Mohon tunggu...
Annisa Rahmatia
Annisa Rahmatia Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi.

an ordinary student, daughter, and teleporter. Beware, I can be anywhere (as long as I got money to travel).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengintip Literasi Media Generasi Z

7 Oktober 2019   22:19 Diperbarui: 7 Oktober 2019   22:28 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era new media memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapat akses bebas akan informasi. Dimulai sejak 1980-an, new media kini menjadi sesuatu yang tidak asing lagi di telinga masyarakat. 

Dengan konsep baru yang ditawarkan, yaitu konvergensi, informasi dan berita kini dapat dengan mudah dikonsumsi oleh khalayak kapanpun dan dimanapun.

New media menimbulkan banyak perubahan di banyak sektor, terlebih bersamaan dengan terjadinya globalisasi. Dunia menjadi seakan borderless, sehingga masyarakat bisa mencari informasi dan berita yang mereka butuhkan dari ribuan bahkan jutaan sumber di internet.

https://www.lausanne.org
https://www.lausanne.org
Seiring dengan perkembangan zaman, jurnalis di era new media juga makin dituntut untuk bisa bekerja secara multitasking, yaitu dengan menyajikan satu berita dalam berbagai bentuk (foto, video, gambar, teks, dll) sehingga jurnalisme di era new media kini cenderung bersifat multimedia. 

Selain itu, pembaca juga tidak lagi bersifat pasif. Informasi yang disampaikan kini bersifat interaktif sehingga pembaca bisa memberikan feedback terhadap berita yang mereka konsumsi.

https://www.lausanne.org
https://www.lausanne.org
Pembaca juga tidak lagi dipandang sebagai penikmat konten, melainkan juga sebagai produsennya. Era new media dan jurnalisme multimedia membuat setiap orang dapat berpartisipasi dalam pembuatan konten, misalnya melalui citizen journalism.

https://nikitadecourcy.wordpress.com
https://nikitadecourcy.wordpress.com
Akan tetapi, kebebasan yang ditawarkan tersebut juga memiliki sisi negatif. Ketika semua orang bebas memiliki platform dan memproduksi konten, potensi persebaran berita hoax pun bisa jadi semakin besar.

Ancaman Hoax di Tengah Derasnya Arus Informasi

detik.com
detik.com
Hoax adalah kabar, informasi, atau berita palsu. Dengan adanya kebebasan sumber informasi, jumlah hoax berpotensi untuk semakin meningkat. Hoax memiliki tujuan untuk menggiring publik untuk mengikuti opini tertentu. 

Biasanya, hoax disebarkan melalui website atau media sosial dengan judul clickbait agar menarik minat pembaca.

kominfo
kominfo
Di Indonesia, persebaran hoax dapat dibilang cukup besar. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2017, tercatat ada sekitar 800.000 situs yang menyebarkan hoax. Situs tersebut menyebarkan berita palsu untuk masyarakat demi keuntungan pribadi, atau golongan serta kelompok tertentu. 

Konten hoax yang disebarkan tidak lain adalah untukk menimbulkan keresahan di masyarakat dengan menyebarkan berbagai prasangka negatif.

Berita bohong yang tersebar di Indonesia beragam jenisnya. Kabar palsu yang banyak tersebar melalui media sosial itu biasanya berbicara tentang kesehatan, politik, kriminal, sentimen terhadap agama atau kelompok tertentu, atau bahkan bencana alam. Menurut Menkominfo, hoax tersebut paling banyak disebarkan melalui media sosial Facebook (81,25%), WhatsApp (56,55%), dan Instagram (29,48%). 

Salah satu contoh hoax yang pernah menggemparkan masyarakat adalah tentang tanda-tanda kebangktitan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

kominfo
kominfo
Berita ini disebarkan melalui facebook pada Februari 2018, dilatar belakangi oleh seorang ustadz yang mengalami pemukulan. Padahal, setelah ditelusuri, pelaku pemukulan ternyata adalah OGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa). Isu ini diterbitkan ketika kondisi politik Indonesia sedang memanas karena Pilkada serentak 2018. 

Pada April 2019, jumlah hoax yang tersebar bisa mencapai 486 hoax. Hal ini bertepatan dengan dilaksanakannya Pemilihan Umum Presiden dan Calon Legislatif di Indonesia. 

https://www.merdeka.com
https://www.merdeka.com
Sejak Agustus 2018 hingga April 2018, jumlah hoax yang terbit di internet jumlahnya mencapai 1.731 hoax. Momentum politik masih menjadi saat yang tepat bagi penyebar hoax untuk melakukan aksi mereka. Terlebih, pada saat pemilihan umum, jutaan perhatian pengguna internet terpusat perhatiannya pada pemberitaan mengenai pemilu.

Tidak bisa dipungkiri, pengguna internet Indonesia masih rentan tertipu hoax. Menurut data dari DailySocial.id, 44,19% masyarakat Indonesia rentan tertipu hoax. Hal ini lantaran disebabkan oleh kurangnya kemampuan masyarakat Indonesia dalam mendeteksi berita hoax. 

www.199it.com
www.199it.com
Seiring dengan banyaknya jumlah pengakses internet dan informasi di Indonesia, bagi saya, adalah wajib hukumnya bagi masyarakat di Indonesia untuk mampu mengetahui apakah berita yang mereka konsumsi sehari-hari adalah hoax atau bukan.

Pentingnya Literasi Media

https://cannabislifenetwork.com
https://cannabislifenetwork.com
Pengguna internet di Indonesia pada Mei 2019 jumlahnya mencapai 171 juta jiwa dari 264 juta jiwa penduduk Indonesia. Angka ini meningkat sebanyak 10,12% dari tahun 2018. 

Mayoritas pengguna internet merupakan mereka yang berusia 15 hingga 19 tahun, atau termasuk ke dalam Generasi Z. Generasi Z adalah orang-orang yang lahir dalam rentang tahun 1995 hingga 2010. 

https://cannabislifenetwork.com
https://cannabislifenetwork.com
Pada tulisan ini, saya mencoba untuk 'mengintip' kemampuan orang-orang dari Generasi Z dalam menghadapi berita hoax. Saya mencoba menelisik lebih dalam tentang literasi media yang mereka miliki.

Literasi media adalah kemampuan untuk menganalisis, mengolah, dan melakukan verifikasi terhadap informasi yang diterima dari media tertentu. Dalam hal ini, literasi media sangat penting untuk dimiliki oleh generasi Z sebagai mayoritas pengakses informasi. 

Seiring dengan banyaknya gempuran informasi di era media baru, generasi Z dituntut untuk memiliki kemampuan literasi agar dapat menyaring informasi yang kredibel.

 

Hasil 'Intipan' Saya pada Generasi Z

Untuk menjawab rasa penasaran saya, saya telah melakukan penelitian terhadap 15 anak dari Generasi Z. Saya mencoba melihat kemampuan mereka dalam mendeteksi dan melakukan filter terhadap berita yang mereka terima.

hasil survey
hasil survey
Mayoritas responden berusia 19 hingga 20 tahun. 53,3% dari keseluruhan responden sangat sering mengakses informasi melalui media online. Media dalam jaringan memang menjadi media yang paling banyak diakses oleh Generasi Z. 

hasil survey
hasil survey
Sementara, keseluruhan mereka pernah menemukan berita hoax di media daring yang mereka akses. 

Kebanyakan hoax yang mereka temui memiliki judul yang provokatif dan cenderung clickbait. Hal ini senada dengan banyaknya broadcast message atau posting di Facebook atau WhatsApp yang banyak beredar. Pada tahun 2018, Kemenkominfo mencatat terdapat 733 konten hoax yang terdapat dalam WhatsApp.

hasil survey
hasil survey
Akan tetapi, 10 dari 15 anak yang saya teliti mengaku pernah tertipu berita hoax. Berita bohong yang tersebar bermacam-macam, umumnya mengenai kesehatan dan politik. Berita tersebut biasanya tersebar di antara grup WhatsApp keluarga atau website yang tidak jelas kebenarannya (tidak ada Pedoman Media Siber, tidak tercantum di domain big data, dll).

Untuk menghindarkan diri dari berita hoax, 15 anak yang saya teliti mengaku sudah memiliki cara sendiri untuk itu. Umumnya, mereka akan mencari berita lain dengan topik serupa di internet. Beberapa di antara mereka juga mengaku melihat sumber penulisan berita.

 Apabila berita yang mereka baca memiliki judul aneh dan pemaparan fakta yang berbelit, mereka tidak akan mempercayai berita tersebut begitu saja.

Secara keseluruhan, generasi Z yang diwakilkan dengan 15 anak yang saya teliti sudah memiliki kemampuan literasi media yang cukup. Akan tetapi, masih banyak di antara mereka yang pernah tertipu berita hoax sehingga kemampuan literasi media perlu ditingkatkan. 

Di tengah derasnya arus informasi yang rentan disusupi hoax, para pengakses internet, khususnya generasi Z seakan dituntut untuk menguasai literasi media. Untungnya, sebagian besar dari mereka sudah mengetahui cara melapor dan melakukan verifikasi terhadap berita mencurigakan yang mereka terima. 

Kemampuan ini harus dipertahankan dan tentunya wajib dimiliki oleh mereka yang belum sepenuhnya memiliki kemampuan literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun