang bapak yang berprofesi sebagai seorang guru ketika saya berada dalam gerbong kereta, sekilas wajah beliau telihat sangat sangar. Beberapa orang mungkin takut untuk berbicara kepadanya. Tapi satu kalimat yang saya yakini sebagai mantra saat berada di dalam gerbong kereta adalah: "mau pergi kemana pak/bu/bang/dek/nek/lek (lek: sapaan kepada pemuda sebaya) ?". Sebuah kalimat sederhana yang dapat mengantarkan kita ke gerbang pembicaraan selanjutnya. Beliau berbagi banyak pengalamannya kepada saya, bahkan opini-opininya tentang keadaan zaman sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun