Mohon tunggu...
Geofakta Razali
Geofakta Razali Mohon Tunggu... Dosen - Nata Academy

Pemerhati Postmodernisme dan Komunikasi Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Psikologi Fanatisme dan Penyebaran Hoaks Era Homo Digitalis

1 Juli 2022   10:27 Diperbarui: 3 Juli 2022   09:03 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto oleh ROBIN WORRALL via Unsplash)

Hoaks Vs Lancarnya Komunikasi Manusia Homo Digitalis

Tulisan ini saya harapkan dapat memberikan pengalaman pada kehidupan manusia yang penuh dengan drama. Lebih-lebih pandemi membuat manusia banyak terpenjara di dalam rumahnya, namun banyak ber-ide melalui platform digital, dan sosial media. Kemewahan yang dapat dimanfaatkan manusia dalam mengatur pikiran, serta topik-topik ujaran yang ingin mereka utarakan. Belakangan kita dapat menyebutnya sebagai homo digitalis, yaitu potensi komunikasi digital untuk menentukan perilaku, budaya, atau bahkan peradaban suatu masyarakat.

Cukup signifikan bahwa saat ini para homo digitalis bisa dikatakan tidak terganggu dalam interaksi, informasi, dan komunikasi. Mempercepat bisnis, proses belajar, melihat hiburan dan sebagainya. Saya ingin menggambarkan sebuah antusiasme manusia dalam menggunakan hebatnya teknologi komunikasi yang sudah merasuk kedalam kehidupan manusia.

Yufal Noah Harari pernah menulis Homo Deus dengan menggambarkan kemudian manusia akan menjadi dewa. Untuk itu, ujaran manusia saat ini yang mengkomunikasikan dirinya sebagai dewa saya anggap sebuah mode of being atau model kehidupan baru dan eksistensi dalam membentuk identitas manusia.

Saat ini, setiap manusia yang kurang berpikir kritis pasti akan menganggap sebuah kepastian adalah sebuah kepastian yang ada pada layer itu sendiri. Sulit sekali saat ini menentukan kebenaran dalam komunikasi, atau yang bias akita sebut potensi hoaks. Belum lagi menentukan, bahkan jari manusia mungkin lebih dahulu untuk mengucapkan kebencian jika tidak setuju pada satu hal yang dipahami di luar keyakinan dirinya sendiri.

Sebut saja mulai dari berita Vanesa Angel hingga keluarga dan harta warisan, kasus pelecehan wayang, perpindahan Ibu Kota Nusantara, BPJS Ketenagakerjaan yang belakangan ini merepresentasikan komentar-komentar dalam komunikasi manusia digital lepas dari substansi.

Fantisme manusia digitalis ini lebih penting dipertahankan ide-ide masing-masing individunya, daripada mencari sebuah alternatif yang dapat memberikan perdamaian, dan menyelesaikan masalah komunikasi manusia.

Namun, jika kita perhatikan,bentuk komunikasi tersebut sangat lancar sampai adda titik dimana manusia bosan, hening, dan berganti pada isu baru lainnya. Hingga kebenaran informasi sebelumnya juga ikut hilang tanpa kita menemukan pesan dan kesan berarti.

Modernitas dan Psikologi Fanatisme dalam Filsafat

Modernitas yang dirintis oleh Descartes mencoba menstabilkan manusia dengan dasar pengetahuan pada rasio dan pancaindra. Namun, mengapa komunikasi manusia semakin banyak jauh dari ilmu pengetahuan daan membawa banyak ketidakpastian? Apakah citra-citra manusia lebih penting sebagai sebuah kepastian, daripada kebenaran informasi itu sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun