In This Economy: Wanita Gagal Menikah Karena Panai
Ada seorang gadis berparas cantik, sebut saja Namanya Salmah asal Jeneponto, Sulawesi Selatan, belakangan ini menjadi sorotan media mainstream setelah ia gagal menikah akibat terkendala oleh adat tradisi panai. Panai adalah uang yang harus diberikan oleh pihak calon suami kepada keluarga pengantin wanita sebagai bagian dari tradisi pernikahan di banyak daerah di Indonesia. Dalam kasus Salmah, calon suaminya tidak dapat memenuhi janjinya untuk memberikan uang panai sebesar 100 juta rupiah. Akibatnya, sang calon suami menghilang begitu saja tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut kepada Salmah.
Kasus seperti ini seharusnya tidak terjadi jika ajaran agama dijadikan dasar kekuatan hukum dalam pernikahan, bukan justru adat yang memegang peranan utama. Dalam banyak kasus, seperti yang terjadi pada Salmah, hukum adat kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam, yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan berkeluarga.
Kekuatan Hukum dalam Ajaran Islam
Islam mengajarkan bahwa dalam pengambilan keputusan hukum, terdapat tiga kategori kekuatan hukum, yakni:
- Hukum Naqli (Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah)
Hukum ini merupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam, yang berasal dari wahyu Allah SWT dan petunjuk Nabi Muhammad SAW. Hukum naqli menjadi dasar dalam pengaturan kehidupan umat Islam, termasuk dalam pernikahan.
- Hukum Aqli (Berdasarkan Akal Pikiran)
Hukum aqli merujuk pada keputusan hukum yang berdasarkan pertimbangan rasional manusia, sesuai dengan kapasitas dan keadaan zaman. Keputusan hukum yang diambil berdasarkan akal harus selaras dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
- Hukum Adat (Hukum Adat Istiadat)
Hukum adat merujuk pada aturan atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Meskipun penting dalam melestarikan budaya lokal, hukum adat harus tetap disesuaikan dengan ajaran agama dan tidak boleh bertentangan dengan hukum naqli.
Dalam situasi seperti yang dialami Salmah, jika terjadi benturan antara hukum naqli dan hukum adat, maka yang harus lebih diutamakan adalah hukum naqli. Hal ini karena hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah merupakan petunjuk hidup yang telah diwahyukan oleh Tuhan, sementara hukum adat bisa saja terpengaruh oleh kepentingan atau budaya lokal yang kurang sesuai dengan nilai-nilai agama.
Ilustrasi Gambar Akad Pernihan detik.com (Sumber Gambar Getty Imagesphoto/Nanang Sholahudin)

Tujuan dan Hukum Pernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis semata, tetapi juga untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah (tenang, penuh kasih sayang, dan penuh rahmat). Ada beberapa tingkatan hukum dalam pernikahan yang perlu dipahami dalam ajaran Islam:
- Wajib: Bagi mereka yang sudah mampu secara finansial, fisik, dan mental, serta khawatir terjerumus dalam dosa jika tidak menikah.
- Sunnah: Bagi orang yang mampu menikah namun tidak khawatir terjerumus dalam dosa jika tetap lajang.
- Mubah: Pernikahan diperbolehkan, tetapi tidak menjadi kewajiban, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk menafkahi keluarga, namun tidak khawatir akan perbuatan dosa.
- Makruh: Bagi mereka yang belum mampu secara finansial, namun calon pasangan siap untuk menghidupi mereka.
- Haram: Pernikahan yang bertujuan untuk menzalimi pasangan, tidak berlaku adil terhadap istri, atau untuk tujuan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Dalil-Dalil yang Mendukung Hukum Pernikahan
- Al-Qur'an: Surah An-Nur ayat 32: "Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya."
- Surah Az-Zariyat ayat 49: "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah." Hadis: "Nikah adalah sunnahku (tuntunanku). Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku (itu) bukanlah dia dari golonganku." (HR. Bukhari).
Mengapa Pernikahan Masih Penting dalam Ekonomi Modern?
Di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat, pernikahan tetap menjadi salah satu fondasi penting dalam kehidupan sosial. Meskipun banyak orang menunda pernikahan karena alasan finansial atau karier, institusi pernikahan masih memegang peran utama dalam membentuk keluarga yang harmonis dan menjaga keberlangsungan generasi. Dalam Islam, pernikahan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis, tetapi juga sebagai sarana untuk menjaga kehormatan, moralitas, dan melahirkan generasi yang shalih.
Contoh Nyata Krisis Demografi