Mohon tunggu...
Gen Mancha Koesoema
Gen Mancha Koesoema Mohon Tunggu... Swasta -

Penulis bayang-bayang dan penikmat kepura-puraan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat dari Jogja untuk Pak Basuki

11 Maret 2016   10:28 Diperbarui: 11 Maret 2016   10:52 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kepada
 Yth. Bapak Basuki
 Di Jakarta.

 Selamat pagi pak. Perkenalkan nama saya Ngatino saya tinggal di Yogyakarta. Pagi ini saya dengan senang hati menulis surat terbuka buat pak basuki; maaf saya lebih senang dengan nama itu ketimbang menyebut Ahok. Rasa senang saya didasari pemberitaan mengenai sikap Bapak yang menyatakan sikap untuk maju secara Independen dalam pilgub DKI 2017 nanti.

 Sikap Bapak ini tentu berangkat dari renungan yang cukup dalam. Setidak ada benang merah yang bisa dipertemukan dengan renungan-renungan untuk mengambil keputusan sangat berani. Pertama, bapak ingin memberikan apresiasi pada teman muda yang menamakan diri Teman Ahok. Anak muda yang penuh semangat mendukung bapak tanpa syarat, anak muda yang mengharapkan perubahan, anak muda yang jenuh dengan perilaku elit yang penuh kemunafikan, anak muda yang bosen dengan perilaku koruptif. Apresiasi yang tidak berlebihan untuk anak-anak muda direpublik ini yang jarang mendapatkan penghargaan terutama dari pejabat-pejabatnya.

 Kedua, yang saya tangkap Bapak ingin memberikan satu pemahaman mendalam tentang demokrasi subtansial. Demokrasi yang dalam penterjemahan sederhananya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi yang dalam beberapa dekade mengalami peralihan makna hingga muncul pernyataan "Negara ini dibangun oleh parpol bukan relawan", demokrasi yang telah dipelintir oleh politisi blingsatan itu, demokrasi yang tereduksi. Nah bapak ingin meluruskannya bukan???

 Ketiga, Bapak ingin menghemat biaya politik. Kita tahu (sudah rahasia umum) untuk memperoleh dukungan parpol harus menyiapkan Ubo Rampe yang tidak sedikit. Karena mobil mewah sewanya pasti sangat mahal. Memang jika diibaratkan, partai itu mobil mewah yang siap jalan, siap anter bapak ke tujuan bisa dengan selamat bisa juga bapak mengalami kecelakaan tergantung seberapa besar biaya keselamatan yang bapak sodorkan pada sopir dan pemilik mobil tersebut.

 Keempat, tidak mau menjadi petugas partai. Siapa sih yang mau jika bekerja berada dalam pantau partai yang selalu datang membawa kepentingan. Siapa sih yang enak jika upayanya untuk membangun Jakarta harus terbagi dengan keinginan partai. Siapa sih yang kuat dibawah tekanan partai yang jika melawan bisa habis karir politiknya. Sementara rakyat yang mulai jenuh dengan janji kosong partai seakan tersembuhkan dengan sikap politik dan ditambah lagi hasil kerja bapak yang mereka rasakan. Masyarakat sudah mulai merasakan perubahan Jakarta, Banjir yang tidak lagi menjadi momok menakutkan, upaya untuk menyelesaikan persoalan klasik, kemacetan; terus dilakukan dengan berbagai rekayasa dan kebijakan publik. Namun hal in tidak cukup membuat puas semua kalangan karena saya yakin bapak bukan sosok pemuas. Lahir banyak kontroversi, muncul banyak tentangan dari kebijakan yang dikeluarkan pemprov DKI dibawah komando pak Basuki.

Jika merunut pada sejarah yang sudah-sudah setidaknya ada dua kepemimpinan yang terobosan terobosan. Pada jaman Gubernur Ali Sadikin yang membuka lokalisasi Kramat Tunggak dan melegalkan perjudian tidak banyak menuai kontroversial dikalangan masyarakat. Sementara pada masa kepemimpinan bapak dengan menggusur lokalisasi "Kalijodo" dianggap melanggar HAM. Menertibkan pemukiman pinggir kali dianggap tidak manusiawi sementara bapak sudah menyiapkan rumah pengganti yang lebih layak. Saya pikir ini gambaran pola pikir yang tertukar.

Banteng Yang Paranoid.

Pilihan bapak yang maju melalui independen ibarat "maju kena mundur kena", jika bapak mundur dan bergabung dengan partai maka yang kecewa berat Teman Ahok karena dukungan yang diberikan sia-sia. Pun sebaliknya maka dikecewakan elit parpol. Tapi bapak memilih berdiri bersama barisan anak muda itu. Salut.!!!

 Pak Basuki. Langkah bapak itu tergambar dalam arus sejarah bangsa ini dimana “dominasi” kaum muda jauh lebih besar dari kaum tua. Bapak masih ingat  bagaimana anak-anak muda menculik Soekarno untuk segera mengumandangkan kemerdekaan bangsa yang kita pijak hari ini, bukan? Saya yakin bapak masih ingat...!! Bapak masih ingat bagaimana mahasiswa 98 memaksa turun Soeharto dari singgasana kepresidenan yang diakuisisinya puluhan tahun lamanya itu kan?? Saya yakin bapaky masih ingat...!!!

 Soft Ultimatum dari teman, sahabat sekaligus mitra kerja di balai kota saat ini "Saya harus sampaikan pada Pak Basuki, hati-hati lho, jalur independen rawan untuk digagalkan. Ketika misalnya menang jalur independen, kan bukan hanya sekadar menang. Pasti selalu berhubungan dengan lembaga yang lain, tidak bisa sendiri”. Tidak perlu digubris dengan berlebihan karena teror yang demikian juga dialami oleh Soekarno pada masa-masa menjelang kemerdakaan. Pun dialami oleh mahasiswa 98 yang akhirnya harus dibayar nyawa Elang Mulia Lesmana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun