Mohon tunggu...
Gentur Adiutama
Gentur Adiutama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pecinta bulutangkis dan pengagum kebudayaan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membedah Jagad Kampung Surabaya di Festival Europalia Indonesia

11 November 2017   23:31 Diperbarui: 11 November 2017   23:54 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wajah Kota Surabaya (kiri) dan Brussels (kanan). Sumber foto: welove-indonesia.com dan Wikipedia.

Dalam beberapa tahun terakhir, populasi dunia menjadi semakin urban. Kota-kota tumbuh dan berkembang, menampung pertambahan 65 juta penduduk setiap tahunnya yang menyebabkan munculnya masalah dalam berbagai bidang. Dengan kondisi semacam itu, kota akhirnya menjadi laboratorium paling ideal untuk melakukan uji coba, demi mencari solusi-solusi baru yang memungkinkan terwujudnya ruang hidup yang layak huni.

Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya menampung 3,5 juta penduduk yang mayoritas bekerja dan bermukim secara informal. Dari jumlah tersebut, hampir 63% warga tinggal di wilayah perkampungan yang secara spasial hanya menempati 7% lahan di pusat kota. Kampung, dengan segala siasatnya, ternyata mampu menjadi urban absorber dan urban generator yang penting bagi Kota Surabaya.

Menyadari posisi tersebut, Pemerintah Kota Surabaya bergerak aktif dalam melakukan pembenahan dan penataan yang disebut Kampung Improvement Program (KIP) yang dilaksanakan secara konsisten sejak 1960an. Melalui program ini Pemerintah Kota Surabaya menempatkan kampung sebagai bagian dari strategi formal untuk mewujudkan kota yang humanis dan layak huni.  

Dapatkah satu kota belajar pada kota lainnya? Mungkinkah inovasi di sebuah kota dapat diaplikasikan bagi kota lainnya? Bagaimana mengintegrasikan gagasan, konsep spasial, dan gaya hidup baru dalam kota sebuah kota yang multikultural?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi bahan diskusi dalam program Lecture on Cities yang dikuratori oleh Mohammad Cahyo Novianto. Program ini mempertemukan elemen birokrasi, praktisi dan akademisi yang bergerak dalam studi urban dari Surabaya dan Brussels melalui serangkaian kegiatan.

Tugu Pahlawan, penanda Kota Surabaya. Sumber foto: surabayatourism.id
Tugu Pahlawan, penanda Kota Surabaya. Sumber foto: surabayatourism.id
Atomium, penanda kota Brussels. Sumber foto: deredactie.be
Atomium, penanda kota Brussels. Sumber foto: deredactie.be
Dimulai dari kegiatan Exchange Program pada bulan Agustus-September lalu yang merupakan gabungan antara workshop kolaboratif, studi lapangan, dan kuliah umum dari dua perguruan tinggi dari Indonesia dan Belgia, yaitu Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS -- Jurusan Arsitektur) dan Universit Catholique de Louvain (UCL-LOCI). Program pertukaran ini mengambil lokasi studi di Kampung Putat Jaya, Surabaya.  

Pada bulan November, wacana tentang kampung kota di Surabaya dibawa dan dipresentasikan di Brussels melalui rangkaian diskusi, ceramah, debat, dan obrolan santai yang melibatkan komponen birokrasi, akademisi, arsitek, peminat studi urban, dan masyarakat umum dari kedua negara.

Program Lecture on Cities merupakan bagian dari Europalia Arts Festival Indonesia yang didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan.

 

 Kamis, 16 November 2017

Lokasi:BOZAR, Rue Ravensteinstraat 23, 1000 Brussels, Belgium

Waktu: 5 AM - 7 AM, 8 PM - 9:45 PM

Surabaya: Challenging Practices of Commoning

Pembicara:

  1. Prof. Johan Silas
  2. Mohammad Cahyo
  3. Aryani Sari
  4. Jean-Philippe De Visscher, UCL-LOCI
  5. Thierry Kandjee, UCL-LOCI
  6. Dominique Nalpas, EGEB
  7. Etienne Haulotte, Brussels Environnement
  8. Sophie Ghyselen, Community Land Trust Bruxelles-Brussel
  9. Alessandra Manganelli, KUL/VUB
  10. Catherine Fierens, Brussels Environment, coordinator Boeren Bruxsel Paysans
  11. Ayos Purwoaji

The Urban Laboratory of Surabaya: The Kampung Experience

Pembicara:

  1. Tri Rismaharini (Walikota Surabaya)
  2. Prof. Johan Silas (Guru besar Institut Sepuluh Nopember, Surabaya)
  3. Kenta Kishi (Arsitek, profesor Graduate School of Transdisciplinary Arts, Akita University of Art, Jepang)
  4. Kristiaan Borret (kepala arsitek Brussels Region)

Moderator: Jean-Philippe De Visscher & Thierry Kandjee

Jumat, 17 November 2017

Lokasi: Kunstberg 5, 1000 Brussels, Belgium

Waktu: 4 AM

Coffee, tea or place-making?

Dikoordinasi oleh Arsitek Diaspora Indonesia

Tamu undangan:

  1. Tri Rismaharini (Walikota Surabaya)
  2. Prof. Johan Silas (Guru besar Institut Sepuluh Nopember, Surabaya)

Untuk informasi lengkap mengenai acara ini dapat menghubungi kurator, Mohammad Cahyo Novianto (madcahyo4nomaden@gmail.com)

Poster Kegiatan. Sumber foto: Ayos Purwoaji.
Poster Kegiatan. Sumber foto: Ayos Purwoaji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun