Mohon tunggu...
Gentur Adiutama
Gentur Adiutama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pecinta bulutangkis dan pengagum kebudayaan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memperkenalkan Goyangan Dangdut Pantura di New York

4 Mei 2017   12:09 Diperbarui: 4 Mei 2017   12:23 2311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fanatisme Dangdut Pantura. (sumber foto: aumdayu.wordpress.com)

Masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di Pulau Jawa pasti pernah mendengar nama Dangdut Pantura. Sesuai namanya, Dangdut Pantura berkembang di kota-kota yang terletak di kawasan pantai utara Jawa atau yang biasa disingkat dengan sebutan Pantura. Dangdut Pantura dikenal karena punya ciri khas yaitu lagu-lagunya yang berirama keras dan bertempo cepat.

Lirik dari lagu-lagu Dangdut Pantura umumnya bertema tentang kisah percintaan, baik yang sedang bahagia atau yang dilanda kesedihan. Meskipun demikian, ada pakem yang berlaku yaitu bahwa semua lagu Dangdut Pantura harus bisa digunakan untuk berjoged. Goyangan para penyanyi Dangdut Pantura yang dinamis, heboh dan bahkan terkadang menjurus ke seronok juga menjadi citra yang melekat pada musik ini.

Fenomena Dangdut Pantura yang telah menjadi bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat di pesisir utara Pulau Jawa mulai menarik perhatian banyak orang untuk diulas dan didokumentasikan. Salah satunya adalah Arum Tresnaningtyas Dayuputri, seorang seniman fotografi yang menekuni proyek dengan titel Dewi Pantura. Proyek tersebut mengangkat kisah seorang penyanyi Dangdut Pantura bernama Diana Sastra beserta grup musiknya, baik ketika beraksi di atas panggung maupun saat di balik pentas. Cerita tentang Diana Sastra dalam Bahasa Inggris bisa dibaca di blog Arum berikut: https://aumdayu.wordpress.com/2013/02/12/goddes-of-pantura/

Diana Sastra, penyanyi Dangdut Pantura yang diangkat dalam fotografi Arum. (sumber foto: liputan6.com)
Diana Sastra, penyanyi Dangdut Pantura yang diangkat dalam fotografi Arum. (sumber foto: liputan6.com)
Proyek Dewi Pantura telah dimulai oleh Arum sejak tahun 2012 sebagai bagian dari tugas akhir saat ia menempuh studi Diploma Photojournalism di Ateneo de Manila University, Manila, Filipina. Ia mengimplementasikan proyek dalam bentuk pameran foto yang bertujuan mengedukasi masyarakat tentang budaya musik Dangdut Pantura. Ia berharap agar masyarakat dapat lebih tahu tentang seluk-beluk musik yang digemari oleh berbagai kalangan baik tua maupun muda ini.

Setahun berikutnya, Dewi Pantura berkesempatan untuk pameran keliling di lima kota yang berada di kawasan Pantura, yaitu Brebes, Tegal, Kuningan, Indramayu dan Cirebon. Pameran secara khusus berlokasi di panggung-panggung pertunjukan dangdut dan dikemas dalam format koran cetak 8 halaman yang dibagikan secara gratis kepada publik. Dewi Pantura juga pernah dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia dalam rangkaian Jakarta International Photo Summit, 2014.

Foto yang menunjukkan dua orang anak kecil yang sedang menonton Dangdut Pantura dari kejauhan. Salah satu karya foto Arum yang dipamerkan di New York.
Foto yang menunjukkan dua orang anak kecil yang sedang menonton Dangdut Pantura dari kejauhan. Salah satu karya foto Arum yang dipamerkan di New York.
Pada tahun ini, Dewi Pantura membetot perhatian dari Amerika Serikat setelah diundang berpartisipasi pada pameran foto tentang Jawa. Dengan tajuk “Identity Crisis: Reflections on Public and Private Life in Contemporary Javanese Photography”, pameran ini dikuratori oleh Brian Arnold. Dalam pameran yang berlangsung dari tanggal 21 Januari hingga 11 Juni 2017 di Herbert F. Johnson Museum of Art, Ithaca, New York ini, terdapat 10 orang seniman Indonesia yang diundang, termasuk Arum.

Dengan didukung oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Arum berangkat ke New York untuk mempresentasikan karya foto Dewi Pantura yang diberi judul dalam bahasa Inggris yaitu Goddess of Pantura. Arum melakukan presentasi sebanyak dua kali yaitu di Herbert F. Johnson Museum of Art pada tanggal 25 Maret 2017 dan sebagai pembicara pada kelas History and Asia Studies yang berlangsung di Cornell University pada tanggal 28 Maret 2017.

Arum ketika presentasi foto kerumunan penonton Dangdut Pantura di H.F. Johnson Museum of Art. (foto koleksi pribadi Arum)
Arum ketika presentasi foto kerumunan penonton Dangdut Pantura di H.F. Johnson Museum of Art. (foto koleksi pribadi Arum)
Arum saat memberikan paparan tentang fotonya yang bertema Dangdut Pantura di Cornell University. (foto koleksi pribadi Arum)
Arum saat memberikan paparan tentang fotonya yang bertema Dangdut Pantura di Cornell University. (foto koleksi pribadi Arum)
Melalui hasil bidikan lensa kamera yang dipamerkan di museum yang telah berdiri sejak tahun 1973 itu, para pengunjung pameran dan presentasi dapat ikut merasakan energi dari goyangan biduanita Dangdut Pantura. Foto-foto tersebut mampu berbicara tentang bagaimana Dangdut Pantura memberikan semangat bagi kehidupan masyarakat di kota-kota pelabuhan dan kampung nelayan yang tersebar di pesisir utara Pulau Jawa itu. Musik dangdut adalah sarana mereka untuk mengekspresikan diri dan menemukan kebahagiaan di tengah permasalahan hidup yang dihadapi.

Aura goyangan Dangdut Pantura yang terpancar dari foto-foto tersebut nampaknya mengundang keingintahuan dari masyarakat New York. Sebagian besar dari mereka baru saat itu mendengar tentang adanya fenomena musik yang heboh seperti Dangdut Pantura. Gambar tentang pertunjukan dangdut yang penuh warna dan antusiasme penonton yang tumpah ruah berjoged di depan panggung adalah hal yang baru bagi mereka.

Salah seorang pengunjung sedang mengamati foto-foto tentang Dangdut Pantura. (foto koleksi pribadi Arum)
Salah seorang pengunjung sedang mengamati foto-foto tentang Dangdut Pantura. (foto koleksi pribadi Arum)
Para pengunjung pameran mendapat penjelasan dari Arum tentang karya-karya fotonya. (foto koleksi pribadi Arum)
Para pengunjung pameran mendapat penjelasan dari Arum tentang karya-karya fotonya. (foto koleksi pribadi Arum)
Pameran foto tentang Dangdut Pantura yang baru pertama kali dilaksanakan di Amerika Serikat ini juga menunjukkan sisi lain dari budaya Indonesia. Selama ini, masyarakat AS sudah cukup familiar tentang musik tradisional Indonesia seperti gamelan dan angklung. Ada banyak grup gamelan dan angklung di Amerika Serikat, baik yang didirikan oleh diaspora Indonesia maupun oleh orang Amerika Serikat yang pernah belajar di Indonesia.

Dengan diperkenalkannya musik Dangdut Pantura di New York, diharapkan masyarakat Amerika Serikat dapat memiliki pemahaman yang luas tentang kehidupan sosial budaya di Indonesia. Indonesia punya kebudayaan yang sangat beragam dan dinamis, tak hanya warisan budaya yang telah diturunkan dari nenek moyang, namun juga budaya kontemporer seperti musik dangdut yang semakin populer di kalangan akar rumput. Bukan tidak mungkin bila di masa depan, dangdut akan meraup banyak penggemar di Negeri Paman Sam.

Salam budaya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun