Thomas Trikasih Lembong atau lebih dikenal dengan Tom Lembong adalah seorang politikus, banker, ekonom Indonesia. Ia lahir pada tanggal 4 Maret 1971. Ia memulai karirnya pada tahun 1995 dengan bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley (Singapura). Pada 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016, ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia.
Pada tahun 2016, Kementerian Perdagangan menyetujui impor GKP atau Gula Kristal Putih di Indonesia, terbukti dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Namun, Kejaksaan Agung menemukan kejanggalan. Â Ternyata pada tahun 2016 Indonesia mengalami surplus gula, yang berarti Indonesia tidak berada dalam kondisi kekurangan gula. Juga penyusunan kebijakan di atas tidak melalui koordinasi antar kementerian.
Pada tahun 2016, Tom Lembong menyetujui impor GKP di Indonesia dalam keadaan surplus gula sebanyak 105.000 ton. Hal ini berarti adanya ketidaksesuaian penyusunan kebijakan dengan kondisi di lapangan. Jika Indonesia surplus gula, mengapa harus impor gula lagi?
Dilansir dari kompas.com, Tom Lembong bekerja sama dengan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk mengimpor gula ke Indonesia. Tom Lembong menugaskan PT PPI untuk menghubungi delapan perusahaan swasta untuk mengimpor GKM. PT PPI kemudian seolah-olah membeli GKM dari perusahaan-perusahaan diatas. Padahal, gula itu dijual oleh delapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, yang lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, yaitu sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar. Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram.
Seharusnya dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, gula yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan perusahaan yang dapat melakukan impor hanya BUMN. Akan tetapi, gula yang diimpor adalah gula kristal mentah.
Dilansir dari hukumonline.com, negara dirugikan sekitar Rp400 miliar atas perbuatan keduanya. Tom Lembong dan CS pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Tom Lembong melalui kuasa hukumnya, menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan kliennya tidak sah. Mereka meminta agar Tom Lembong dibebaskan dari tahanan. Permintaan dan pernyataan kuasa hukum Tom Lembong diatas bukannya tidak berdasar. Mereka yakin bahwa informasi yang diberikan oleh Kejaksaan Agung keliru, tidak benar adanya.
Kuasa hukum Tom Lembong menyatakan bahwa pada tahun 2016 Indonesia tidak dalam keadaan surplus gula. Tidak pernah Indonesia dalam keadaan surplus gula, baik sebelum pemerintahan Tom maupun setelahnya. Sehingga kebijakan impor gula mesti dijalankan untuk memenuhi kebutuhan gula di Indonesia pada saat itu.
Mereka juga menganggap bahwa penetapan tersangka klien mereka tidak sah karena kurangnya bukti permulaan. Penetapan tersangka Tom tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tim Penasihat Hukum menilai bahwa bukti yang digunakan oleh Kejaksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum.
Izin yang diterbitkan kala itu diyakini telah dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku, yakni melalui surat-menyurat antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), hingga Kementerian Keuangan. Izin yang dikeluarkan juga untuk menangani dua hal, yakni kekurangan stok dan mengendalikan harga. Oleh karena itu, pihaknya menilai persoalan importasi gula tidak hanya membicarakan stok dalam negeri yang surplus.
Dilansir dari detik.com, penasihat hukum Tom sampai saat ini belum menemukan kerugian negara pada kebijakan diatas. Temuan BPK hanya menerangkan hal-hal yang salah dan meminta perbaikan untuk menegur Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Direktur Impor. Temuan BPK tidak menerangkan kerugian negara atas adanya kebijakan diatas.