Mohon tunggu...
Gema Juang Ramadhan
Gema Juang Ramadhan Mohon Tunggu... -

mahasiswa hubungan internasional yang telat lulus

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Televisi Indonesia

28 Februari 2014   16:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Televisi merupakan perangkat yang sangat penting bagi kehidupan warga dunia. Saya yakin hampir semua orang di dunia ini memiliki perangkat televisi di ruang keluarga rumahnya masing-masing. Di sadari atau tidak, televisi telah menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan kita sejak kita kecil. Berapapun umur kita, kita memiliki cerita tersendiri dengan televisi yang telah hadir selama 50 tahun di negara kita. Setiap generasi memiliki cerita yang berbeda dengan TV. Saya sebagai generasi yang masa kecilnya pertengahan 90an, merasakan bagaimana tv Indonesia  yang sedang bergairah. Ketika itu banyak TV swasta yang baru lahir, dan sedang kreatif-kreatifnya membuat televisi menjadi menarik.

Untuk generasi yang kecilnya tahun 90an pasti merasakan bagaimana televisi memiliki kekuatan yang dahsyat dalam masa kecil kita. Kita tentu masih ingat bagaimana kita selalu bangun pagi setiap hari minggu untuk menonton kartun favorit kita yang ditayangkan hingga siang hari. Lalu di tengah pekan kita selalu menunggu serial tv menghibur seperti Jin dan Jun, Jinny oh Jinny, Tuyul dan Mbak Yul, Si Doel Anak Sekolahan hingga film-film besar hollywood yang ditayangkan di Layar Emas RCTI. Kita tidak mau ketinggalan episode untuk bisa bercerita bersama teman sekolah mengenai acara tersebut. Televisi swasta kita pada saat itu masih berkualitas, atau paling tidak berkualitas untuk saya yang waktu itu masih kecil. Acara drama saling berlomba menulis naskah sebaik dan menginspirasi mungkin. Acara anak-anak pun bersaing di tiap televisi, acara televisi kita pada saat itu sangat meriah dan beragam.

Pada  akhir 90an hingga awal 2000-an kita berada dipuncak kualitas televisi Indonesia. Hadir banyak tv swasta yang memberikan warna di tv, seperti Metro TV dengan beritanya, TV 7 dan Trans TV untuk acara-acara anak muda, dan Global TV dengan MTV 24 jam nya. TV raksasa seperti RCTI dan SCTV pun tidak mau kalah dan memberikan banyak acara yang tidak mau kalah kreatifnya. Puncak era televisi ini pun memperngaruhi semakin baiknya dunia perfilman dan permusikan di negara kita. Saya ingat sewaktu kecil saya selalu menunggu acara MTV Ampuh untuk mengatahui siapa yang merajai puncak tangga lagu setiap minggunya, serta perang tangga lagu antara  Dewa vs Sheila on 7 vs Padi vs Jamrud yang mampu menjual jutaan kopi album di sajikan MTV menjadi lebih menarik. Perfilman pun semakin dahsyat menghadirkan film legendaris seperti Jelangkung, Ada Apa Dengan Cinta hingga Janji Joni.

Namun entah kenapa dimulai dari tahun 2005 televisi kita menurun drastis. Tak ada musik inspiratif lagi di tv setelah MTV menghilang, diganti oleh acara musik pagi yang memulai era budaya musik melayu yang mendayu-dayu. Sinetron dan perfilman juga menurun drastis. Sinetron formulanya tidak berkembang, entah cerita antara si baik vs si jahat yang tidak masuk akal, hingga menjual cerita religius yang sangat bodoh dan menjual mimpi. FTV hadir dan mendominasi jam siang hari namun hanya menjual cinta yang juga tidak masuk akal. Menjamur pula acara lawak dengan format sama disetiap tv; format sketsa dipanggung yang setiap pelawaknya melayangkan hinaan kepada lawan mainnya sebagai punchline.

Dalam berbagai sejarah dunia barat kita selalu tahu bagaimana Musik, Film, dan TV membentuk sub budaya ditiap generasi. Seperti contohnya era 60an, Musik, Film, dan TV pada waktu itu membentuk sub budaya 'Hippies' yang cinta damai. 70an membentuk membentuk 'Punk' yang anti kemapanan, 90an membentuk Generasi X yang memulai gerakan anti globalisasi, dan 2000an menghadirkan budaya Geek/Hipter yang memulai gerakan hijau atau cinta lingkungan.

Anak muda Indonesia di tahun  sebelum banyaknya tv swasta selalu menduplikat sub budaya barat. Namun setelah banyaknya TV Swasta di medio 90an, di kota besar seperti Jakarta dan Bandung, anak muda kita mampu membentuk sub budaya sendiri. Kita tentu ingat semangat Do It Yourself di akhir 90 dan awal 2000an yang memulai banyaknya band Indie dan menjamurnya Distro. Meskipun saya belum melakukan penelitian, saya yakin ini terpengaruh dari Musik, TV, dan Film yang ada pada masa itu.

Setelah itu hadir sub budaya 'Alay' dengan karakteristik Narsistik, tidak tahu malu, menomor satukan romansa. dan selalu ingin tampil gaya tanpa berkaca. Apakah ini terjadi begitu saja? tentu tidak. Televisi membentuk itu. Musik melayu dan sinetron/ftv cinta-cintaan membentuk mind set anak muda yang jadi sering galau, acara gosip selebritis sepanjang hari membentuk mindset Narsistik dan self center, dan  acara lawak yang sering menghina membentuk mental membully.

Lalu saat ini bagaimana televisi kita? Semakin parah! Entah karena tim kreatifnya yang malas, televisi kita saat ini sangat bodoh. Pagi-pagi acara tv didominasi gosip murahan dan acara musik joget2an disertai lawak tidak jelas, siang-siang didominasi gosip lagi dan FTV, malam-malam didominasi sinetron idiot, acara yang menghadirkan footage-footage youtube yang membosankann dan pemalas,  dan kembali acara lawakan joget-jogetan. Acara TV berita pun memiliki agenda politik masing-masing yang menjijikan.

Saya tidak bilang tidak adanya acara bagus di televisi kita.Masih ada  acara baik seperti Stand Up Comedy di Kompas TV (yang apabila terus begini penonton pun akan bosan). Mata Najwa yang sangat berani di Metro TV,  Indonesia Lawak Klub di Trans 7, Music Everywhere di NET. Namun acara-acara ini tidak menyentuh arus utama yang ditonton mayoritas masyarakat kita sehingga dampaknya tidak akan besar.

Saya yang merasa di besarkan oleh TV sangat sedih dengan kenyataan ini. Televisi yang memiliki kekuatan besar untuk membuka mata dan menginspirasi warganya justru hanya menjadi sumber penghasilan serta senjata politik saja bagi konglomerat si pemilik tv.

Lalu solusinya? Masyarakat kita harus mulai meninggalkan acara sampah dan menonton acara yang berkualitas. Masyarakat kita harus menjadi masyarakta yang tidak pernah puas, sehingga televisi semakin berlomba untuk menjadi kreatif. KPI juga harus bekerjasama dalam hal ini. Pemerintah juga. Orang Tua yang memiliki kekuasaan terhadap TV dirumah juga. Media juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun